S1. - 22. Sebenarnya Sepenuh harapan

1.5K 162 7
                                    

"Ya ampun, Alya kamu kenapa?" tanya seseorang dengan nada khawatir.

Aku mengenali pemilik suara lembut itu, siapa lagi kalau bukan Rara alias Haura ‘Aini.

Aku hanya menggelengkan kepalaku

"Sudah jangan nangis! Kalau kamu mau cerita boleh kok ke aku, tapi kamu enggak boleh sedih lagi!" ujar Haura dan membuatku mulai menghapus air mataku dengan menggunakan tisu di atas nakasku.

"Ra.. kamu mau jujur kan, sama aku?"

"Apa?"

"Kamu tau Ustaz baru itu?"

Aku menatapnya dalam tapi dia malah mengalihkan pandangannya dan hanya memilih dia terdiam sambil menunduk.

"Ra, jawab! Kanapa hati aku bilang beliau itu Mas Reyhan? Mukanya sangat mirip?! Ra, bilang ke aku kalau dia bukan Om kamu!" desak diriku kepada Haura sambil mengguncangkan lengannya.

"Kenapa kamu diam? Kamu juga pasti mau bilang dia sangat mirip Om kamu, kan?"

"Em.. gini.. Al, sebenarnya aku ke sini, mau ngajak kamu pergi, kamu mau enggak nganterin aku ke rumah makan yang di depan sana, katanya makannya enak tahu!" katanya yang mengalihkan pembicaraan.

"Kamu jangan mengalihkan pembicaraan, Ra! Aku serius nih!" seruku.

"Ih, ayo sekarang! aku tunggu di depan ya.. biar kamu tak nangis lagi."

Di perjalanan..

"Aku enggak nafsu makan tau Ra." keluhku.

"Nanti juga ngelihat makanannya jadi nafsu kok! Al.. Kamu begitu mencintai Om aku ya?"

"Kenapa emang?"

"Lagian sampai nangis kaya tadi, saking rindunya, kan?"

"Apaan si kamu!" jawabku malu-malu.

Ya ampun apa tadi aku selebay itu ya? Jadi malu kan aku di depan Haura.

"Kok kita malah belok sini sih? Bukanya ke makan nitu masih lulus ya?"

"Aku mau ketemu saudara aku dulu yang di penginapan mawar, kamu maukan nganterin aku?"

"Iya, ya udah enggak papa kok.”

Toh, aku pikirnya kalau saudara Haura bukan artinya saudaraku juga?

Tok..tok..tok..

Haura mulai mengetok pintu penginapan itu yang bertulis nomor 01 di depannya.

"Assalamualaikum.."

"Ada gak? orangnya?"

"Harusnya ada, kamu mau enggak tunggu sini dulu, ada yang mau aku beli ke warung depan sana?" tanyanya

Aku meliriknya heran, bukanya dia yang mau bertamu, kenapa harus aku?"Tapi--"

"Gak papa, sebantar aja ya..” bujuknya.

"Iya tapi jangan lama!"

"Tolong kamu ketok lagi ya! Assalamualaikum!" ujarnya sambil meninggalkanku.

"Waalaikumsalam!"

Aduh gimana ini? aku salam aja kali ya..

"Assalamualaikum.."

Aku baru ingin mengetok pintu penginapan tersebut, tiba-tiba bersamaan dengan seseorang membukanya dari arah dalam.

"Dinda?!"

Tatapan kami bertemu. Aku masih tidak percaya siapa yang berada di depanku, mataku mulai berkaca-kaca..

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang