بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
-•o•-
إ
ِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍجَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
"Jika seorang manusia mati, maka terputuslah darinya semua amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya."
HR. Muslim no. 1631-
Zahra berdiri di depan cermin besar. Ia mengamati setiap inchi tubuhnya. Ia terlihat sangat berbeda. Pakaian putih abu-abu yang biasa ia kenakan kini berganti logo dengan logo SMA Prima Bangsa dan tentunya warna seragam zahra pun berubah menjadi berwarna putih dengan rok panjang berwarna cokelat tua
SMA swasta. Bahkan menyebut namanya saja membuat Zahra takut, ia tau biaya sekolah swasta di kota sangatlah tinggi. Apalagi di kota besar seperti tempat ia tinggal, susah pasti biayanya sangat besar. Zahra kini berfikir, bagaimana bisa dengan mudahnya Kafka memasukkannya ke SMA tersebut. Padahal Zahra sudah bilang bahwa ia ingin masuk di SMA negeri saja agar biayanya tak terlalu tinggi
Namun Kafka menolak karena menurut Kafka, akan lebih susah mengurus pendaftaran Zahra di sekolah yang berbeda dengannya. Jika di SMA nya, Kafka bisa langsung meminta bantuan pada staf TU dengan mudah
Zahra tau, penampilannya akan berbeda dengan penampilan teman-teman barunya nanti, zahra sudah melihat foto-foto kafka bersama teman sekelasnya. Bahkan tak ada satupun dari mereka yang berhijab
Zahra menarik nafasnya lalu menghembuskannya dengan perlahan untuk menetralisir rasa gugup. Pasalnya ia baru pertama kali akan merasakan jadi murid pindahan
Zahra keluar dari kamarnya dengan menggendong tas kanken berwarna merah muda dengan aksen biru muda di beberapa bagian. Sebenarnya Zahra kurang menyukai tas tersebut karena warnanya terlalu feminim untuk dirinya. Tapi tas itu merupakan pemberian dari Kafka. Maka ia harus menghargainya
Di ruang makan, Kafka tengah menyantap roti selai kacang yang memang sudah di siapkan oleh Zahra. Senyum tipis di bibir Zahra, hatinya menghangat saat menyaksikan dengan lahapnya Kafka memakan sarapan yang ia siapkan
"Nih!" Ujar Kafka menyodorkan dua buah kartu berwarna hitam kepada Zahra saat gadis itu tengah memposisikan diri di hadapan meja makan
Zahra mengernyit kebingungan. Di lihatnya kartu tersebut. Ia tau apa itu, itu merupakan kartu kredit dan juga kartu debit "Lo pake, buat kebutuhan lo" Zahra bingung. Ia bahkan tak tau cara mengoperasikan kartu tersebut
Zahra pun menggeleng "Kenapa? Lo nggak mau? Atau mau lebih dari satu? Gue rasa, kebutuhan lo nggak banyak banget, dan dua kartu itu lebih dari cukup" Zahra makin dibuat bingung dengan pertanyaan Kafka
" Zahra nggak mau kartu, cukup zahra dapat tempat tinggal dan di kasih makan di sini aja udah cukup kok" ujarnya. Kafka tertawa renyah
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MUBRAM
Fiksi RemajaHidup bukan hanya tentang bagaimana cara kita mencari suatu kebahagiaan. Hidup merupakan bagaimana kita singgah dan menerima titipan dari Allah dengan baik di dunia yang fana ini Apa yang di rasa baik, belum tentu baik untuk kita dan apa yang dirasa...