39. Belum Siap Untuk Bertemu

667 43 4
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

-•o•-


"Kamu kenapa sih? Kenapa tiba-tiba ngajakin lari-larian coba? Katanya kedinginan?" Cerocos Raya. Bagaimana ia tak terkejut. Ia ketiduran di kedai kopi saat menunggu kopi pesanannya di buat dan tiba-tiba Zahra menariknya sehingga ia terkejut. Tentu Raya di buat sangat kesal pada sahabatnya itu.

"Aku.." Zahra tak tau harus menjawab apa. Lidahnya sangat kelu untuk mengatakan bahwa ia bertemu seseorang yang mengubah hidupnya.

Tentang hal itu, sampai sekarang pun Raya tak tau. Semua itu tersimpan sangat rapat.

"Kenapa? Habis ngelihat setan?"

"Kamu tu ya! Kenapa orang-orang selalu nanya begitu kalo ada kejadian begini. Itu tuh cuplikan yang nggak pernah lepas dari semua sinetron alay Indonesia" Oceh Zahra. Ia juga kesal sendiri dengan pertanyaan itu.

Fikirannya langsung berlari pada drama korea. Mengapa Indonesia tak membuat drama seperti drama korea?

Sudahlah, itu akan percuma.

"Yaudah, kalo gitu kenapa kamu lari-larian begini? Pake narik aku segala lagi!"

Zahra menghela nafas, belum saatnya ia menceritakan semua yang terjadi di hidupnya pada Raya.

Zahra tau, Raya pasti akan mengerti. Tapi semua itu berada di luar kendali Zahra, keadaan masih kurang baik. Ia juga takut Raya merasa kecewa karena selama ini ia menutupi hubungan yang tak pernah di harapkan itu.

Untuk apa laki-laki itu berada di tempat seperti ini? Bukankah laki-laki itu merupakan laki-laki kelas atas? Untuk apa datang ke tempat umum yang tak bisa dikatakan mewah seperti ini?

Ah, Zahra hampir lupa. Sepertinya laki-laki itu memang suka berkunjung ke tempat yang tentram. Itu juga yang membawa Zahra hingga ke tahap ini.

Suara itu masih terngiang jelas di telinga Zahra caranya berbicara mampu membuat Zahra kembali ke masa yang entahlah akan terjadi atau tidak. Wajah itu belum banyak berubah. Gaya pakaian kasual yang ia pakai juga masih sama seperti dulu. Sang pecinta warna monochrome.

Flashback on

"Eh gue nggak sengaja" Nafas Zahra terhenti, ia menunduk dan meremas jaket tebalnya, ia menabrak seorang laki-laki. Sudah seharusnya Zahra melakukan itu.

Namun bukan kata laki-laki yang membuat Zahra menunduk dengan perasaan yang tak menentu.

Suara itu, Zahra kenal suara itu. Zahra hafal betul. Apa iya Zahra tak salah dengar? Tidak mungkin!

Zahra langsung menaikkan pandangannya ke arah laki-laki jangkung di depannya itu

'deg'

Air mata Zahra lolos begitu saja tanpa meminta izin pada sang empunya. Semua fikiran Zahra benar. Apa yang terbesit di benaknya itu memang benar-benar nyata. Apa ini? Apa ini adalah sebuah kebetulan?

Dua tahun sudah, selama itu tak sebentarpun Zahra bisa menemui sosok yang di nantinya. Namun lihatlah hari ini, semua itu benar benar terjadi.

Di sini, di tempat ini. Di hadapan mentari, sebuah bukti kekuasaan Allah yang sudah menjadi saksi pertemuan keduanya.

"Hey? Lo?" Zahra kembali tertunduk. Bagaimana ini? Apa yang harus Zahra lakukan. Ia memang sangat merindukan sosok di depannya itu. Ingin sekali di peluknya laki-laki jangkung itu. Namun ia belum siap. Zahra tak pernah menduga semua akan terjadi seperti ini.

THE MUBRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang