S33 : Karier?

866 65 16
                                    

Di part ini akan banyak istilah medis, dan penjelasan tentang kondisi medisnya ada di bagian paling bawah. Aku bukan nakes, jadi kondisi medis yang terjadi murni dari aku riset, bukan dari pengetahuanku sendiri. Kalo ada nakes yang bisa membetulkan akan dengan senang hati aku menerima :)

—————

Rian Ardianto

Aku menikmati sore di rumah orangtua calon istriku. Cieee. Kemarin acara lamaran sudah dilaksanakan. Alhamdulillah lancar. Kemarin juga sudah deal kapan kami akan menikah. InsyaAllah setelah lebaran nanti kami akan melangsungkan akad nikah sebelum Indonesia Open dan resepsi akan dilangsungkan setelah Indonesia Open. Dengan pertimbangan persiapan yang harus aku lakukan untuk Indonesia Open sudah dari jauh2 hari. Aku tidak mungkin absen dalam turnamen besar ini. Dan mempertimbangkan bahwa niat baik kami harus segera disegerakan. Hari ini, puasa pertama ditahun ini, bonusnya menikmati puasa dengan status calon suami Dea. Ada kebanggaan dalam diriku. Aku duduk di teras belakang bersama mas Endi dan Bapak, Bapak duduk di kursi sedangkan aku dan mas Endi duduk di lantai menemani Getar. Obrolan laki-laki ini

"Eh Yan, capek gak sih jadi atlet?" Tanya mas Endi sambil sibuk membantu Getar membuat entah apa dari lego
"Jujur capek mas. Tapi sekarang badminton bukan cuma hobiku sih, aku nyari nafkah disini hehehe gak munafik sekarang, hobi yang dibayar"
"Kadang suka heran kok pada bisa olahraga tiap hari gitu dr pagi sampe sore, belum kalo turnamen bisa sebulan full di luar negeri, dari negara satu pindah ke negara lain, belum kelar jetlag udah harus main turnamen"
"Awal2 puyeng juga mas. Lama2 ya biasa, soalnya emang udah jadi kebiasaan. Mungkin sama aja kaya Bapak waktu dulu harus tiap hari latihan ini itu, bahkan harus tugas ke luar daerah dan ninggain keluarga, sama kaya mas Endi harus ngurus bisnis kesana kesini. Tiap kerjaan ada resiko dan pengorbanan masing2 mas" jawabku
"Serius amat? Pada gakmau siap2 buka puasa?" Tanya mbak Ita
"Ayo ayo masuk siap2 dulu" kata Bapak mengajak kami
"Aku setuju sama omonganmu barusan" kata mas Endi sambil menepuk pundakku
"Getar, beresin legonya dulu sama Bapak" kata mbak Ita saat Getar ingin menyusul Kakungnya (Bapak Dea)
"Nanti aja ya Ma. Habis buka puasa" jawab Getar
"No. Mama berkali2 bilang kan kalo habis main langsung diberesin sayangku" kata mbak Ita
"Yuk diberesin yuk. Sini bulik bantuin" kata Dea tiba2 muncul

Dea sibuk membantu Getar, akhirnya aku ikut membantu juga. Mengangkat box mainan Getar dan menaruhnya di ruang keluarga

"Yan, bisa minta tolong itu ambilin panci yang isinya kolak pisang?" kata Dea sambil menata meja makan
"Dimana?"
"Itu diatas kompor" kata Dea lagi

Aku mengambil kolak dan menaruhnya di meja makan. Dea menuju dapur dan aku menyusul

"Yan, minta tolong bantuin kupasin buah ya?" Katanya
"Heehh sama calon suami kok manggil nama. Gak sopan" Ibu datang menepuk punggung Dea agak keras
"Kebiasaan bu" jawab Dea
"Iya itu kebiasaan yang gak bagus. Mbakmu aja yg lebih tua 6 bulan dr masmu manggilnya mas kok. Ini selisih 2 tahunan kok manggil nama aja" jawab Ibu agak serius
"Gapapa kok Bu. Aku juga gak keberatan" jawabku
"Jangan, kebiasaan nanti, dikiranya gak sopan sama suami. Panggil mas kek apa gimana" jawab Ibu
"Bu, makruh lho puasanya kalo marah2. Istighfar" mbak Ita datang sambil mengambil piring di rak
"Astaghfirullah" kata Ibu kemudian mengikuti mbak Ita menuju ruang makan
"Maaf" kata Dea sambil menatapku dengan muka memelas
"Gapapa" jawabku tersenyum
"Maaf ya mas" katanya

Aku tidak bisa menyembunyikan senyumku, entah kenapa rasanya seperti ada getaran dihatiku saat Dea bilang tadi. Aku mengusap kepalanya kemudian kami mengupas buah2an bersama

🏸🏸🏸

Hari ini kami harus kembali ke Jakarta. Aku menjemput Dea di rumahnya, kemudian kami menuju ke rumahku untuk siap2 ke bandara yang sekarang jauhhhh sekali rasanya semenjak pindah ke YIA

Kisah Kemarin (Rian Ardianto)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang