Arsya membuka pintu kamar Kinzy pelan dan menemukan Kinzy masih dalam posisinya semalam, tanpa bergeser sedikitpun.
Arsya berlutut di depan Kinzy dan menggenggam erat tangannya, menatap wajah Kinzy yang memucat, menatap mata Kinzy yang masih saja kosong bahkan sekarang matanya dibingkai lingkaran hitam panda. Dia tidak yakin kalau Kinzy tidur semalam.
"Zy, kita makan di luar yuk." Ajak Arsya.
"Terserah Kinzy mau makan di mana aja, makan apa aja sepuas Kinzy, oke?"
Arsya menatap Kinzy yang masih mematung. Tidak ada perbedaan raut Kinzy sedikitpun.
"Abis makan ntar kita beli es krim, beli coklat, beli boneka kucing lagi yang banyak, yuk kita jalan sekarang!" Ajak Arsya lagi dengan wajah ceria tapi itu tidak berhasil mengubah raut wajah Kinzy.
Raut wajah Arsya berubah sayu, dia pindah duduk di samping Kinzy dan mengusap rambutnya lembut, "Zy, plis, jangan kayak gini.... Setidaknya ngomong sama abang apa yang Kinzy rasain.... Jangan diem kayak gini, abang bingung Zy...."
Arsya menarik Kinzy ke dalam pelukannya. Kinzy tidak memberontak tidak juga membalas, dia tetap diam.
Tanpa sadar sebuah bulir air mata jatuh dari mata Arsya.
Bun, yah, kenapa kalian tinggalin Arsya sama Kinzy...?
***
Arsya mondar-mandir di depan pintu rumahnya. Kenapa orang yang ditunggunya tak juga datang?! Berkali-kali dia mengacak rambutnya frustasi.
Dia mengambil HPnya kemudian mencari sebuah kontak yang sejak kemarin berusaha dihubunginya. Namun setelah ditemukan yang didengarnya hanyalah suara tut... tut....
Arsya mencoba lagi namun kali ini justru suara operator lah lah mendarat di indra pendengarannya.
HP ditangan Arsya berpindah ke saku. Tangannya yang terkepal kuat segera mendarat di dinding berkali-kali, begitu juga dengan kakinya yang tidak absen dari aksi penendangan. Dinding di depannya menjadi sasaran empuk kekalutan Arsya.
Tak lama kemudian, dua buah motor sport berhenti di depan rumahnya dengan membawa masing-masing satu penumpang.
Chaca dan Ririn turun dari jok belakang dan langsung menemui Arsya.
"Kak, kenapa manggil kita kesini?" tanya Ririn.
"Kalian ke kamar Kinzy ya sekarang, bujukin dia supaya mau makan atau setidaknya dengan adanya kalian Kinzy bisa ngeluarin unek-uneknya." Ucap Arsya dingin.
"Emang Kinzy kenapa kak?" tanya Chaca.
"Kalian liat aja sendiri. Kamar Kinzy ada di lantai dua dekat tangga, pintunya juga masih terbuka, kalian masuk aja."
Ririn dan Chaca mengangguk kemudian berlari memasuki rumah untuk menemui Kinzy.
Dion dan Lian mendekati Arsya, merekalah yang membawa Chaca dan Ririn ke sana.
"Lo kenapa? Kinzy kenapa?" tanya Dimas.
"Aarrgghhh!!!"
Bukannya menjawab pertanyaan Dimas, Arsya malah mengerang frustasi sambil menonjok dinding rumahnya menimbulkan bercak merah di buku-buku jarinya.
"Gue bingung! Gue takut Kinzy kenapa-napa! Dia cuma diem dari kemaren! Tatapannya kosong!! Gue nggak tau lagi harus ngapain...."
Lian menepuk bahu Arsya, "lo harus tenang. Kalo lo kayak gini gimana Kinzy?"
Arsya mendudukkan dirinya di kursi kayu dengan kasar kemudian meletakkan HPnya ke meja dengan kasar pula.
"Kenapa lo nggak bawa Kenzo kesini?" usul Dimas.
Arsya menonjok meja di depannya, "itu dia!! Kenzo nggak bisa dihubungin dari kemaren!!
"Kemana si dia?!!" tanya Arsya yang membuat Dimas dan Lian hanya bisa mengedikkan bahu tanda tidak tahu.
Di kamar Kinzy, Chaca dan Ririn masih membujuk Kinzy tapi sama sekali tidak digubris oleh Kinzy.
"Zy, kita makan yuk di luar, ada cafe baru buka lho katanya sih makanannya enak " Ajak Chaca.
"Atau lo pengen gue masakin? Gini-gini gue jago masak lho." Sambung Ririn.
Kinzy masih diam membeku ditempatnya dengan Mimi yang masih setia dipelukannya.
"Atau kita nonton drakor yuk! Gue ada recommend drakor yang bagus banget." Ajak Chaca.
"Mm, atau kita jalan-jalan aja ke taman, mau nggak?" Sambung Ririn.
"Gue beliin es krim deh yang banyak!"
Raut wajah Kinzy tidak berubah sedikitpun membuat Chaca dan Ririn bingung sekaligus khawatir.
"OMG hellow. Zy, lo kenapa si? Jangan diem mulu kayak gini."
"Iya Zy, lo bisa cerita apa aja sama kita. Ceritain apa yang lo rasain sekarang, kita siap kok jadi pendengar yang baik."
"Hooh Zy, kalo ada masalah ceritain aja, curhat ke kita."
***
Arsya kembali ke kamar dengan raut wajah yang bertambah lesu, rambutnya bahkan sudah acak-acakan. Dia tidak tau lagi apa yang harus dia lakukan untuk mengembalikan Kinzy.
Arsya berdiri dengan tubuh bersandar dinding tepat didepan Kinzy. Kepalanya dia ketuk-ketukkan berkali-kali ke belakang.
"Zy, plis, jangan kayak gini terus. Kinzy nggak kasihan sama abang...?"
Arsya menarik napasnya dalam-dalam melihat Kinzy yang masih belum menunjukkan sedikitpun reaksi.
"Kinzy satu-satunya orang yang abang punya sekarang, jangan buat abang merasa kesepian kayak gini. Abang tau apa yang Kinzy rasain, tapi...." Ucapan Arsya terhenti bersamaan dengan matanya yang terpejam, tenggorokannya terasa tercekat.
"Zy, Kinzy tanggung jawab abang sepenuhnya sekarang. Abang... abang ngerasa nggak becus jadi abang Kinzy... abang ngerasa gagal jadi abang yang baik buat Kinzy... abang nggak bisa ngembaliin Kinzy kayak dulu...."
Tangan Arsya terkepal kemudian dia ketukkan secara kasar ke keningnya sendiri. Hatinya sakit melihat Kinzy yang berubah seperti ini. Dia lebih memilih Kinzy yang berisik, cerewet, banyak omong, polos, bego, childish, daripada harus melihat Kinzy yang diam bagai patung.
"Abang gagal...."
"Maaf...."
***
"Orang tuanya meninggal." Ucap seorang laki-laki berjaket hitam yang menutupi kepala sampai keningnya.
Orang didepannya yang menggunakan baju berjubah hitam selutut dengan kepala yang tertutupi sampai kening dan juga masker bergambar tengkorak yang menutupi mulut dan hidungnya hanya tersenyum miring dibalik maskernya.
"Ada keluarga lain?"
"Nggak, tinggal abangnya yang over protektif sama dia."
"Bagus, semakin mudah buat ngancurin mereka."
Seorang laki-laki dengan rambut pendek berwarna coklat dan tato yang berada disekitar mata kirinya memasuki ruangan tempat kedua manusia unknown itu berada.
"Kenapa nggak kita bunuh aja?" Tanyanya.
"Jangan! Kalo dia mati, permainan kita nggak akan seru." Jawab manusia berjubah tersebut sambil kembali tersenyum miring dibalik maskernya.
***
Tbc...Arsya kasihan😔
Btw, ada yang bisa nebak nggak sih kemana Kenzo pergi?
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
K [✔]
Jugendliteratur"Kenzo! Cepet, cipokan itu apa? Kinzy mau cipokan sama Kenzo!" "Lo beneran mau?" Kinzy mengangguk semangat. "Oke, tapi ntar ya kalo lo udah gede," ucap Kenzo sambil mengacak-acak rambut Kinzy. "Kenzo!!!" Sebuah pertemuan tak terduganya dengan Kenzo...