S2. - 28. Perjanjian

1.2K 126 16
                                    

“Mbak Sarah?” Ucap Dinda yang masih mematung di depan pintu. Melihat ke arah wanita hamil iya sebenarnya perutnya masih rata karena baru memasuki usia kehamilan menginjak 14 Minggu.

Sarah yang merasa dirinya tamu tidak diundang pun kembali mengucapkan salam kepada pemilik rumah, membuat pemilik rumah tersadar akan lamunannya.

“Eh.. Sarah! Em.. ayo masuk” ajak Reyhan dengan gugup, dia melihat ke arah istrinya. Seakan mengisyaratkan bukan dia yang mengundang wanita ini. Dia bahkan tidak tahu kapan wanita ini sampai di Indonesia.

Entah kenapa sekarang ada perasaan yang mengganjal di hati Dinda, membuat Dinda membuang segala firasat buruknya itu. Sebagaimana yang kita tahu, bahwa berburuk sangka kepada orang lain adalah akhlak yang tercela dan dilarang dalam agama. Allah berfirman:

اِجْتَنِبُوْا كَثِيْرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ

“Jauhilah kalian dari kebanyakan persangkaan, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa” (QS. Al-Hujuraat: 12).

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

إياكم والظنَّ، فإنَّ الظنَّ أكذب الحديث

“jauhilah prasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari-Muslim).

Jadi hukum asal prasangka buruk terhadap sesama Muslim, yaitu terlarang. Karena kehormatan seorang Muslim pada asalnya terjaga dan mulia.

Mereka pun duduk di sofa tamu sementara Dinda izin ke belakang membuatkan minum untuk Sarah. Sebenarnya itu hanyalah alasan kecil entah mengapa dia hanya ingin menenangkan dan meyakinkan hatinya bahwa Sarah hanyalah sekedar teman Reyhan, tidak lebih.

“Ini Mbak silakan diminum,” ujar Dinda, sambil meletakkan dua cangkir teh di hadapan Sarah dan Reyhan.

“Ya ampun, enggak usah repot-repot Dinda, aku cuman sebentar kok,” kelak Sarah kepada Dinda sambil tersenyum.

“Enggak papa juga Mbak, Silakan Mbak diminum, ... Mbak mau ada yang dibicarakan dengan Mas Reyhan? Kalau gitu Dinda izin ke--” ucap Dinda sambil setengah berdiri berniat meninggalkan mereka berdua. Rasanya hatinya masih belum sepenuhnya kuat menerima keberadaan Sarah. Namun dengan cepat Reyhan langsung mencegah tangan istrinya agar tidak jauh-jauh darinya “Kamu harus di sini, temani saya!” seru Reyhan. “Tapi Mas, Dinda kan harus--”

“Iya Din, kamu di sini aja, lagi pula aku enggak akan lama kok,” sepertinya Sarah menyadari sesuatu. Dinda pun kembali duduk di samping suaminya.

“Pertama aku mau mengucapkan selamat untuk kalian berdua, semoga menjadi keluarga sakinah mawadah warahmah,” Ucap Sarah dengan lemah lembut dan terdengar sangat tulus. Walaupun dia sedang mengalami amnesia tadi sifat itu tidak akan pernah berubah dari dalam dirinya.

“Amin, Makasih Mbak.” hanya Dinda yang membalas ucapan Sarah, sementara Reyhan masih enggan menatap Sarah, lelaki yang ia rindukan.

“lamgsung ke intinya saja ya Kal,  aku mau nanya sama kamu ... Jadi, gimana keputusan kamu tentang perjanjian waktu itu?” Tidak mau berlama-lama Sarah langsung pada inti pembicaraan yang ingin dia sampaikan.

Reyhan mengerutkan keningnya, apa yang akan dibahas wanita ini? Apa dia akan menagih janji Reyhan kepada sang mama?

“Keputusan apa?!” Ucapnya dengan nada sedikit tinggi. Membuat Dinda menatap suaminya dengan mengisyaratkan bahwa dia tidak boleh bersikap seperti itu terhadap Sarah, bagai mana pun Sarah adalah wanita yang memiliki perasaan.

Semenjak kejadian di rumah sakit sebulan yang lalu masih memberikan bekas tidak mengenakan di hati seorang Haikal Reyhan.

Sarah pun membuang napasnya dan kembali membuka suara, “perjanjian kamu sama papa, kemarin papa nanyain lagi, jadi gimana? Kamu sanggup kerja di perusahaan papa?”

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang