26. Meninggal

35.3K 2.3K 185
                                    

Prang!!

Kinzy yang tengah bermain barbie bersama Mimi sontak saja terkejut mendengar suara tersebut.

"Mi, itu suara apa ya?" Tanyanya pada  Mimi.

Kinzy berlari turun kebawah dan menemukan bunda yang tengah menangis di pelukan Arsya. Di samping mereka berdiri terdapat pecahan vas bunga, benda itulah yang terjatuh dan menimbulkan bunyi.

"Bunda kenapa bun?" Tanya Arsya panik sambil terus memegangi bundanya yang lemas dengan terus menangis.

"Ar, ayah-ayah kecelakaan."

Bagai disambar petir di siang bolong, Arsya sangat terkejut mendengar hal itu bahkan pegangannya pada bunda mulai melemah dan menyebabakan mereka berdua oleng namun kembali distabilkan oleh Arsya.

Begitu juga dengan Kinzy yang langsung memegangi pegangan anak tangga sambil terus memegang Mimi.

"Ar, anterin bunda ke rumah sakit sekarang." Ucap bunda lemah.

Arsya mengangguk dan mengambil kunci mobil di laci.

"Bang, Kinzy ikut!" Seru Kinzy sambil berlari mendekati Arsya.

Arsya membalikkan badan dan mengelus rambut Kinzy, "Kinzy di rumah aja ya." Bujuk Arsya.

"Enggak! Kinzy ikut!"

"Ar, ayo." Sela bunda.

"Oke. Kinzy ikut, tadi jangan macem-macem." Ucap Arsya yang mengingat kembali Kinzy yang dibawa ke rumah sakit malah berlarian gak jelas di Koridor.

Kinzy menganggu semangat. Mereka pun akhirnya masuk ke mobil dan pergi menuju rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menuju IGD  bersamaan dengan keluarnya seorang dokter dengan membawa kabar yang sangat mengejutkan.

"Kami sudah berusaha semampu kami, tapi Tuhan berkehendak lain."

Seketika tangis bunda pecah. Dia berlari masuk menemui suaminya disusul oleh Arsya dan Kinzy.

Bunda membuka kain yang menutup wajah suaminya yang sudah tidak bernyawa lagi kemudian menangis histeris.

Arsya mendekati ayahnya dengan lemas dan wajah yang sangat kusut, masih tidak menyangka dengan apa yang terjadi, "ayah... bangun yah... jangan tinggalin kita...." Lirih Arsya tepat di depan ayahnya.

Kinzy sendiri hanya bisa diam mematung sambil memeluk Mimi erat. Tidak ada air mata yang mengalir hanya tatapan kosong dari matanya.

"Argh!"

Tiba-tiba saja, bunda mengerang kesakitan sambil memegang dada kirinya membuat Arsya semakin panik dan berteriak histeris memanggil dokter.

Beberapa menit kemudian, kabar duka kembali menyelimuti Arsya dan Kinzy saat mereka kehilangan bunda untuk selamanya.

Arsya mengamuk. Dia memukuli dinding sambil berteriak histeris bersama dengan air mata yang terus luruh, "aaarrrggghhhh!!!!!"

Buku-buku jarinya berdarah, tapi itu tidak ada artinya lagi untuk Arsya. Melihat kedua orang tuanya pergi secara bersamaan, hatinya teriris.

Tubuhnya luruh. Dia terduduk sambil terus berteriak histeris. Memukul menendang apapun di sekitarnya.

Kinzy? Dia perlahan membuka kain yang menutupi wajah bunda. Menatap wajah orang yang telah melahirkannya yang telah memucat.

Dia memeluk Mimi semakin erat. Tidak ada air mata di sana hanya ada tatapan kosong, kosong tanpa ada nyawa di sana.

Kinzy berjalan mendekati Arsya yang masih terduduk, "bang."

Arsya mendongakkan kepalanya kemudian menarik Kinzy kedalam pelukannya.

***

Para tetangga berdatangan ke rumah Kinzy dengan pakaian serba hitam. Suara alunan ayat suci Al-Qur'an terdengar dari dalam rumah yang terdapat bendera kuning itu.

Kinzy duduk tepat di samping jenazah bundanya sambil memeluk Mimi erat. Tatapannya masih kosong, mulutnya terkunci rapat. Beberapa tetangga mendekati Kinzy dan memeluknya memberikan kekuatan namun Kinzy hanya diam

Arsya sendiri duduk di samping jenazah ayahnya sambil terus membaca surah Yasin sambil sesekali mengelap air matanya yang tanpa sadar menetes.

Chaca dan Ririn datang dan langsung memeluk Kinzy dengan wajah berkaca-kaca.

"Zy, yang sabar ya." Ucap Chaca sambil mengelus rambut Kinzy yang hanya diam mematung.

"Lo pasti bisa lewatin ini semua Zy." Sambung Ririn sambil memeluk Kinzy erat.

Mereka duduk mengapit Kinzy sambil sesekali mengelus punggung Kinzy.

Sama seperti Kinzy, Arsya pun kedatangan sahabatnya, Dimas dan Lian, tanpa Kenzo.

"Yang sabar ya Ar, gue turut berduka cita." Ucao Lian sambil memeluk Arsya.

"Sabar ya, lo bisa lewatin ini semua, gue yakin. Jangan sedih terus, kasihan orang tua lo." Sambung Dimas sambil memeluk Arsya juga.

"Thanks ya udah mau dateng." Jawab Arsya lirih.

"Kita pasti dateng lah Ar." Ucap Dimas.

"Lo nggak perlu berterima kasih sama kita." Sambung Lian.

***

Arsya melangkahkan kaki memasuki kamar Kinzy dan menemukan Kinzy tang tengah duduk di atas tempat tidur sambil terus memeluk Mimi.

Arsya mendekati Kinzy dan mengelus rambut Kinzy lembut.

"Zy, makan dulu yuk, Kinzy belom makan dari siang." Ucap Arsya lembut.

Kinzy hanya menggeleng pelan tanpa mengatakan sepatah katapun, tenggorokannya terasa tercekat. Tatapan matanya pun masih kosong.

Arsya menghela napas panjang. Jujur, dia bingung dengan sikap Kinzy yang seperti ini. Dia kira Kinzy akan menangis histeris seperti almarhumah bundanya tapi ternyata tidak.

Arsya malah semakin khawatir dengan Kinzy yang seperti ini. Dia khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada Kinzy. Apalagi tatapan matanya yang kosong.

***

Tbc...

Pendek? Maaplah

See u

K [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang