بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
-•o•-
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan ;
لَا أَعُدُّهُ كَاذِبًا، الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، يَقُولُ: الْقَوْلَ وَلَا يُرِيدُ بِهِ إِلَّا الْإِصْلَاحَ، وَالرَّجُلُ يَقُولُ: فِي الْحَرْبِ، وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ امْرَأَتَهُ، وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا
“Tidaklah termasuk bohong:
(1) Jika seseorang berbohong untuk mendamaikan di antara manusia, dia mengatakan suatu perkataan yang tidaklah dia maksudkan kecuali hanya untuk mengadakan perdamaian
(2) Seseorang yang berkata bohong ketika dalam peperangan
(3) Seorang suami yang berkata kepada istri dan istri yang berkata kepada suami.”Saat ini hanya ada keheningan yang tercipta di ruang makan, semua saling tatap-menatap satu sama lain.
Suasana sangatlah canggung, bahkan Bayu yang awalnya menyambut Kafka dengan suka cita juga malah menjadi canggung sendiri.
Bayangkan saja, ternyata ia melamar seorang wanita yang sudah menikah, dan parahnya wanita itu adalah istri Kafka.
"Kenapa jadi kayak begini? Saya butuh penjelasan" kali ini Hafsa yang membuka suaranya karena merasa suasana ini terlalu membuatnya jadi ingin segera mengakhiri semuanya.
"Di sini saya yang salah" semua mata langsung tertuju pada sumber suara, siapa lagi jika bukan Kafka, untuk pertama kalinya Kafka tertunduk di hadapan banyak orang.
Biasanya Kafka selalu menunjukkan sifat angkuhnya, namun apa yang terjadi hari ini membuat dirinya jadi berbeda.
Zahra menggeleng, ia tak terima mendengar pernyataan Kafka, ia merasa bahwa dirinya lah yang salah karena malam itu datang ke villa milik Kafka. Andai saja... Ah, tidak boleh. Zahra tak boleh menyesali apa yang sudah terjadi.
"Zahra yang salah. Malam itu..."
Zahra menceritakan semua kejadian yang terjadi padanya dan Kafka. Kejadian yang telah mengubah kehidupannya dengan Kafka.
"Nggak masuk akal" cibir Hafsa.
"Tante boleh bilang itu nggak masuk akal, tapi memang itu adanya" pungkas Kafka.
"Terus kalian mau lanjut?" Tanya Bayu.
Entah Kafka maupun Zahra, tak ada satupun dari mereka yang menjawab pertanyaan itu. Keduanya juga berada dalam keadaan sangat kacau. Zahra merasa berdosa karena telah membohongi Kafka, sementara itu Kafka juga merasa bersalah karena telah mengusir Zahra dari rumahnya tapi di sisi lain ia juga marah karena selama ini telah dibohongi oleh Zahra.
Bayu tersenyum "Nggak ada alasan kan buat kalian pisah?"
"Lo nggak usah ikut campur masalah gue!" Sakras Kafka. Sifat tempramennya kembali lagi, padahal beberapa waktu ini sifat kasarnya itu sudah tidak muncul lagi, tapi kali ini, sudahlah .
"Bisa tenang nggak sih lo?!" Tegur Leo.
Kafka menghela nafasnya, ia sudah kelepasan di depan orang yang lebih tua darinya. Tanpa banyak kata-kata, ia langsung pergi.
***
Zahra hanya bisa menangis dalam sujudnya, apa yang terjadi membuatnya semakin rapuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE MUBRAM
Teen FictionHidup bukan hanya tentang bagaimana cara kita mencari suatu kebahagiaan. Hidup merupakan bagaimana kita singgah dan menerima titipan dari Allah dengan baik di dunia yang fana ini Apa yang di rasa baik, belum tentu baik untuk kita dan apa yang dirasa...