6. Wanita di Angkutan Kota

712 38 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

-•o•-

تَبَسُّمُكَفِىوَجْهِأَخِيكَلَكَصَدَقَةٌ

"Senyum di hadapan saudaramu (sesama muslim) adalah (bernilai) sedekah bagimu"
HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban-





























Zahra terduduk lemas di sofa ruang tengah. Pulang sekolah tadi, ia menuggu Kafka untuk pulang bersama, namun ternyata laki-laki itu malah hilang entah kemana. Zahra dibuat panik sendiri dengan perbuatan Kafka. Ia tak tau harus pulang naik apa. Terlebih ia tak tau kemana arah jalan apartemen Kafka

Di tengah diamnya Zahra di halte depan sekolah tadi, datanglah seorang laki-laki berbaju serba hitam yang mengajaknya pulang. Zahra menolak karena ia takut orang itu akan menjahatinya

Sempat terjadi cek cok antara Zahra dan pria itu. Pria itu berkata bahwa ia merupakan pria yang diutus oleh Kafka untuk menjemputnya. Tapi tetap saja Zahra tak mau, hingga akhirnya pria itu menelfon Kafka, akhirnya Zahra pun percaya

"Kafka siapa sih?" Gumam Zahra. Untuk ukuran seorang pelajar, menurutnya barang barang yang Kafka miliki sangatlah tak wajar. Dari unit epartemen mewah, mobil mewah, serta isi apartemen Kafka yang Zahra ketahui harganya tak murah

Tak lama, pintu apartemen terbuka, Zahra menoleh dan benar saja, itu merupakan sosok Kafka yang lagi-lagi terlambat pulang. Entah darimana orang itu, padahal ia pulang lebih dulu daripada Zahra

Se letih-letihnya Zahra, ia tetap harus menjalankan tugasnya sebagai seorang istir. Di hampirinya Kafka "Sini tasnya" Tangan Zahra mengadah ke depan. Kafka meliriknya sekilas lalu berjalan begitu saja tanpa meladeni Zahra

"Kenapa baru pulang?" Kafka masih tak menggubrisnya "Kamu kan tadi udah duluan, kok waktu aku datang rumah kosong sih?"

Kafka berhenti, Zahra pun terikut berhenti. Kafka berbalik ke belakang "Lo bisa diem nggak?" Zahra bungkam, ia tau, tak baik menanyai Kafka di saat seperti ini. Lebih baik ia diam saja dan bertanya di lain waktu

Kafka langsung masuk kamar dan menutup pintu kamarnya dengan kencang, Zahra yang melihatnya hanya dapat ber istighfar

Zahra tau, pastinya Kafka sedang lelah. Buktinya, mood Kafka sangat mudah berubah. Karena Zahra belum sepenuhnya mengenal Kafka, tentu saja ia bingung harus melakukan apa

Zahra duduk termenung di kursi ruang makan, ia bingung hendak memasak apa untuk nanti malam. Saat ini di dapurnya tak ada bahan yang bisa ia olah. Di kulkas memang banyak makanan, tapi Kafka tak menyentuhnya sama sekali, hanya Zahra yang memakannya

Kemarin kafka bilang pada Zahra untuk membuang saja makanan-makanan itu, Kafka kurang suka makanan manis. Tetapi, menurut Zahra, sayang sekali membung kue-kue yang masih enak di makan

Kurang lebih satu jam Zahra habiskan waktunya hanya untuk termenung di meja makan. Ia tak tau harus melakukan apa hingga ba'da maghrib memanggilnya untuk bermunajat pada sang pencipta

Zahra masuk ke kamar mandi untuk mandi dan dilanjutkan berwudhu untuk sholat maghrib. Sejujurnya Zahra sangat ingin mengajak Kafka untuk sholat berjamaah, tapi ia takut Kafka akan marah, toh Kafka sudah besar. Sudah pasti ia tau bahwa sholat itu hukumnya wajib

Setelah menyelesaikan sholat maghribnya, Zahra menuju ruang tengah, dilihatnya Kafka tengah bermain Play Station miliknya. Zahra dapat melihat bahwa Kafka sangat menikmatinya, tapi ia harus bertanya pada Kafka perihal bahan makanan karena memang sudah tak tersedia bahan yang bisa dimasak untuk kedepannya. Bahkan malam ini saja tak ada makanan pokok yang bisa dimakan

THE MUBRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang