24. Bukan Nostalgia

639 38 0
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

-•o•-




















Setelah kegiatan lapor-melapor ke ketua RT tersebut, kafka tak langsung pulang ke rumah Zahra, ia berjalan menuju pantai kecil yang terletak tak jauh dari rumah ketua RT

Kadfka duduk di batang pohon yang sudah tua dan tergeletak di tanah. Angin memang berhembus kencang, namun Ia yang menggunakan celana pendek dan kaos berlapiskan kemeja pendek yang tak di kancingkan tak merasa kedinginan. Suhu di kampung Zahra memang tak terlalu dingin sehingga ia bisa mengenakan apapun

Cuaca sedang bersahabat saat ini, bintang di angkasa menunjukan gemerlap cahayanya. Memang saat ini sedang musim kemarau sehingga jarang sekali ada awan mendung

  Ingatan Kafka kembali ke masa dimana ia di pertemukan dengan Zahra, ia mengingat jelas bagaimana raut wajah ketakutan Zahra. Tubuh gadis itu juga basah kuyup karena air hujan

Kafka juga baru sadar ia tak melihat sosok Aji di rumah keluarga Zahra

"Jadi ini, cowok yang ketahuan berkhalwat sama Zahra?"

Kalimat itu membuyarkan Lamunan Kafka. Di depannya sudah berdiri sosok laki-laki yang saat itu di tampar oleh Zahra di hari pernikahannya, dia Dirga. Malas sekali ia menggubrisnya

"Masih berani, ke kampung ini?" Dirga ikut duduk di batang kayu yang di duduki oleh Kafka, Kafka masih diam dan enggan untuk menjawab pertanyaan tak berbobot dari dirga barusan

Padahal Kafka berfikir bahwa dirinya bisa bersantai sejenak di tempat ini, namun semua itu sirna, Dirga telah mengusik hidupnya

"Mau lo apa sih?" Kali ini Kafka membuka suaranya

"Ya, gue nggak nyangka aja, manusia kayak elo bisa datang ke sini, mengingat apa yang lo lakuin sama Zahra"

Kafka mendecih dan mengeluarkan tawa remehnya "Tau apaan lo? cuma orang yang nggak ber ilmu yang bisa percaya omongan orang lain tanpa mau cari tau fakta"

Kalimat itu membuat raut wajah Dirga jadi datar "Kurang bukti apa lagi? Jelas-jelas elo keluar sambil telanjang dada, dan Zahra yang kondisi pakaiannya udah Kacau begitu"

"Dari awal juga gue udah sadar waktu ngelihat lo sama Zahra. Otak lo udang ternyata" cibir Kafka

Wajah Dirga merah padam saat mendengar kalimat Kafka barusan. Untungnya ia masih bisa menahannya saat ini

"Kafka?" Panggilan itu membuat dua laki-laki yang sedang ber adu omongan itu menoleh kebelakang, keduanya mendapati sosok Zahra yang berdiri dengan gamis berwarna cream serta khimar dengan warna senada

Dirga terpukau saat ini. Ia terkejut melihat penampilan Zahra yang berubah. Gadis itu terlihat semakin cantik di mata Dirga. Baju lusuh yang dulu biasa Zahra gunakan telah berganti dengan gamis yang lebih bagus. Gamis itu adalah gamis yang Zahra beli dengan uang dari Kafka

Terbesit penyesalan di hati Dirga karena bukan dirinya yang jadi pendamping hidup seorang Zahra Aryani

Zahra yang berdiri jadi terdiam saat melihat Kafka yang ternyata sedang bersama Dirga, sosok laki-laki yang menjadi pengisi do'anya di masa lalu, laki-laki yang memberi cahaya kebahagiaan, serta laki-laki yang sudah melamarnya kala itu

Zahra membuang pandangannya, ia takut malah menjadi Zina mata. Initinya, saat ini ia sudah melupakan perasaannya pada sosok Dirga

"Ini udah malam, kamu nggak mau pulang?" Tanya Zahra pada Kafka

THE MUBRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang