25. Ketidakjelasan

37 6 2
                                    

Alisa menghampiri Lembayung. "Bayung, tadi lo sama kak Regan ngomongin apa? Sampai berantem kayak gitu."

Lembayung menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Nggak niat berantem juga, sih. Tadi dia cuma nyuruh gue supaya kerja yang bener di rumah kakaknya, gue nggak boleh macam-macam. Yah, gitu."

Lembayung sempat menahan napas setelah menceritakannya pada Alisa. Takut-takut gadis itu tak percaya.

Tapi tanggapan Alisa selanjutnya membuat Lembayung diam-diam menghembuskan napas lega. "Hahaha, lo tau nggak, sih? Setiap gue liat lo sama kak Mehregan, gue gemes liatnya. Interaksi kalian tuh, lucu. Kadang-kadang gue doain, supaya kalian jodoh, hehe."

Lembayung bergidik ngeri. Ia lalu mengentuk-ngetukkan tangannya beberapa kali di meja. Sembari mengeluarkan sumpah serapah, Lembayung berusaha menghadirkan citra buruk Mehregan dalam pikirannya, harap-harap ia tak ada niat untuk berurusan dengan pemuda dengan watak menyebalkan itu.

Tapi setelahnya Lembayung malah mengerutkan kening, Alisa mengapa mengatakan semua hal itu padanya?

"Tunggu dulu, deh, bukannya lo suka yah sama Mehregan?"

Alisa tergelak. "Hah? Siapa bilang?"

Lembayung menggaruk kepalanya canggung. "Yah...gue denger cerita Tyas sama Meitha waktu itu. Lo suka Regan, ' kan?"

Alisa tertawa kecil. "Iya, gue emang suka kok sama kak Regan. Dia baik, ganteng, pintar, idaman banyak cewek..."

"Untung gue nggak," sela Lembayung yang disambut tawa ringan Alisa.

"Dia memang...cowok idaman, tapi gue cuma suka dia, bukan berarti gue naksir, apalagi sayang. Gue suka dalam artian, sekadar kagum doang buat saat ini, nggak lebih."

Kepala Lembayung mengangguk paham. "Jadi, lo.suka dalam artian kagum? Lo nge- fans sama dia, gitu?"

"Bisa dibilang begitu. Tapi entahlah, gue sendiri nggak tau sampai kapan perasaan kagum begini bakalan terus ada. Entah tingkatannya makin bertambah, atau justru suatu saat gue malah benci. Dalam soal perasaan, gue nggak bisa bersikap arogan."

Lembayung tersenyum menanggapi ucapan Alisa, dan tanpa sepengetahuan kedua gadis itu, ada seseorang yang berdiri dibalik pintu, mendengarkan obrolan keduanya. Hatinya ikut bergejolak, apakah dengan pengakuan Alisa, apakah ia masih ada kesempatan? Setelah sekian lama ia buang jauh-jauh perasaannya, apakah ia harus mengambilnya kembali?

***

Mehregan bersama ketiga temannya berjalan memasuki perpustakaan. Berhubung guru mereka memberi tugas untuk membaca satu buah novel, jadilah mereka duduk di tempat yang menyediakan banyak buku itu.

"Weh, gila! Gue mantengin buku 2 menit aja, gue udah nggak sanggup. Lah ini, disuruh baca novel sama si pak gembrot. Mampus!", keluh Panji dengan wajah nelangsa.

"Yaudah, sih! Mengeluh nggak bakalan buat lo seneng!", seloroh Fery memperbaiki posisi kacamatanya.

"Iya, lagipula tugasnya jangka waktunya seminggu. Jadi, novelnya bisa dibaca dikit-dikit," kata Mehregan mengambil beberapa novel di rak buku perpustakaan.

Setelah mendapatkan novel yang diinginkannya, Mehregan mengembalikan novel lain ke rak. "Lex, menurut lo novel genre apa yang bagus buat dijadiin referensi?"

Tak ada tanggapan.

"Lex?"

Mehregan melirik Alex. Rupanya, pemuda itu malah memusatkan perhatiannya pada layar ponsel. Wajahnya nampak serius.

"Lo liat apaan, sih?" Mehregan bersiap mengambil ponsel Alex, tapi Alex segera menjauhkan ponselnya dari jangkauan Mehregan.

"Nggak liat apa-apa," jawab Alex dengan nada kalem.

WonderloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang