40. Doi

21.5K 1.7K 153
                                    

Kinzy menggeliat kecil kala sinar matahari menerpa retina matanya. Matanya mengerjap berkali-kali menatap Arsya yang kini menatapnya setelah membuka gorden jendela yang membuatnya terbangun.

Tanpa mengacuhkan Arsya, Kinzy membalikkan badan memunggungi Arsya kemudian memeluk guling di sampingnya, bersiap kembali melanjutkan mimpinya.

"Kinzy, bangun," ucap Arsya sembari membalikkan badan Kinzy.

"Eung... nanti bang. Kinzy masih ngantuk..., " jawab Kinzy tanpa membuka matanya.

"Kinzy harus sekolah."

Mendengar kata sekolah, Kinzy langsung membuka matanya dan mengubah posisinya menjadi duduk.

"Abang juga sekolah, kan?"

Arsya terdiam. Sedetik kemudian dia membuka mulutnya, "Kinzy cepetan mandi, ntar sarapannya abang yang buatin."

Arsya tersenyum singkat kemudian membalikkan badan hendak meninggalkan Kinzy tapi ditahan oleh Kinzy.

"Abang masih nggak mau sekolah?" tanya Kinzy takut-takut.

Arsya bergeming tanpa membalikkan badannya untuk menatap Kinzy.

Dalam hati, dia membenarkan ucapan Kinzy. Alasannya masih sama. Kenzo.

Pengecut memang. Tapi Arsya hanya nggak mau tersulut emosi jika melihat wajah pembunuh kedua orang tuanya.

Kinzy menghela napas pelan. Diam artinya iya. Dan Kinzy tau apa sebabnya.

"Kenapa abang nggak maafin Kenzo aja? Abang udah hampir seminggu nggak masuk sekolah dan masih marahan sama Kenzo. Abang inget nggak? Kata bunda kita nggak boleh marahan sama orang lain lebih dari tiga hari."

Arsya menyesali hati adiknya yang terlalu baik. Begitu mudahnya dia memaafkan orang yang sudah membuat mereka menjadi yatim piatu. Tapi Arsya? Nggak! Nggak semudah itu baginya.

Kesalahan Kenzo tak bisa dimaafkan. Terlebih Kenzo pernah menjadi temannya. Itu yang membuatnya menjadi lebih sulit. Pengkhianatan Kenzo itu kesalahan fatal.

Apa arti pertemanan mereka selama ini sampai dengan alasan yang nggak realistis, Kenzo tega membunuh kedua orang tuanya. Atau apa selama ini hanya Arsya yang menganggap Kenzo teman sedangkan Kenzo nggak?

"Bang..., " panggil Kinzy lirih.

"Sekolah ya," pinta Kinzy.

"Kinzy mandi, udah siang."

Arsya melepaskan cekalan tangan Kinzy di lengannya kemudian melangkahkan kaki keluar dari kamar Kinzy.

"Gue bukan lo Zy. Nggak segampang itu buat maafin pengkhianat kayak Kenzo," lirih Arsya di depan kamar Kinzy tepat saat tangannya menuntup pintu kamar Kinzy.

Kinzy hanya bisa menghela napas panjang. Arsya terlalu keras kepala.

***

Rumah berlantai dua itu telah bersih karena ulah seorang cowok yang kini tengah berkutik di dapur untuk membuat sarapan untuknya dan adiknya, Kinzy.

Dengan lihai Arsya menuangkan nasi ke dalam wajan yang sudah berisi bumbu kemudian mengaduknya.

Arsya benar-benar menggantikan sosok ayah bundanya untuk Kinzy. Semua kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh mereka benar-benar digantikan oleh Arsya.

Langkah Kinzy terhenti saat matanya tak sengaja mendarat pada Arsya yang tengah mempersiapkan sarapan di meja makan.

Setiap gerak-gerik Arsya tak lepas dari pandangan matanya. Abangnya begitu sempurna.

K [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang