S1. - 23. Sepenuh Harapan

1.4K 170 27
                                    

Jangan lupa pencet tombol bintangnya 🌟 yuk sebelum baca ❤️

“Ada apa Mas?” Tanyaku kepada Reyhan yang sedang di balik sambungan telepon.

“Kamu mau menjenguk istrinya Ustaz Baihaqi?”

“Mau Mas, sekarang?” Aku sangat bahagia mendengar tawaran itu.

“Saya jemput di depan gerbang utama. Kamu bersiaplah”

“Oke, Dinda segera ke sana,” ujarnya dengan begitu semangat.

Sampailah kami rumah sakit terbesar di kota ini, bisa dibilang ini adalah rumah sakit dengan pelayanan terbaik. Walaupun begitu siapa juga yang ingin menginap walau sehari di dalam sini.

Entah kenapa tanganku sedari tadi seperti membeku dan berkeringat juga apa yang hatiku sekarang rasakan? Detak jantungku berdetak lebih cepat ada rasa khawatir ada beberapa penggalan memori itu kembali muncul saat bersama dengan sang guru yang lebih dari sebutan guru.

Terlebih aku benci rumah sakit, dulu aku lebih sering mengunjungi rumah sakit. Rumah sakit sudah seperti rumah kedua bagiku itulah yang namun aku tak suka berada di dalamnya, aku ralat bukan rumahku tapi menurutku rumah sakit adalah tempat yang lebih horor dibandingkan rumah hantu sekalipun.

Kami tiba di sebuah lorong rumah sakit, aku masih setia mengepal erat tangan mas Reyhan, sambil mengiringi lisanku dengan zikir.

“Kamu kenapa?” tanya Mas Reyhan.

“Eng-Enggak papa Mas, hanya sedikit khawatir” aku berbohong, sebenarnya aku sangat khawatir.

“Jangan takut, kita berdoa meminta yang terbaik untuk Mbak Liza.”

“Iya..” lirihku.

“Assalamualaikum..” ucap Mas Reyhan dengan salam kepada seseorang pri yang sedang duduk merenung terlihat seperti orang frustrasi yang sedang berdoa meminta keajaiban sang Illahi. Dia adalah Ustaz Baihaqi –suaminya Bu Liza-

“Waalaikumsalam warahmatullah, Haikal?” Ujarnya yang tampak terkejut dengan kehadiran kami.

“Saya turut prihatin ya Mas,” ucap Mas Reyhan sambil mengulurkan tangannya dan memberi sedikit tepukan dipunggungnya.

“Em.. iya Terima kasih ya kal, dan untuk yang tadi pagi sama saya benar benar meminta maaf dan sangat berterima kasih kepadamu.”

“Tidak perlu berlebihan seperti itu mas.. dulu mas sudah banyak membantu saya.”

“Kamu datang dengan siapa? Ini adik kamu? Kok saya baru tahu kamu punya adik?”

“Emm.. apa aku terlihat sekecil itu?” Gerutuku dalam hati.

“Oh.. bukan Mas, ini istri saya. Dia juga anak muridnya Mbak Liza” bela mas Reyhan

“Untunglah Mas Reyhan masih mau mengakui bahwa aku adalah istrinya” aku menghelakan napas lega.

“Oh. Maaf.. saya kira kamu adiknya Haikal.” Mereka pun lanjut bercakap-cakap, Dari percakapan mereka benar-benar seperti sangat akrab.

“Bagaimana keadaan Bu Liza?” memberanikan diri.

“Saya juga belum tahu pasti, tadi setelah dokter memeriksanya, katanya istri saya.. terpaksa harus di operasi untuk pemasangan ring.”

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang