22. Gadis 19 Tahun

38 5 0
                                        

Lembayung dan ketiga temannya hanya bisa menundukkan kepala kala Mehregan membawa mereka ke hadapan Nia.

Perihal Lembayung dan yang lainnya berhasil terseret ke hadapan Nia, tidak lain dan tidak bukan karena ulah Mehregan. Pemuda itu mengadu pada Nia soal mereka yang sibuk berlari mengejar mobil itu.

Lambat laun kecurigaan Nia menjadi. Sekarang saja Lembayung sudah merasakan jika ia berada di pengadilan, sensasinya mirip saat hendak disidang dan dijatuhi vonis hukuman.

"Kata Regan kalian ngejar mobil orang? Kenapa?"

Jantung Lembayung sudah hampir mencelos saja rasanya. Begitupun dengan Aldo, Koko, dan Kenny. Ketiga pemuda itu hanya bisa melirik dari sama lain, menunggu salah satu dari mereka yang berinisiatif menjelaskan semuanya pada Nia.

Mehregan nampak menunggu jawaban apa kiranya yang akan diberikan oleh keempat orang dihadapannya itu. Mehregan pun sama penasarannya dengan Nia, tapi ia tak ingin memperlihatkan hal itu.

"Kok kalian malah diam? Jelasin!", sentak Mehregan. Lembayung yang tadinya sibuk berpikir ikut kaget karena suara pemuda itu.

"Kami tadi cuma bercanda, ibu bos."

Setelah memilih bungkam beberapa lama, akhirnya Koko angkat suara. Tentu saja ucapan pemuda itu mengundang reaksi heran dari yang mendengar, termasuk Lembayung sendiri.

"Bercanda? Ngejar mobil orang?", tanya Nia sangsi.

"Iya, ibu bos! Hehehe, maklum, orang iseng," kata Koko dengan cengiran lebarnya.

Aldo dan Kenny auto tepuk jidat. Alasan Koko kali ini tidak masuk akal.

"Gue nggak percaya, tuh!", seru Mehregan. Pemuda itu dalam mode kompor sekarang.

Koko terkesiap. "Percaya deh, mas bos! Saya nggak bohong. Waktu kecil kami berempat sering gitu, kok."

Nia meringis gemas. "Udah, udah! Kalian mah bikin gue hampir jantungan! Gue mending rebahan aja!"

Nia pun berlalu dengan cepat, meninggalkan mereka berlima yang kini sibuk dengan pikiran masing-masing.

"Pasti lo bohong, ' kan?!", tuding Mehregan pada Koko kala itu baru saja menghembuskan napas lega.

Koko langsung menggeleng. "Saya nggak bohong, mas bos!"

Mehregan terdiam beberapa saat. Ia menatap mereka satu persatu. Baik Koko, Aldo, dan Kenny kompak menundukkan kepala. Hanya Lembayung yang memberikan tatapan menantang pada Mehregan.

"Lo!" Kini Mehregan sudah mengarahkan telunjuknya pada Lembayung.

"Apaan lagi, sih?", sahut Lembayung malas.

"Soal mobil itu, kenapa lo kejar sampai segitunya?", tanya Mehregan dengan nada mendesak saat ini.

Lembayung mengibaskan tangan. "Udahlah, kan Koko udah jelasin, kan? Kenapa lo malah jadi cerewet gitu?"

Tak mau melihat reaksi Mehregan, Lembayung memilih pergi. Tapi, soal urusan mobil dan orang misterius itu, Lembayung akan tetap mengawasi.

***

Tangis wanita dengan kacamata besar itu mengalir begitu derasnya.

Dengan duduk bersimpuh dihadapan kedua orang tuanya, kepala wanita itu tertunduk dalam.

"Kenapa kamu tega melakukan hal ini, nak? Apakah papa selama ini terlalu mengekang kamu?"

Kepala wanita itu menggeleng cepat. Air mata itu tak henti membasahi pipinya. "Nggak, papa."

WonderloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang