44. Sebuah Lamaran

694 45 6
                                    

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم

-•o•-






"Kenapa lo senyum senyum sendiri gitu?"

Langkah kaki Zahra terhenti, tentu saja Leo pasti bertanya karena Zahra masuk dengan perasaan hati yang nggembira, walaupun wajahnya tertutup cadar, namun Leo dapat melihatnya dari ekor mata gadis itu.

Zahra menggeleng, ia tak mau menceritakan apa yang terjadi padanya dan Kafka, apa yang terjadi hari ini memang mampu membuatnya merasa jadi wanita paling berharga di dunia.

"Ma, anak mama gila tu!" Pekik Leo dengan mulut seperti toa.

"Apaan sih!" Geram Zahra. Kakaknya itu memang tidak bisa diam saat melihat Zahra, selalu saja mengganggu apapun yang Zahra lakukan.

"Bisa nggak sih, sehari aja nggak usah teriak!" Ratna datang dengan memakai daster serta sebuah sutil yang ada di tangannya.

Begitulah rutinitas Ratna, di luar rumah pakaiannya memang modis, namun jika sudah bertemu dengan dapur maka tak ada kata ampun lagi di hidupnya.

"Tau tu Kak Leo suka banget ganggu Zahra!" Ujar Zahra memanaskan suasana.

Ratna langsung mengeluarkan tatapan tajamnya pada Leo yang masih duduk bersandar di sofa "Kamu apain anak mama?"

"Enggak Leo apa-apain kok" elak Leo.

"Terus kenapa kamu bilang dia gila?" Leo hanya bisa menjawabnya dengan cengiran sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal itu.

Kali ini Ratna beralih pada Zahra dan membawa gadis itu ke dapur.

"Ra, mama mau ngomong serius sama kamu" ujar Ratna setelah keduanya duduk berhadapan di kursi meja makan.

"Kenapa ma?"

"Gimana kehidupan kamu yang sekarang? Kamu seneng? Kamu bahagia?"

Zahra menautkan kedua alisnya "Bahagia kok ma, apalagi sejak zahra tau kalo mama itu ibu kandungnya Zahra, walaupun awalnya kaget sih, tapi Zahra seneng banget bisa jadi anggota keluarga ini. Apalagi karena mama sama papa, Zahra bisa punya toko kue sendiri"

Ratna tersenyum miris. Rasanya sangat sakit bagi dirinya melihat Zahra berkata seperti itu, bukan itu jawaban yang ia harapkan.

"Bukan itu maksud mama, Ra. Ini tentang kehidupan kamu tanpa Kafka. Kamu bahagia?"

Ayolah, Zahra bingung menjawab apa. Jika ia jawab tidak, maka ia akan membuat mamanya itu kefikiran sehingga dirinya akan merepotkan keluarga Pradipta.

Jika Zahra menjawab Zahra bahagia, maka ia berbohong 'lagi' sudah cukup ia membohongi dirinya sendiri.

Zahra hanya bisa diam tanpa jawaban "Kemarin, ada yang datang ke sini Ra"

Zahra mendongak, siapa yang datang? Apakah Kafka? Bagaimana bisa laki-laki itu tau alamatnya? Ataukah laki-laki itu hendak menemui Leo?

"Mama nggak tau, apa udah tepat mama gomongin ini sama kamu, tapi kamu juga harus tau, karena ini menyangkut hidup kamu"

Bingung, hanya itu yang beradu di fikiran Zahra saat ini.

"Ada laki-laki yang datang, orangnya baik, mapan, soleh, sopan juga sama mama sama papa. Dia datang atas nama kamu Ra"

Zahra menautkan kedua alisnya "Datang atas nama Zahra?"

Ratna mengangguk "Laki-laki itu ngelamar kamu"

THE MUBRAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang