33. Kecurigaan Lembayung

30 7 0
                                    

Tidak terasa, hari Minggu nanti tepat sebulan mereka bekerja pada Nia. Waktu ternyata secepat itu berlalu.

Soal Mehregan, Lembayung tak punya kuasa ataupun kapasitas untuk sekadar memikirkannya. Jika dipikir-pikir, lingkup urusannya hanyalah menjaga Nia dan memastikan Nia dilayani dengan baik.

Lembayung sudah janjian akan bertemu Kenny, Koko, dan Aldo sepulang sekolah ini. Mereka berencana akan makan siang di warung nek Surti. Mereka sudah lama tak makan disana.

"Mana sih mereka? Lama banget," gerutu Lembayung.

Lembayung menyandarkan punggungnya pada batang pohon di dekat pagar sekolah. Gadis itu masih berusaha mengumpulkan kesabarannya.

"Lembayung...."

Suara lirih itu berhasil membuat bulu kuduk Lembayung berdiri. "Waduh, siang bolong begini udah ada suara mbak Kunti, mana gue di bawah pohon lagi," ujar Lembayung mengusap tengkuknya.

Menelan saliva susah payah, Lembayung lalu menghembuskan napas panjang. Ia berbalik, dan malah mendapati Alisa mencengkeram kuat tapi tas ranselnya.

Lega, ternyata bukan mbak Kunti yang memanggilnya.

"Gue mau ngomong sama lo."

"Boleh. Tapi kita duduk disini aja, yah? Soalnya gue nunggu Aldo, Kenny, sama Koko," kata Lembayung sudah duduk bersandar di pohon lebih dulu. Lalu disusul Alisa.

Alisa menggigit bibir bawahnya. "Gue...udah tau ternyata Tyas suka sama kak Regan."

"Kok...."

"Dia tadi ngelabrak gue. Dia cerita semuanya, dia suka Kak Regan, dan juga...dia yang kasih tau kak Regan kalau ternyata gue pacaran sama kak Alex."

Keterkejutan yang Lembayung perlihatkan saat ini. Ia tak sangka, Tyas bertindak sudah sejauh ini. Tyas benar-benar keterlaluan.

Tak ada yang bisa Lembayung katakan, ia hanya bisa diam memandangi wajah Alisa. Kasihan pada gadis itu.

"Bayung, gue tau, kalau...semua ini awalnya dari gue. Lo bahkan yang jadi salah satu korban, padahal lo nggak salah apa-apa. Tapi, apa salah gue juga, kalau gue suka dan sayang sama kak Alex?"

Kepala Lembayung langsung menggeleng tegas. "Nggak, lo sama sekali nggak salah. Nggak ada yang bisa disalahin dari dua orang yang saling suka. Perasaan memang sudah ada yang atur."

Mendengar ucapan Lembayung, senyum Alisa mengembang. "Lembayung, cuma lo yang mau ngertiin gue. Gue mohon, jangan jauhin gue kayak yang lain."

Tangan Lembayung menepuk pelan pundak Alisa. "Nggak, kok. Buat apa gue jauhin orang yang nggak bersalah? Gue jadinya nggak adil sama lo." Lembayung menjeda perkataannya. "Lagipula, Mehregan lambat laun bakalan ngerti kok sama situasi ini. Saat ini dia agak susah menerima kenyataan, tapi gue yakin dia pasti bakalan terima, kok. Nggak mungkin kan selamanya dia kayak gitu terus?"

Pandangan Lembayung pun akhirnya menemukan ketiga sosok sahabatnya yang berjalan menuju ke arahnya. Gadis itu bangkit lebih dulu. "Yaudah, gue duluan, Lis. Temen-temen gue udah datang." Lembayung lalu mengulurkan tangannya ke arah Alisa, agar bisa membantu gadis itu berdiri.

"Makasih yah buat hari ini. Gue juga udah dijemput supir. Gue pamit," kata Alisa dengan senyum tipisnya. Yang hanya diangguki Lembayung. Alisa pun sudah naik ke atas mobilnya, dan sudah pulang di jemput supir.

"Itu Alisa, 'kan?", tanya Koko memastikan.

"Ho'oh," jawab Lembayung singkat.

"Dia ngomongin apa sama lo?", tanya Kenny yang jiwa ingin tahunya muncul ke permukaan.

"Entar gue ceritain, deh. Kita langsung ke warung Nek Surti aja, yuk! Laper, nih," ajak Lembayung yang disetujui ketiga temannya.

***

"Jadi gitu ceritanya," kata Lembayung sesaat setelah menceritakan perihal obrolannya dengan Alisa tadi.

Koko berdecak tak habis pikir. "Nggak nyangka gue. Tyas yang kelihatannya kalem bisa setan juga yah kelakuannya."

"Amit-amit gue punya pacar kayak Tyas. Jagonya nusuk teman dari belakang," komentar Kenny .

Aldo mengangguk setuju atas ucapan Koko dan Kenny, sebab pemuda itu tengah asyik mengunyah makanan. Lembayung sendiri hanya mengendikkan bahu cuek.

Kembali Lembayung menyuapkan makanan itu ke dalam mulutnya. Otaknya berpikir keras, apa iya soal kecurigaannya pada mobil yang ayah Alisa pakai adalah mobil yang sama, yang mengintai rumah Nia dalam ini?

"Woy, gue udah nemu mobil yang sama persis yang ngintai rumah ibu bos waktu itu," cerita Lembayung yang sukses mengalihkan perhatian ketiga temannya.

"Wah, serius lo?!", kata Koko.

"Iya," jawab Lembayung singkat.

"Lo tau nggak itu mobil punya siapa? Lo liat dimana? Kapan?", tanya Aldo bertubi-tubi.

Lembayung menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. "Gue nemu beberapa hari yang lalu. Gue liat di parkiran sekolah, dan mobil itu punya pak Afno, bapaknya Alisa."

"Hah?!", kata Kenny, Koko, dan Aldo kompak. Wajah ketiganya sama-sama terkejutnya.

Lembayung mendengus. "Awalnya juga gue mikirnya, ini pasti gue yang salah, mana mungkin. Tapi, setelah gue pikir dan amati, ternyata mobil itu sama persis."

"Bukan berarti mirip artinya itu emang mobilnya, kan? Jatuhnya lo malah menuduh, fitnah!", balas Koko.

Lembayung berdecak gemas. "Iya, tapi apa salahnya kalau diselidiki dulu? Gue mohon," kata Lembayung menatap teman-temannya satu persatu.

"Nggak, nggak, gue nggak bakalan selidiki bapaknya si Alisa. Terlalu beresiko." Aldo sudah menyatakan sikap keberatannya, dan juga penolakannya di saat itu juga.

"Gue juga sama, gue hanya menyelidiki yang pasti-pasti aja. Gue bakalan tungguin tuh mobil misterius di depan rumah ibu bos tiap hari kerja, baru gue bakalan selidikin." Koko pun menyatakan hal yang tak jauh beda dengan Aldo.

Diam-diam Lembayung mendengus kesal. Teman-temannya masih terlalu takut untuk sekadar membuktikan.
Lembayung melirik kecil pada Kenny, dan ia melihat pemuda itu ikut meliriknya, sebuah acungan jempol Kenny tunjukkan pada Lembayung, membuat senyum Lembayung langsung merekah.

Ini artinya, Kenny setuju melakukan penyelidikan bersamanya.

Lembayung pun turut mengangkat jempol, dan ia balas pada Kenny.


***



Tok, Tok, Tok

Suara pintu rumah yang diketuk berhasil mengalihkan perhatian Lembayung beserta kedua orang tuanya.

"Siapa yah yang bertamu malam-malam begini?", gumam Rosa.

Lembayung tanpa berpikir panjang langsung meraih sebuah sapu di dekatnya. Soni yang melihatnya mengerinyit heran. "Kamu mau apa, nak?"

"Cuma jaga-jaga, Yah. Siapa tau diluar anak buah si Aline. Lembayung bakal buat babak belur."

Dengan langkah cepat, Lembayung melangkah dan mendekat kearah pintu dan siap membuka pintu. Sebelah tangannya mencengkeram sapu kuat-kuat.

Kriet

Hingga pintu itu berhasil dibuka.

Bugh, Bugh

Rosa dan Soni menganga tanpa sadar saat menyaksikan perbuatan Lembayung. Bahkan mereka tak sempat mencegah Lembayung agar tak memukuli seorang pemuda yang sudah mengadu kesakitan disana.

"Woy, sakit!"

Lembayung langsung menjatuhkan sapu begitu saja di lantai, saat ia melihat wajah merah padam Mehregan.

Iya, Mehregan Baskara ada di depan rumah Lembayung Kirana.


***


Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Mehregan dan Lembayung

Jangan lupa vote dan komentarnya

Salam hangat,
Dhelsaarora

WonderloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang