S1. - 11. Perpisahan

2K 187 1
                                    

Jangan lupa pencet tombol bintang 🌟 sebelum baca 😚

🕊️🕊️🕊️

Setibanya kami di kamar, Aku hanya tersenyum menahan tangis.

"Sudah siap semua? Tidak ada yang tertinggal kan, Mas?" tanyaku, setelah memperhatikan barang-barang yang akan Mas Reyhan bawa.

"Ada," jawabnya yang tiba-tiba dan memelukku dari arah belakang, dan menelungkupkan wajahnya di leherku yang masih berbalut hijab.

"Apa?" tanyaku yang hanya dapat mematung.

"Bidadari saya," singkatnya.

"Mas, jangan gitu ... deh! Dinda sudah berusaha tegar loh ini. Jangan buat hati Dinda-- " Aku terhenti bicara, dadaku sesak jika harus menahan tangis, aku langsung memutar tubuhku dan memeluknya erat seperti tidak ingin di tinggal. Payah! Aku kembali menangis.

"Sudah, jangan buat saya teramat merasa bersalah kepadamu."

Tiba-tiba pintu kamar terbuka menampakkan  si kecil Aisyah, Dia mendekatiku dan berkata,

"Ante kenapa?" tanyanya  ke arahku.

"Tuh malu sama anak kecil kalau masih nangis," ledek Mas Reyhan yang justru membuatku bertambah malu dan menyembunyikan wajahku di dadanya.

"Om dicali ummi." Ucapnya, menarik-narik bawah kemeja Mas Reyhan.

"Iya, Om turun sebentar lagi, kamu turun duluan saja. Karena Ante kamu malu, kalau dilihat lagi nangis."

"Ante, la tahzan!" Ujarnya, tersenyum dan memelukku dari arah samping. Membuatku melepaskan pelukan Mas Reyhan dan menyejajarkan tubuhku dengan tubuh kecilnya.

“Makasih sayang." Setelah itu Aisyah pun turun ke lantai bawah, menyisakan kembali aku dan Mas Reyhan yang kembali bertatap.

"Kata sayang untuk saya mana?”

"Enggak ada, ayo turun nanti Mas tertinggal pesawat lagi." Kataku sambil mengambil tas kecilku.

"Tapi, bidadari tidak boleh menangis lagi!" katanya kemudian mengecup pipiku.

"Siap pangeran!" Aku tersenyum dan membalas kecupan di pipinya. Seusai berpamitan dengan ayah bundaku, juga Kak Nadila, dan tak lupa kepada keponakannya, kami melanjutkan perjalanan ke bandara Soekarno Hatta.

Di kursi kemudi depan ada Om Helmi dan Tante Maya, di tengah ada aku dan Mas Reyhan, sedangkan dua anak Tante Maya yang lainnya ditinggal di rumah bunda.

Cukup membutuhkan waktu sejam kami tiba di bandara internasional Soekarno-Hatta.

"Aku hanya bisa menghantarkan sampai sini," kataku yang tak berani menatapnya, rasanya tidak sanggup menatap kepergian pangeranku yang entah kapan lagi aku akan melihatnya.

"Kamu tenang saja saya tidak akan lama, Saya usahakan sebelum kamu ujian nasional, saya akan balik dan mendukung untukmu." Aku hanya tersenyum, walau wajahku terhalangi oleh kain, kuharap Mas Reyhan dapat mengetahuinya.

"Saya pamit bidadari, jaga dirimu baik-baik. Nanti ketika saya sudah sampai, insya Allah saya pasti akan menghubungimu." Tangannya membelai kepalaku.

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang