45. Saya Sudah Menikah

895 51 7
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

-•o•-

Dentingan sendok dan garpu memecah keheningan malam. Biasanya meja makan itu diisi dengan canda serta gelak tawa, namun malam ini semuanya berbeda dan terkesan lebih serius.

Dua keluarga yang baru pertama kali bertemu memang membuat anggotanya jadi canggung.

Zahra memandangi makanan yang ada di piringnya, tumis kacang serta cumi goreng yang sangat ia sukai juga belum tersentuh sama sekali. Sungguh, ia sangat tidak memiliki nafsu makan saat ini.

Zahra hanya di beri waktu berfikir selama setengah jam, biasanya kedua orangtuanya itu tak pernah memberinya kabar secara mendadak. Zahra tau, kedua orangtuanya tidak segera memberi tahu Zahra karena kabar itu memang kurang mengenakkan bagi anak perempuannya.

Dengan susah payah akhirnya Zahra berhasil menghabiskan makanan yang ada di piringnya. Bagaimanapun juga, makanan adalah rezeki dari Allah Swt. Zahra pantang untuk menyia-nyiakan rezeki, bagaimana jika Allah murka saat ia menyia-nyiakan pemberiannya? Tentu saja ia tak mau hal itu terjadi.

"Jadi gimana kalo kami langsung ke intinya aja?" Tanya pria paruh baya bernama Yudha.

Zahra sedikit mendongak, ia tau kemana arah pembicaraan pria itu, rasanya ingin ia berlari dan keluar dari rumah tersebut, namun tak boleh lari dari masalah dan melupakan tanggung jawab, semua itu harus di hadapi Zahra dengan hati yang lapang, walau sangat berat. Dan belum sempat ia melihat ke depan, ditundukkan lagi kepalannya, entah mengapa Zahra merasa sangat takut.

"Jadi gini, Ra. Kamu pasti sudah tau maksud dari kedatangan kami di sini. Kamu mau mengkhitbah kamu untuk anak kami"

Air sudah menggenang di pelupuk mata Zahra, ia tak kuasa menahan tangis pilunya. Zahra mengakui bahwa dirinya lemah dan selalu saja cengeng.

"Bismillah" seorang laki-laki seumuran dengan Zahra akhirnya membuka suara setelah sekian lama berdiam diri "Saya Bayu Dwi Prayudha, saya lihat sepertinya di umur kita yang sekarang sudah pantas untuk menikah. Apa kamu mau jadi istri saya?"

Bayu Dwi Prayudha, nama itu, Zahra pernah mendengarnya. Nama itu terdengar sangat tak asing baginya. Zahra sangat yakin dan tak salah dengan ingatannya.

Karena ia dibuat penasaran, maka di dongakkanlah kepalanya. dan..

'Jleb'

Sudah dikatakan bahwa Zahra tak merasa salah dengan ingatannya, ia pernah mendengar nama itu di suatu tempat, dan benar saja. Wajah yang Zahra rasa tak asing baginya memanglah sangat tak asing.

Bayu Dwi Prayudha, sosok laki-laki yang pernah hadir di hidupnya sebagai sahabat dari suaminya, laki-laki yang dulunya berpenampilan urak-urakan, namun lihatlah perubahan yang ada padanya. laki-laki itu sangat rapi saat ini.

Apa lagi ini? masalah yang datang pada Zahra sangat banyak. Masalah hubungannya dengan Kafka saja belum menunjukkan jalan pintas, lalu sekarang ia kembali diuji dengan lamaran dari sahabat suaminya sendiri.

Semua orang tampak memperhatikan Zahra, mereka menunggu jawaban yang akan dikeluarkan oleh Zahra.

"Kenapa anda ngelamar saya? apa alasnnya?" pertanyaan itu tentunya ditujukan Zahra pada bayu. Lalu pandangan Zahra beralih pada Leo. Kakaknya itu tampak tenang-tenang saja walau terbesit rasa bersalah karena tidak memberitaukan hal ini pada Zahra

Bayu menarik nafasnya untuk merilekskan dirinya "Saya yakin, kamu pasti ingat sama saya" Bayu memberi jeda sejenak pada omongannya "Tiga tahun lalu, saya pertama kali lihat kamu jalan sama Leo di koridor sekolah. Kayak yang kamu tau, saya ini brandal, tapi insyaallah saya saya bakal berusaha untuk Istiqomah. Saya sering lihat kamu sejak hari itu, apalagi waktu kafka marahin kamu di lapangan basket, saya nggak tega sebenarnya, tapi saya bukan siapa siapa kamu dan Kafka juga nggak suka di atur. Terakhir saya lihat kamu itu di prom. Waktu itu kamu pulang di antar sama cowo, saya nggak tau namanya, yang jelas sejak saat itu saya sudah suka sama kamu dan bertekad untuk jadi lebih ba..."

"Berarti hijrah anda cuma karena saya?" sela Zahra. Pertanyaannya itu membuat semua orang mengeluarkan ekspresi kaget.

"Ra" Tegur tuan Pradipta karena ia ia merasa pertanyaan itu terlalu menyinggung pihak laki-laki.

Bayu tersenyum singkat, ia sangat memaklumi tanggaapan Zahra karena hal itu memang benar adanya "Ya, awalnya memang begitu. Tapi ustad yang mengajar saya di pondok bilang kalo saya nggak boleh berhijrah cuma karena seorang perempuan, saya harus hijrah karena Allah. Di situ saya mulai sadar dan ngerubah semua pemikiran saya. kayak yang sudah kamu lihat, saya beranikan diri untuk datang kesini karena menurut saya waktunya sudah tepat. Soal gaya bicara saya, saya memang putuskan untuk lebih sopan"

Zahra menghela nafasnya, dari jawaban Bayu tadi, ia tak menemukan celah kebohongan dan tak ada lagi alasan bagi Zahra untuk menolak. Sebenarnya Zahra bisa saja meminta waktu untuk berpikir, namun semua itu hanya akan membuat keluarga Bayu menunggu dengan sia-sia.

"Sebelumnya Zahra minta maaf" ujar Zahra memberanikan diri "Yang semua orang tau, saya masih sendiri. Tapi semua orang harus tau kalo fakta itu salah besar"

Kalimat itu membuat Bayu beserta kedua orangtuanya jadi bingung. mereka sangat tidak faham dengan apa yang dimaksudkan oleh Zahra.

"Maksud anak Zahra apa ya?" Tanya Hafsa, ibu Bayu.

"Saya sudah menikah"

"HAH!" Hafsa dan Yudha tersentak, sementara itu Bayu diam terpaku di tempat duduknya.

"Tapi kapan.."

"Tiga tahun lalu" potong Zahra "Waktu itu Zahra memang masih SMA. Ada satu hal yang bikin Zahra harus menikah"

"Kenapa nggak bilang dari awal?!" Hafsa mulai menaikkan volume suaranya. Ia merasa telah ditipu oleh Zahra. Ibu mana yang mau anaknya melamar wanita yang sudah menikah.

"Ma" tegur Bayu.

Tuan Pradipta menghela nafasnya sebelum angkat bicara "Maaf, ini salah kami. Seharusnya kami kasih tau ini dari awal, bukannya malah bikin keadaan jadi tambah susah"

Bayu menggeleng "Nggak papa om, saya faham kok" Hafsa dan tuan Prayuda langsung menatap bayu dengan tatapan yang tak dimengerti.

"Kalo saya boleh tau, apa sekarang kamu masih jadi istri laki-laki itu?" Zahra terdiam. Semua isi kepalanya hanyalah Kafka, kafka, dan Kafka. Tentu saja Zahra masih istri Kafka

Zahra menunduk "Zahra masih istri dari laki-laki itu"

Saat kembali mendongak, pandangan Zahra langsung terfokus pada satu titik, di sana, sosok laki-laki berdiri di ruang tengah dengan menatapnya.

Bibir Zahra langsung bergetar hebat, air matanya semakin mengalir deras, apa yang dilihatnya membuat rasa bersalahnya semakin besar.

Kini semua pasang mata tertuju pada sosok laki-laki itu. Mereka semua menatap laki-laki itu dengan penuh tanda tanya, kecuali Leo. Leo masih tampak tenang, sama seperti tadi.

"Kafka?" Ujar Bayu yang sudah berdiri dari tempatnya.

Ya, laki-laki yang berdiri di ruang tengah itu adalah Kafka, Kafka yang merupakan suami Zahra.

Bayu melemparkan senyuman pada Kafka seakan tak terjadi apapun di dalam acara lamarannya dan malah menghampiri kafka, ia merasa sangat rindu pada sahabatnya itu. Dipeluknya kafka seperti laki-laki pada umumnya, namun Kafka yang dipeluk masih diam tak bergeming.

"Kok lo tau sih gue di sini?" Tanya Bayu, ia tak mau terlihat menyedihkan di depan Kafka walaupun perasaan hatinya benar-benar sedang kacau.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Kafka datar, namun matanya masih terus memandang ke arah Zahra.

Bayu tersenyum singkat "Gue lagi berusaha buat jalanin perintah Allah, tapi ternyata waktunya belum tepat"

Tak ada respon lagi dari Kafka, tatapannya masih sama seperti tadi, menatap tajam ke arah Zahra, namun bedanya tatapan yang saat ini penuh dengan amarah.





Assalamualaikum para readersku yang tersayang...
Aku balik lagi, hehehe..
Aku tu udah gemes banget pengen nulis part ini, dan akhirnya ketulis juga.
Aku jadi terharu kan..

Sampai di part ini, kira kira makin aneh nggak sih? Aku ngerasa part ini udah aneh banget T_T

Maaf banget kalo nggak sesuai harapan kalian :)
Wassalamualaikum...

THE MUBRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang