S35 : Dia atau Dia?

632 53 10
                                    

Dealisa Raisani

Pulang ke apartemen dengan perasaan kecewa. Sangat kecewa. Bahkan mau menangispun sudah tidak bisa. Aku merebahkan badan di kasur. HPku sedari tadi bunyi, telpon dari Rian yang sengaja aku abaikan. Malas mau mengangkat. Biarlah. Aku mematikan HP agar tidak ada gangguan. Aku menuju dapur, membuat secangkir kopi hitam tanpa gula. Aku butuh kafein untuk menaikkan moodku. Aku duduk di kursi balkon. Apartemen ini terasa begitu sepi semenjak mbak Shofi pindah. Mungkin saatnya aku pindah ke tower yg studio saja. Karna bosan aku pindah ke sofa dan menonton TV. Niatnya menghibur diri malah terpikir kejadian tadi. Aku memutuskan masuk kamar kemudian tidur

👩🏻‍⚕️👩🏻‍⚕️👩🏻‍⚕️

"Dea, lo gak visit pasien?" Tanya Gilang, temanku di spesialis kandungan. Gilang duduk di depanku

Aku sekarang sedang duduk santai di taman samping rumah sakit

"Habis ini. Istirahat bentar. Lo udah selesai visit?"
"Udah tadi pagi. Nanti gak ada. Baru aja selesai caesar ini. Eh lo inget gak si Faisal, temen seangktan kita yang di Dharmais"
"Iya, lama gak ketemu dia ya. Kenapa dia?"
"Katanya ditarik kesini sementara"
"Masa? Tau darimana?"
"Informan gue banyak disini" katanya

Faisal cukup dekat denganku dan mbak Shofi dulu. Hanya saja karna dia memilih ke Dharmais kami jadi jarang komunikasi. Nanti aku sempatkan ke bagian Syaraf kalau memang Faisal sudah datang

"Dokter gak jadwal visit?" Tanya Istiana, residen Gilang di spesialis kandungan
"Kan tadi udah" jawab Gilang
"Dokter Dea maksudnya, tadi dicari Fathur"
"Oke gue duluan ya" kataku sambil meninggalkan mereka

Segera menuju bagian pediatri lagi. Setelah visit beberapa pasien. Aku kembali menuju ruangan. Kebetulan memang tidak ada jadwal operasi jadi bisa sedikit lebih santai. Aku membuka beberapa jurnal ilmiah. Sampai ada ketukan pintu

"Selamat siang dokter Dealisa Raisani spesialis bedah yang udah yoi banget sekarang" katanya, aku mengenal sekali suaranya
"Gak usah alay. Masuk gih" kataku bersemangat sambil berdiri dari kursiku menuju ke sofa
"Shofi mana?" Tanyanya
"Gak masuk. Teler dia. Lagi hamil muda. Gimana kabar lo?"
"Yahhh gini2 aja"
"Fathan gak lo ajak?"
"Lucu lo, masa kerja gue ajak. Lagian sekolah dia. Udah gue masukin play group"
"Intan gimana?" Tanyaku

Dia menghela nafas

"Kenapa?"
"Gue duda sekarang" katanya
"Ngasal lo"
"Beneran. Setahun lalu Intan minta pisah dari gue. Gue bilang kenapa? Bukannya dia yang mau kita kaya gini, dia sendiri yang memutuskan pindah ke Jenewa, dia mau lanjut kerja disana, dia yang minta gue tetep disini aja kerja, padahal gue mau aja pindah kesana dan nyari kerjaan disana, dia gakmau. Sekarang dia bilang rasanya bukan kaya suami istri lagi. Ya gimana ketemu aja gak pernah. Gak ada tuh dia nanya2 tentang Fathan. Pulang setahun sekali yaudah ketemu Fathan setahun sekali doang. Telpon juga bisa dihitung jari selama setahun berapa kali. Coba lo bayangin di umur Fathan yang 3 tahun ketemu nyokapnya baru 3x. Dia bilang dia gak sanggup lagi punya kehidupan pernikahan kaya gitu. Nyatanya, di Jenewa dia selingkuh dan tinggal sama selingkuhannya 1 rumah. Gak habis pikir gue" katanya gamblang padaku. Kaget aku mendengarnya. Intan adalah teman seangkatan kami juga, hanya saja dia di jurusan Hubungan Internasional
"Trus Fathan gimana?"
"Bukannya sama aja ya, pisah atau gak pisah dia tetep bakalan jarang bisa ketemu nyokapnya kan? Kalo dia udah besar nanti gue kasih tahu. Tapi gue bersyukur, hak asuh Fathan ada di tangan gue dan Intan gak mempermasalahkan itu. Hidup gue sekarang cuma buat Fathan De. Tanpa Fathan, gue pilih mati aja"

👩🏻‍⚕️👩🏻‍⚕️👩🏻‍⚕️

Pagi ini aku duduk di kursi ruangan praktek. Hari ini jadwal melayani pasien rawat jalan. Ada beberapa pasien yang kemarin2 dioperasi janji temu hari ini.

Kisah Kemarin (Rian Ardianto)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang