S1. - 05. Dunia Itu Sempit

3.1K 260 6
                                    

⚠️ ada sedikit adegan -- kalian boleh skip, kalau kurang nyaman.. ☺️
jomblo harap merapat, eh salah maksudnya harap sabar😂
Jangan lupa pencet tombol bintang 🌟 sebelum baca 😚

🕊️🕊️🕊️

Aku belum mengatakan yang sebenarnya kepada Nisa, aku tahu dia pasti sangat kaget bila tahu apa yang terjadi sebenarnya, aku hanya berpesan ketika di sekolah baru akan memberi tahukannya, karena banyak yang akan inginku ceritakan kepadanya. Dan sia membalasnya.

Nisa

"Ya udah iya, Jaga kesehatan kamu ya!"

Tepat setelah salat Isya,

Aku melihat ke arah Mas Reyhan yang sedang melihat ke arah ponselnya, semenjak tadi dia lebih banyak terdiam tidak terbuka seperti sebelumnya, bahkan wajahnya kembali cuek.

"Mas.." panggilku .

"Apa?" Singkat sekali bukan? Baru beberapa waktu lalu dia terlihat sangat khawatir kenapa sekarang kembali seperti ini? Dingin.

"Jangan marah lagi ya."

"Saya tidak marah kok," ucapannya tanpa ekspresi apa pun dengan pandangan mata tertuju ke layar ponselnya.

"Yang lagi mengajak ngomong itu di sini, loh!" sindirku. Merasa tidak dapat respons positif darinya membuatku sangat kesal.

"Enggak jadi!" aku membalikkan badanku membelakanginya, dia tidak menggubris sama sekali. Sabar Din?!

Aku berusaha memejamkan mataku. Jika saja nanti istrinya pingsan lagi baru dia panik? Keluhku kesal. Aku mendengar bunyi suara ringtone ponselku? Tapi, ketika aku mengeceknya kosong, tak lama aku mendengar mas Reyhan berbicara yang jelas itu bukan untukku sepertinya dia sedang mengangkat telepon.

"BAGAIMANA BISA?!" ucapnya seperti sedikit membentak, dengan siapa dia bicara sampai nadanya tinggi seperti itu?

"Kenapa mendadak?! memang tidak bisa diundur?!" lanjutnya.

Apa yang diundur? Aku jadi penasaran.

"Ya sudah, nanti kalau ada kabar baru tolong kabari saya lagi ya, Waalaikumsalam!"

Aku langsung memosisikan seperti sebelumnya dan kembali memejamkan mataku dan mulai berpura-pura tidur, sepertinya dia mendekatiku kemudian mengelus kepalaku yang masih berbalut hijab biru muda selaras dengan baju rumah sakit yang kukenakan dan berbisik

"Dinda kamu sudah tidur? Din ... sekarang saya benar-benar bingung harus apa? Sebenarnya saya tidak ingin meninggalkan kamu dalam keadaan kamu yang seperti ini."

Aku mendengar seperti napas berat di ujung bicaranya.

"Maafin saya ya Din, untuk sekian kalinya ... Saya tinggal sebentar ke kamar mandi dulu ya. Istirahat yang tenang sayang, semoga mimpi indah."

Dia mencium tanganku cukup lama dan beralih ke keningku dan aku mendengar suara orang yang berjalan ke arah yang jauh tak terasa air mataku tidak sanggup ditahan lagi aku berusaha menahannya agar tidak keluar, namun tangisku justru pecah

"Kenapa kamu minta maaf terus ke aku Mas? Kamu enggak salah, aku yang merasa bersalah kepadamu, aku yang selalu membuat dirimu susah. kita baru satu hari berjumpa tapi kamu sudah dapat masalah karena aku," kenapa hatiku jadi mellow gini?pikirku.

Ponsel itu kembali bergetar. Aku melihat ke arah nakas, sepertinya penting karena dari tadi ponsel yang sedari tadi bergetar dan ternyata mas Reyhan menaruh ponselnya di sana aku penasaran dengan siapa tadi dia berbicara, Perlahan aku membukanya. di sandi? Aku iseng memasukkan tanggal dan bulan lahirku “0805” Yaps, benar?! ada senyum tipis dari sudut bibirku, walau Aku sedikit terkejut dia menggunakan pin dengan tanggal lahirku? aku saja tidak tahu dia lahir tanggal berapa?

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang