47. Masih Kafka's part

846 45 4
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

-•o•-

"Kafka?" Lirih seorang wanita yang kini berada di hadapan Kafka.

Perasaan bahagia tentunya bergejolak di dalam diri Kafka, ia tau siapa wanita dengan wajah tertutup cadar itu.

"Zahra ya?" Tanyanya basa basi. Tidak mungkin jika ia langsung ke intinya, bisa bisa Zahra menganggapnya agresif.

Karena kejadian menemukan kucing itu, Kafka jadi punya alasan untuk selalu datang ke toko Zahra.

"Kenapa nggak suruh mba Nadya aja sih?"

"Gue mau ketemu sama kucing kemarin kok" selalu seperti itu jawaban yang kafka beri saat ia merasa di interogasi oleh Zahra.

Baginya Zahra sangat lucu, kebanyakan para pengusaha mau apa yang di ciptakannya laris di pasaran, namun gadis itu sepertinya menginginkan dia cepat pergi dari tokonya dan tak perlu membeli kue setiap hari.

"Bapak bisa diabetes kalo setiap hari makan kue yang manis"

"Ya udah, kalo gitu lo bikinin kue yang asin, biar gue nggak diabetes"

Seperti itulah percakapan keduanya. Selalu berselisih paham saat bertemu.

Setelah kesekian kali Kafka datang ke toko, akhirnya ia memberanikan diri untuk mengajak Zahra jalan, ajaibnya tak ada penolakan dari Zahra walaupun Zahra sempat mempertanyakan keadaan istrinya. Lucu sekali, entah mengapa Kafka merasa sangat gemas pada perempuan itu saat membicarakan tentang istrinya.

Keduanya sama sama bernama Zahra. Malahan Kafka sangat berharap bahwa wanita bercadar di hadapannya itu adalah istrinya yang hilang. Memang benar, tapi Kafka merasa itu tidak mungkin. Lagipula istrinya sudah tak ada kabar sejak dua tahun terakhir.

Kafka merasa sangat senang saat dirinya bisa menghabiskan waktu bersama Zahra. Kafka juga merasa bingung saat dirinya mrngajak Zahra untuk menunaikan sholat maghrib, gadis itu terlihat sangat terkejut.

Padahal Kafka sudah sangat antusias untuk mengantar Zahra pulang sampai kedepan pintu rumahnya, namun ternyata gadis itu meminta untuk di turunkan di depan komplek, walaupun terjadi sedikit percekcokan, akhirnya Kafka setuju karena ia juga tak mau Zahra di anggap prrempuan murahan oleh tetangganya karena pulang di antar oleh laki-laki asing.

Setelah mengantar Zahra sampai depan komplek, Kafka melanjutkan perjalananya untuk pulang ke rumah, namun di pertengahan jalan ia mendapat panggilan dari nomer yang tidak di kenal.

"Halo" ujar Kafka saat mengangkat panggilan itu.

"..."

'Deg'

Memang terkesan lebai, namun apa yang di dengarnya barusan memang membuat waktu Kafka serasa berhenti.

"Elo?"

"..."

Seyum terukir di wajah Kafka, suara itu memang benar-benar milik seseorang yang sangat ia rindukan dan selalu ia cari keberadaannya.

THE MUBRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang