"Kamu bisa membawanya pada Edward"
Mengerjab, memastikan apa yang di dengar Neira barusan adalah benar. kenapa harus Edward yang pria itu sebutkan bukan rumahnya, alangkah lebih baik jika Leonar menyuruh untuk menunggu disana, maka Neira akan patuh terhadapanya.
Menghela, pandangannya tertuju pada punggung pria tersebut yang menjauhinya, entah kenapa Neira begitu dikuasai perasaannya sekarang. Bibirnya terkatup rapat, ada bening yang berusaha memenuhi kelopak mata indahnya. Apakah Leonar benar-benar akan meninggalkannya sehingga ia harus memberi perintah pada Grifson untuk membawanya kembali pada kakaknya.
"Mari, saya antarkan pada tuan Edward" Suara Grifson menyentaknya. Ia menolehkan wajahnya dan mendapati raut laki-laki tersebut begitu tenang.
" Bisakah aku punya pilihan lainnya?" mungkin Leonar ataupun Grifson sangat hafal dengan penolakannya sehingga laki-laki disampingnya ini tidak begitu terpengaruh dengan penolakannya kali ini.
Tapi, saat ini Neira benar-benar ingin menunjukkan rasa tidak nyamannya jika ia bertemu kembali dengan Edward, karena sang kakak sudah sangat berbeda, apakah dengan berbeda ibu harus ada jurang kesenjangan yang benar-benar menghalangi mereka, bukannya dulu mereka begitu sangat dekat lantas kenapa Edward tidak langsung meraihnya dan memeluknya saat tadi ia bertemu dengannya.
Neira sangat berusaha untuk menekan perasaannya, kata-kata yang dilontarkan Edward padanya yang menginginkan dia hidup seperti saat ini menunjukkan bahwa Edward hanya ingin sekedar bertemu dengannya, meski hanya untuk melihatnya tanpa berkata. Tidak ada niatan dari sang kakak untuk membawanya kembali meski Neira sungguh mengharapkan itu, dan ia pun benar-benar membunuh keinginan akan harapan tersebut bahkan ketika Leonar memberi perintah pada Grifson, itu benar-benar menyentaknya seolah menusukkan belati sedalamnya pada dadanya.
" Anda sudah bertemu dengan Tuan Maulana, apakah tidak ada hal yang ingin anda tanyakan lagi padanya?"
Tubuh Neira menegang merespon kata-kata Grifson, ia memandangi wajah datar yang masih berdiri tenang disampingnya, nama panggilan yang disebut laki-laki ini mengingatkannya pada sosok sang ayah, sungguh panggilan itu familiar ditelinganya dan sudah lama ia tidak pernah mendengarnya lagi. Tetapi Neira cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan menghela menyembunyikan kegelisahan yang merengkuh tubuhnya, ia tidak ingin terlihat gemetar dan lemah didepan orang kepercayaan suaminya ini. Karena panggilan itu adalah panggilan untuk sang ayah, dan pastinya Neira tidak akan bisa menyembunyikan perasaannya jika menyangkut orang tuanya.
" Apa maksud anda? Bukankah anda sudah tahu kalau aku sudah menemuinya dan bagiku itu sudah lebih dari cukup" Menyadarkan dirinya bahwa maksud dari Grifson adalah Edward Maulana, Neira melangkah berniat untuk menemui Hota dan memintanya untuk mengantarnya pulang sementara Grifson berjalan disisinya.
" Jika anda berkeinginan untuk menemui Tuan Maulana, ada baiknya saya akan memanggil Marco untuk mengantarkan anda"
Tidak ada jawaban, hanya suara langkah kaki Neira yang semakin cepat terdengar. Karena disana ia melihat sosok Leonar yang bicara dengan Hota untuk kemudian meninggalkan tempat pesta itu. Neira ingin menyusulnya, ingin mengatakan hal yang sungguh menyesakkan hatinya, tapi Grifson memegangi lengannya.
" Anda harus ikut saya"
---**--**---
Hampir jam satu malam, Neira sudah meringkuk di pembaringan sebuah kamar hotel yang tidak jauh dari bungalow tempat tadi Leonar meninggalakannya. Grifson membawanya tanpa peduli penolakannya yang begitu gigih.
Matanya mengerjab tak sedikitpun bisa terpejam meski Neira sangat berusaha, sesekali terlihat wanita ini mengusap wajahnya, karena bening yang tiba-tiba meleleh membasahi bantal dibawah kepalanya. Ia benar-benar menangis dalam kediaman.
Perasaannya sangat kacau, tentang pernikahan itu dan statusnya sekarang yang lebih seperti mimpi. Padahal ia ingin lebih mengerti dengan kenyataan yang sudah terjadi, tapi semakin kesini seolah ia bahkan tidak mengenal siapa sebenarnya Leonar, pria yang sudah menikahinya dengan caranya yang tidak masuk di akal dan herannya Neira menyetujuinya dengan mengkobulkannya.
Seandainya Neira lebih bisa mencerna apa keinginan dari suaminya itu, bahkan ia sendiri merasa tidak mampu untuk mengerti keadaannya saat ini tentang semua hal yang terjadi setelah kepergian kedua orang tuanya.
Kepercayaan yang susah payah dibangun untuk seorang Leonar belum begitu kuat dihatinya, lantas kenapa rasa hatinya begitu terkoyak oleh kepergian pria itu yang tanpa kata.
Mendesah resah, Neira bangun dan duduk sebentar mengatur pikirannya. Angin dingin dari hujan diluar sana memasuki kamar itu dari pintu balkon yang sengaja dibukanya. Perlahan ia bangkit dan melangkah untuk menutup pintu tersebut, sejenak matanya menatap malam kelam dengan guyuran hujan lebat diluar sana dari balik kaca yang memburam, ujung telunjuknya menuliskan nama Leonar dikaca tersebut.
"Kenapa harus kamu yang membuatku seperti ini Leo..." Lirihnya sembari mengepalkan kedua tangannya, untuk selanjutnya ia menuju kamar mandi setidaknya bersentuhan dengan air ia bisa lebih segar dan berpikir jernih.---**--**---
Lagi...
Grifson memberikan pakaian pria untuk Neira pakai pagi ini. Apakah ia tidak akan dibawa kembali ke rumah Leonar, apakah ia tidak dibiarkan bebas untuk memilih keinginannya?Tidur beberapa jam sudah membuat pikirannya kembali tenang, dan saat ini ia sudah siap dengan apa yang akan dikatakan Grifson padanya masih dalam kamar hotel tempat ia menginap semalam.
" Marco akan membawa anda pada tuan Edward, dengan penampilan itu saya harap tidak ada yang mengenali nona" Suara Grifson terdengar tegas, laki-laki ini menjaganya semalaman diluar kamar, apakah ia tidak pernah tidur?
Tatapan Neira tajam meneliti wajah Grifson, memastikan kalau tebakannya benar bahwa Grifson tidak pernah tidur untuk menjaganya, tapi laki-laki tersebut begitu segar pagi ini dari pada ketika ia mengawalnya saat sebelum acara pesta untuk menemukan baju yang akan dipakainya.
Sejenak kepala Grifson bergerak menatap pintu kamar hotel yang terbuka, menyaksikan Marco yang meminta izin masuk dan sekarang berdiri tegak dihadapanya. Marco berbadan tinggi, tapi tidak lebih tinggi dari Grifson, wajahnya tegas, tatapan matanya seolah sangat dikenal Neira. Saat Marco mengantarnya pulang ke rumah kosan waktu itu Neira tidak sempat untuk meneliti laki-laki tersebut.
" Lebih baik anda tidak membiarkan Marco untuk jauh dari anda nanti" Ucap Grifson sebelum melepas mereka pergi. Mengaburkan ingatan Neira tentang sosok yang mirip dengan Marco.
Dan entah mengapa Neira hanya diam saja tanpa membantah saat Marco membawanya pergi untuk kembali menemui Edward Maulana.
Suasana terasa kaku saat Marco dan Edward saling berhadapan di sebuah ruangan VIP sebuah resto mewah yang entah, Neira tidak tahu persis dimana letak resto tersebut. Yang pasti ruangan tersebut sangat tertutup sehingga orang-orang tertentu saja yang bisa datang kesana dan itu membuat dada Neira begitu sesak karena tidak terbiasa.
" Anda? Dengan siapa?" Edward masih duduk di kursi dengan hidangan pembuka yang sudah tersedia di meja. Dari raut wajahnya sepertinya ia sangat mengenal Marco, tapi keterkejutan begitu nampak diwajah itu saat melihat kepala kecil Neira menyembul dari balik punggung Marco. Dan itu meyakinkan Neira bahwa kedatangan mereka yang tanpa janji ataupun undangan Itu tidak diharapkan.
" Harusnya kami mengadakan janji temu lebih dulu, maaf" Getir terasa tapi Neira sungguh mengatakannya.
Terlihat Edward bangkit dan menghampiri mereka. Matanya tidak berkedip sekalipun menatap Neira yang kini sudah ada didepannya seolah Neira hanya bayangan ilusi yang hilang saat ia sadar.
" Kau, kenapa?"
Tbc...................
Hujan rasanya sudah hilang kemampuannya untuk meluruhkan kekesahan dalam dada, meski tubuh ini terdiam dibawahnya cukup lama...
Apakah karena begitu banyaknya hal yang bertumpuk disana sehingga apapun itu tidak bisa hanya sedikit melonggarkannya..At the nigh
26 of January 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
TOUCH MY HEART
Genel KurguKata orang pernikahan adalah hal yang sakral, ikatan yang suci untuk menyatukan hati dan jiwa dua insan. Tapi apa kata Leonar membuat hati Neira benar-benar kehilangan tautan. Ia tidak ingin pulang kerumah pria itu setelah dengan seenaknya menikahi...