51

460 17 0
                                    

Menutup mulutnya, Neira terus menjajari langkah Marco, mengabaikan perasaan hatinya akan Leonar yang hanya memandanginya dari belakang. Mencoba membendung pikiran sial yang menguasai bahwa Leonar memang incaran para wanita di luaran sana.

Kedatangan Leonar tanpa suara tidak luput dari panca inderanya justru terkesan sangat menyakitkan, kenapa ia harus bersikap lembut pada Fiora seperti itu yang menyisakan rasa panas menjalar didadanya. Apakah mereka pernah dekat sehingga Leonar seperti itu.

Ah, ada sesuatu membasahi jemarinya sehingga itu menghentikan Neira, pandangannya tertuju pada tangan Marco yang menggenggamnya. Warna merah darah terlihat sekilas disana karena Neira langsung menatap wajah Marco, warna mata dan tatapan itu pernah dikenalnya, menjadikannya kembali melangkah meninggalkan ruangan resto VIP tersebut.

Di luar pintu ruangan resto, seorang wanita paruh baya terlihat berlari dan menerobos pintu ruangan di belakang Neira, sekitar lima orang roboh bersimbah darah oleh seorang berpakaian serba hitam di lorong sana.

"Ayo, Nona!" Marco segera menarik tangan Neira untuk kembali melangkah dan mengangguk pada laki-laki berpakaian hitam tadi ketika melewatinya.

Menuruni tangga, ada banyak darah berceceran di sana membuat nafas Neira seolah tersendat di dada. Ingatan tentang kejadian dia di umur 8 tahun menyeruak begitu saja di benaknya.

Ingatan yang sudah dikuburnya itu mengalir seolah menyakiti setiap pembulu darahnya, ketika ia mendengar suara beberapa tembakan dari ruang kerja ayahnya, saat ia mengejar kelinci putih peliharaannya. bahkan bagaimana ia berdiri kaku di depan pintu ruangan tersebut, melihat Dimitri Maulana keluar dari sana dengan pistol ditangannya serta banyak noda darah di kemeja putih sang ayah.

Tatapan dingin dan kelam serta wajah sangar itu menggoyahkan kakinya membuatnya mundur dan terduduk bersandar tembok, tangannya lunglai tak bisa meraih kelinci kesayangan yang tiba-tiba melompat dalam pangkuan.

Benarkah sang ayah sudah membunuh seseorang di dalam ruang kerjanya, yang pasti setelah kejadian itu Dimitri Maulana seolah menjauh darinya. Tapi satu hal yang Neira tahu bahwa sang ayah menempatkan seseorang disisinya, dan mengajarkan strategi berfikir, mengelola bisnis sampai ia berumur 15 tahun, juga ilmu bela diri yang membuat Neira hampir kehilangan fungsi kakinya karena cidera.

"Nona, anda tidak apa? Sepertinya anda tidak bisa melihat darah," suara Marco menyadarkan pikiran Neira. Laki-laki itu masih memegang erat tangannya sejenak berhenti di ujung tangga, rupanya Marco sadar dengan wajah kepucatan Neira yang menatap beberapa orang berpakaian hitam sedang menyingkirkan mayat yang berlumuran darah, juga ada yang membawa paksa anak buah Zelevina yang sudah terikat tak berdaya.

"Ah, tidak. Bisakah kita pergi dari sini segera?"

Mendengar itu, Marco segera kembali melangkah membawa Neira melalui pintu terdekat untuk keluar dari gedung resto yang sudah tidak karuan isinya tersebut, ia mengulurkan sebotol air mineral ketika di dalam mobil milik Leonar sebelum membebat lukanya dengan kain kasa yang ditemukannya dalam dashboard lantas melajukan benda itu dengan kecepatan sedang.

"Apakah kita akan kembali ke rumah?" tanya Neira penuh rasa khawatir dengan luka di tangan Marco yang belum terobati. Mengabaikan perasaan dan pikirannya yang tidak karuan.

"Tidak, ada Villa pribadi milik Mr. Leo di dekat sini. Kita akan ke sana." Marco tidak sedikit pun menoleh, ia terfokus dengan jalan di depan. Laju mobil ia percepat dan tak lama mereka sudah sampai di sebuah halaman bangunan bergaya eropa clasik.

Neira hanya sebentar mengagumi bangunan tersebut, ia beralih pada Marco yang tidak langsung keluar mobil. Melihat Hota yang tergopoh menghampiri dan segera membuka pintu mobil tersebut.

TOUCH MY HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang