53

352 20 3
                                    

Rimbunan pohon mulai nampak disisi kanan kiri jalan, Leonar menghempas nafas panjang seolah berusaha melepas beban berat yang ada di pikiran. Entah kenapa bayangan Neira yang tanpa kata menatapanya membayang di benak. Haruskah ia menemui dan menanyakan kenapa wanita itu mendatangi Frentina tanpa izinnya, apakah ia kesal oleh keputusannya untuk mempertemukannya dengan Edward Maulana.

Ia tahu kalau pancaran mata wanitanya menyembunyikan kekecewaan yang sengaja dipendam, tapi sungguhkah Neira tidak merasa senang karena bertemu dengan sang kakak setelah terpisah sekian lama. Kediaman yang menghias bibir mungil itu sungguh menyiksa Leonar, apalagi Marco hanya menghubunginya lewat pesan singkat, bukannya orang itu punya mulut untuk bicara walau lewat ponselnya.

Asap hitam terlihat dari kejauhan, menyadari itu berasal dari villa pribadinya sungguh meresahkan Leonar, apakah ada masalah di villa? Tapi kenapa Hota atau siapa pun tidak memberitahunya.

"Percepat Gio!" Perintahnya pada laki-laki dibelakang kemudi.

"Baik sir!" Suara Gio begitu tenang.

"Apa yang terjadi di villa?" Leonar menyugar rambutnya mengusir kekhawatiran.

"Oh, asap itu! Anak-anak sudah mengatasinya, nona Frentina membakar hampir sepertiga dapur villa."

"Kenapa tidak ada yang memberi laporan?"

"Ah, maafkan kami sir. Anda belum istirahat dengan baik akhir-akhir ini. Jadi sesuai perintah anda, kami yang harus mengurus nona Frentina."

Leonar menyandarkan tubuhnya kembali pada kursi mobil, fokusnya terpecah dan seolah ada benang kusut yang tidak bisa di urainya berkembang begitu saja memenuhi pikiran.

Jika kedua wanita itu bertengkar dan itu adalah pemicu kebakaran bukankah ada yang terluka diantara keduanya.

Leonar meneguk ludahnya sendiri mencoba membasahi kerongkongannya yang sungguh terasa kering, jadi ... Apa sebenarnya yang dipikirkan oleh wanita-wanita itu. Ia terlalu lelah seandainya yang sulit terurai di pikiran itu benar adanya.

"Anda tidak perlu khawatir, nona Neira menenangkan nona Frentina yang mengamuk di kamarnya setelah kejadian kebakaran tersebut, dan sepertinya nona Frentina agak teratasi." Jelas Gio masih belum bisa menghilangkan kegusaran di hati Leonar, karena dia seolah mengabaikan mana hal penting untuk melegakan pikirannya sekarang ini.

"Tunda keberangkatanku ke Cina, Gio! Persiapkan saja pesawat pribadiku."

"Baik sir!"

Menyamankan tubuh, Leonar memejamkan mata. Harusnya Marco membawa Neira pulang saja ke rumah atau ke rumah keluarga besar Liam, tapi ia sungguh khawatir kalau mama Anggela lebih tidak ramah pada Neira setelah kejadian Leonar tidak mengizinkan mama Anggela menyentuh Neira di rumah sakit dulu, waktu ia mendapat cidera di ruang arsip.

Lagi ... Kenapa di pikiran Leonar hanya wanita itu yang mengganggu, mengharuskannya untuk menimbang sesuatu begitu lama dan akhirnya meragu. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat mana kala Gio menghentikan mobil di depan Villa lantas membukakan pintu mobil untuknya.

Beberapa anak buahnya menyambut di depan pintu. Pandangannya tertuju pada Hota yang menghampiri dengan tenang, menunggu apa yang akan dikatakan pria muda ini padanya.

Hota akan sangat cekatan dan langsung mengerti apabila menangani pekerjaan di ruang kantor. Namun, untuk menangani wanita seperti Frentina sungguh Hota tidak bisa sangat tegas. Leonar sangat kecewa tentang hal tersebut.

"Maafkan saya sir, saya tidak bisa mengendalikan nona Frentina sehingga dia membakar ruangan dapur." Hota menjajari langkah Leonar memasuki Villa di depannya, ia baru memulai ucapannya saat kaki Leonar menapak di ruang tamu Villa.

TOUCH MY HEARTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang