77. Triple K

18.2K 1.6K 176
                                    

Kevin mengendarai motornya. Melaju dengan kecepatan sedang dengan Kenzo yang berada di belakangnya. Sesekali kepingan memori kembali terputar di otak Kevin.

Motor Kevin terus melaju. Menghiraukan mentari yang masih berada di atas mereka.

Kenzo menatap sekelilingnya. Jalan yang dilalui Kevin tak asing baginya. Jalan yang sering dia lewati sejak kecil.

Jantung Kenzo berdetak cepat kala motor yang ditumpanginya memasuki sebuah desa. Motornya melaju semakin melambat. Tangan Kenzo terasa dingin.

Motor itu terus melaju melewati sebuah rumah yang dulu pernah Kenzo tinggali bersama kebahagiaannya.

Bayangan masa lalu mulai menghampirinya. Saat dia dan Kenzie bermain di depan rumah. Saat kedua orang tuanya sibuk menunggui mereka bermain. Saat senyum, tawa, canda masih menghiasi wajah mereka. Kenzo tersenyum kecut.

Motor Kevin terus melaju melambat membiarkan Kenzo kembali mengulang memori masa lalunya.

Sebuah lapangan sepak bola mereka lewati. Mata Kenzo mengarah pada lapangan yang telah ramai dengan anak-anak yang tengah bertengkar. Ada bola sepak berada tak jauh dari mereka. Mungkin mereka tengah bertengkar karena ada yang bermain curang. Lagi, memorinya kembali terputar saat Kenzie tengah bertengkar dengan anak yang telah membuatnya terjatuh saat bermain bola. Kenzie yang membelanya saat Kenzo kecil masih lemah.

Motor Kevin terus melaju menghiraukan dada Kenzo yang terasa semakin sesak. Keluar dari desa tempat Kenzo tinggal dulu, mereka memasuki desa yang bersebelahan dengan desa itu.

Kenzo pernah ke tempat itu, saat dia bermain dengan Kenzie dan saat dia mencari Kenzie dan mamanya yang hilang.

Bukannya memilih jalan raya yang lebih mudah dilalui, Kevin malah memilih jalan tikus yang kanan kirinya diisi perumahan dengan bangunan semi permanen yang kotor dan kumuh. Banyak anak kecil berlarian di jalan kecil itu membuat beberapa kali motor Kevin berhenti. Ada juga preman yang terlihat tengah memalak anak kecil, preman yang tengah duduk bersantai dengan rokok di tangannya dan uang serta kartu yang tengah dimainkannya, anak kecil yang terlihat kotor memulung barang di tempat sampah. Kenzo tersenyum miris.

Meninggalkan tempat itu, Kevin melaju di jalan raya. Beberapa menit kemudian, motor Kevin berhenti, tepatnya di depan sebuah tempat pemakaman umum.

Kenzo turun dari motor itu dengan rasa bingung dan heran yang masih terasa di hatinya. Terutama kenapa Kevin membawanya ke tempat masa lalunya? Seperti mengajaknya flashback dengan kehidupan masa kecilnya.

Tanpa mengatakan sepatah katapun, Kevin melangkah memasuki area pemakaman yang langsung disusul oleh Kenzo.

Setelah menyusuri beberapa gundukan tanah, Kevin berhenti di samping sebuah makam. Dia berjongkok di sana.

Kenzo penasaran. Dia semakin mendekatkan dirinya pada makam tersebut kemudian membaca nisan yang berada di sana.

Tubuhnya terhuyung mundur. Dia menegang sejenak kemudian melemas. Tangannya yang dingin kini gemetaran.

"Assalamu'alaikum ma," ucap Kevin sambil mengusap nisan bertuliskan Risa Maulida. "Maaf Kevin baru bisa tengokin mama lagi."

Mama? Kata itu terulang berkali-kali di otak Kenzo.

Senyum Kevin mengembang. "Tapi kali ini Kevin nggak sendirian ma, Kevin bawa anak mama yang selama ini mama rindukan. Kenzo."

Kevin berdiri menatap Kenzo yang masih terkejut dengan apa yang dilihat dan didengarnya.

Jantung Kenzo berpacu semakin cepat. Tubuhnya melemas. Tubuhnya jatuh terduduk di samping makam itu. Makam mamanya.

"Lo pasti udah nginget lagi semuanya," ucap Kevin.

"Lo tadi bisa liat di mana lo tinggal dan di mana mama sama Kenzie tinggal. Tempat kumuh yang tadi gue lewati. Di sana Kenzie dan mama tinggal."

Kenzo merutuk dalam hati. Bagaimana bisa? Bisa tempatnya dan Kenzie tinggal bersebelahan, tapi kenapa selama ini Kenzo tak pernah menemukan apapun?

Dan tempat itu? Tak terbayang gimana hidup mama dan Kenzie dulu.

Kevin menghirup udara di sekitarnya. "Gue dulu tinggal bareng sama orang tua gue, nggak jauh dari tempat itu. Tapi hidup gue sama nyokap nggak bahagia, bokap selalu kasarin nyokap gue."

Kenzie dan Kenzo telah menyingkap lagi memori masa lalu mereka yang menyakitkan. Dan kini tinggal Kevin yang harus melakukan hal yang sama.

"Tapi mama tiba-tiba pergi, gue nggak tau kenapa. Gue masih bocah yang belum ngerti apa-apa. Gue ngerti Zo apa yang lo rasain. Ditinggal mama tanpa lo tau alasannya."

"Setelah mama pergi, bokap nyuruh gue kerja. Gue kerja di umur gue yang bahkan belum nyampe lima tahun." Kevin tertawa sumbang. "Gue kerja luntang lantung, karena kalo pulang gue nggak bawa duit gue dipukuli bokap, sama kayak mama dulu."

"Tapi nyokap lo nemuin gue. Dia bawa gue pergi dari bokap gue. Dia buat hidup gue lebih bahagia. Dia anggap gue kayak anaknya sendiri. Dan gue juga jadi punya abang. Kenzie."

"Tapi mama Risa sakit, mama Risa sakit dari sebelum gue hidup bareng dia. Gue sama Kenzie berhenti sekolah karena sakit mama yang semakin parah. Mama... mama sakit leukimia, Zo."

Hancur. Air mata Kenzo menetes di atas nisan mamanya.

"Kenzie cari uang buat pengobatan mama. Walau saat masih sekolah, Kenzie juga udah kerja sepulang sekolah buat bantuin mama. Kenzie ngelarang gue ikut bantuin dia kerja, gue disuruh jaga mama di rumah."

"Semakin hari, penyakit mama semakin parah. Mama selalu nyariin lo, mama nangisin lo. Kenzie sendiri terus cari uang, entah apapun caranya. Kenzie pergi pagi pulang malem demi uang yang nggak seberapa, demi menghidupi gue sama mama."

"Gue juga tau, selama nyari uang, Kenzie juga bolak-balik ke rumah lama lo, nyariin lo. Berharap dia bisa bawa lo ketemu mama."

"Tapi semuanya sia-sia, sampai mama meninggal karena tidak pernah ditangani dokter, Kenzie masih belum bisa temuin lo. Kenzie marah, tapi saat itu dia masih berpikiran kalo lo nggak terlibat. Dia masih mau ketemu lo. Dia masih pengen bareng sama lo. Dia terus nyariin lo."

"Gue pikir setelah mama meninggal, Kenzie bakal tinggalin gue sendirian tapi ternyata enggak. Kenzie justru terus besarin gue. Dia nyekolahin gue saat dia sendiri nggak punya uang buat nyekolahin dirinya sendiri. Kenzie abang terbaik yang gue punya."

"Saat Kenzie tau lo udah pindah, dia bawa gue pindah nyusulin lo. Berhari-hari kita nyariin lo tapi kita justru liat lo bahagia sama temen-temen lo. Kenzie marah. Dia pikir lo udah hidup bahagia dan lupain dia, padahal dia sendiri terus nyari lo."

Kenzo menutup wajahnya dengan telapak tangan. Semuanya salah paham. Kenzo tak pernah bahagia. Semua itu palsu. Kenzo tak pernah sekalipun melupakan mamanya dan Kenzie.

"Nggak lama setelah itu, Kenzie tau rumah lo. Dia pergi ke rumah lo dengan harapan semuanya masih bisa diperbaiki. Tapi, dia justru dapet penolakan keras. Itu yang buat dia bener-bener benci sama lo sama bokap lo."

"Gue nggak pernah tau kalo nyokap gue justru orang yang buat keluarga lo menderita. Gue minta maaf, Zo. Gue bener-bener minta maaf," lirih Kevin. Kepalanya tertunduk.

"Tapi gue mohon sama lo, Zo. Jangan pisahin nyokap gue dari bokap lo. Gue mau nyokap gue terus bahagia. Udah cukup nyokap gue menderita, Zo. Gue mohon."

"Gue tau nyokap gue salah tapi plis gue nggak mau liat nyokap gue menderita. Gue ngerti lo pasti benci banget sama nyokap gue tapi plis izinin nyokap gue terus jadi istri bokap lo."

Tangan Kenzo mengusap nisan mamanya. Air matanya menetes. "Ma, ini Kenzo ma."

Tak jauh di belakang mereka, Kenzie melihat semua itu. Matanya menatap lurus dua adiknya yang berada di makam mamanya. Tatapannya meredup.

***

Tbc...

Mau ngomong apa sama tiga cowok itu?

See u

K [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang