S2. - 35. Bisakan Kita Berteman?

986 100 0
                                    

Di bandara internasional Lombok,

Setibanya di bandara, Reyhan langsung meminta izin kepada Dinda untuk ke toilet sebelum check-in "Sayang, Mas ke kamar mandi dulu ya. Kamu di sini saja tidak papa kan dengan Farhan dulu? Setelah itu baru kita check-in ya.." Ucapnya terburu-buru.

"Dinda ikut.." Dinda malah merajuk seperti anak yang ingin ikut orang tuanya ke kantor. Sambil memegangi ujung kemeja Reyhan.

"Tidak Dinda, kamu harus dengar pengumuman siapa tau pesawat kita delay. Jadi, kalau kamu ikut mas, nanti yang ada kamu akan ... sendirian." Tegas Reyhan yang sempat kalimatnya terhenti karena sebenarnya dia takut istrinya itu akan kembali tersasar dan menghilang.

Reyhan menghembuskan napas kasar, tidak biasanya Dinda merajuk seperti ini, Reyhan yakin dibalik kain yang menutupi setengah wajah cantik istrinya, pasti sang istri sedang mencabikkan bibirnya.

"Mas.." lirih Dinda dengan mata yang sudah berkaca-kaca seperti ingin ditinggalkan jauh oleh suaminya sambil tetap memegang kuat ujung kemeja Reyhan agar Reyhan tidak pergi meninggalkannya. Sementara Reyhan hanya Menggelengkan kepalanya seraya melepaskan tangannya istrinya.

"Hanya sebentar sayang.. mas sudah tidak tahan ini, Mas yakin kalau Farhan ini laki-laki baik, dan Han titip istri saya sebentar ya." Reyhan terus berusaha merayu istrinya agar dia dibiarkan pergi.

"Iya Mas," jawab Farhan.

Seketika suasana menjadi canggung di antara Dinda dan Farhan Haikal Ramadhan atau biasa dia sebut dengan Haikal, ini pria yang sebenarnya tidak asing dalam hidupnya, seorang pria yang pernah menduduki singgasana di hatinya dulu yang sekarang sudah tergeser oleh Muhammad Haikal Reyhan sang pangeran tercinta. Dia juga pernah dibuat bingung kenapa nama keduanya bisa hampir sama.

"Em.. makasih banyak ya kemarin" Dinda mulai memecahkan keheningan. Sesungguhnya dia sangat malu bertingkah seperti tadi di depan Farhan. Tapi entah mengapa dia hanya mengikuti suasana hatinya yang tak ingin berjauhan dengan Reyhan, apa lagi harus ditinggal hanya berdua oleh Farhan. Membuat dirinya kembali mengingat masa kelamnya dulu.

"Iya sama-sama mba, oh ya sebenarnya mbaknya ini_" ucapan Farhan terpotong perkataan Dinda, karena Dinda tau maksud perkataannya.

"Iya, aku orang yang sama, seperti yang kamu bilang waktu itu." ucapnya sambil melihati lalu-lalang orang di depan mereka. Ya mereka tidak hanya berduaan tapi banya orang di sekelilingnya, yang sedang sibuk dengan dunianya masing-masing.

"Maksudnya, kamu Alya?" Tanya Farhan tak percaya.

"Iya, kan nama aku Adinda Nurul Alyaa" ucapan Dinda masih saja dingin ketika bersama Farhan, tidak ada lagi kalimat hangat ketika berhadapan dengan nya seperti dulu, yang Farhan rindukan.

"MasyaaAllah.. jadi-- kamu udah nikah?" Pertanyaan sungguh tidak masuk akal menurut Dinda, ya lagi pula pantas juga dia tidak tau karena Dinda tidak menjadikan Farhan salah satu tamu undangan pernikahannya.

"Seperti yang kamu lihat." lagi-lagi Dinda hanya menanggapi seperlunya.

"Al, aku benar-benar minta maaf?" Rajuk Farhan yang membuat Dinda hanya dapat terdiam, rasanya mulut Dinda terkunci tidak bisa menjawab iya atau tidak.

"Aku mohon kamu jangan pernah membicarakan hal itu lagi, apa lagi dengan mas Reyhan."

"Tapi_"

"Berulang kali aku udah bilang, aku sudah memaafkan kamu Kal! Dan aku mohon jangan pernah kamu ungkit lagi masa lalu kita, itu hanya akan membuat aku membuka luka lama" kali ini Dinda membuang mukanya benar-benar enggan melirik wajah Farhan.

"Okey. Iya aku gak akan ngungkit lagi, tapi bisakan kita berteman?" Ucap Farhan penuh harapan.

Dan kalimat itu sontak membuat air matanya turun tanpa perintah dari pemiliknya.

Garis Takdir Adinda (END) ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang