37. Mencari Bukti

33 6 4
                                        

"Lo nemu alamat Alisa?!", tanya Kenny dengan wajah was-was.

Kepala Lembayung mengangguk dengan wajah senang. "Udah gue catat. Kebetulan sekretaris di kelas gue sibuk ngedata tadi, jadi gue sekali aja bantuin, abis itu gue tulis alamat rumah Alisa."

Kepala Kenny mengangguk mengerti. "Oke, kita langsung jalan aja?"

Lembayung nampak berpikir. "Aldo sama Koko beneran nggak mau ikut, nih?"

Kenny menggeleng. "Nggak, Yung. Mereka keukeuh sama keputusan mereka."

Tiba-tiba pundak Lembayung merosot turun. Entah sampai kapan Koko dan Aldo bersikeras tak mau membantu. Iya, Lembayung akui mengintai mobil milik ayah Alisa beresiko tinggi bagi mereka. Tapi, jika tak seorangpun berani mengambil langkah besar, barang bukti dan kebenaran sekecil apapun tak akan terungkap, sampai kapanpun.

"Yaudah, kalau mereka nggak mau, mending kita aja. Gue mau  benar-benar ini masalah cepat kelar." Lembayung  berkata dengan wajah serius.

Kenny memperbaiki posisi tas ranselnya. "Ayo kita ke rumah Alisa! Kita naik angkot aja ke sana."

"Okesip."

Keduanya berjalan dan melangkah keluar pagar sekolah. Sempat berpapasan dengan Jovita cs, tapi Lembayung memberi pelototan. Jadilah ketiga gadis yang tak sudi Lembayung sebut sebagai kakak Kelas itu langsung pergi.

***

Lembayung dan Kenny turun dari angkot. Pandangan mereka terlalu pada rumah mewah dengan warna putih gading itu.

"Anjir, rumah Alisa mewah begini...," gumam Kenny tanpa sadar. Lembayung mengangguk mengiyakan. "Iya, lo bener. Ternyata teman gue kebanyakan anak sultan."

Keduanya kompak menggelengkan kepala. Mereka harus fokus, penyelidikan mereka harus bisa mengantongi walau cuma satu bukti hari ini.

"Kita harus bisa masuk ke parkiran mobil. Tapi pagarnta tinggi dan dijaga satpam." Kenny mengusap dagu. Lembayung juga nampak berpikir. Kini pandangannya mengedar, mencari celah agar ia dan Kenny bisa menyusup masuk.

Senyum gadis itu mengembang seketika. "Kita lewat jalan samping!"

Tanpa berkomentar banyak, Kenny langsung ditarik oleh Lembayung untuk mengikutinya.

Sesampainya disana, Kenny langsung menepuk jidat. "Ya Allah, Yung! Ini celahnya kecil banget. Gue mana bisa masuk, badan gede begini!", keluh Kenny.

Lembayung mendengus. "Set dah, bisa kok bisa! Ntar gue bantuin!"

Sempat ragu pada awalnya, tapi ujung-ujungnya Kenny tetap setuju saja dengan kata Lembayung. "Kalau nanti gue nyangkut, gue botakin pala lo," ancam pemuda itu.

"Iya, iya! Buru!"

Kenny masuk lebih dulu. Lalu disusul Lembayung. Mereka bisa menghembuskan napas lega, celah itu bahkan tak sekecil penglihatan mereka.

Dengan langkah perlahan, kedua remaja itu lalu menuju tempat parkir mobil rumah Alisa yang sangat luas itu.

Keduanya berusaha melakukan segalanya sehati-hati mungkin, jangan sampai mereka ketahuan.

"Wagelaseh, ini mobil bejibun gini! Gue sampai pusing mau cari mobil yang mana," gerutu Kenny dengan wajah mupeng.

"Anju, yang warna hitam!", kesal Lembayung, Kenny hanya terkekeh.

Keduanya berusaha tetap sabar mencari mobil hitam yang Lembayung maksud. Hingga mereka berhenti, sebab mobil hitam itu sudah mereka lihat.

"Ini mobilnya," gumam Lembayung. Gadis itu berkeliling mengamati mobil hitam mewah itu. Tapi keningnya berkerut. Sepertinya mobil ini sudah diperbaiki, sehingga ia hampir tak mengenalinya tadi. "Ini pasti udah dihilangin bekas rusakannya yang sempat kita buat."

"Dibandingkan sama ini mobil, gue jauh lebih penasaran, ada hubungan apa pemilik mobil ini, yang tak lain tak bukan bokapnya Alisa sama ibu bos?"

Sontak saja ucapan Kenny membuat Lembayung sempat merenung. "Kita bakalan membuktikannya." Gadis itu menajamkan pandangan, berusaha mencari bagian mobil yang terdapat bekas kerusakan. Ia harap dugaannya salah, karena bagaimanapun ia yakin Afno adalah orang yang baik.

Hingga mata gadis itu terhenti, melihat sebuah goresan yang cukup panjang, dibagian pintu mobil. Walau hampir tak kelihatan, Lembayung masih bisa melihatnya. "Ini dia...Gue ingat banget sama goresan di mobil ini." Senyum gadis itu terbentuk. "Lo punya sesuatu nggak yang bisa jadiin goresan ini bukti?"

Kenny terkekeh. "Karena gue tau lo kagak punya hp, dan gue tau bener hari ini jadwal kita nyari bukti, gue minjem hp dari teman gue yang ada di gang dekat rumah gue. Untung dia sudi minjemin."

"Lo emang pinter, Ken! Sekarang lo foto plat mobil, dan seluruh bagian mobil ini. Jangan lupa goresan dekat pintu mobil itu juga," kata Lembayung.

"Siap."

Dengan gesit Kenny memotret tiap bagian mobil tanpa melewatkannya satu pun. Hingga sudah selesai melakukan aksi, keduanya masih sempat bertos ria.

"Beres, kita cabut!", ajak Lembayung pada Kenny.

Pemuda itu mengangguk dan memasukkan ponsel kembali ke dalam tas. Keduanya kembali melangkah perlahan.

Prang!

Kenny dan Lembayung berhenti saat mendengar suara benda dibanting cukup keras dari arah dalam rumah mewah itu.

"Aku sudah bilang, jangan pernah cari tau tentang dia lagi!!!!!!!! Aku ini istrimu, hargai aku!"

"Apa bedanya dengan kamu? Kamu bahkan masih berharap agar adikku kembali sama kamu. Jadikenapa sekarang kamu malah marah-marah?"

Kenny dan Lembayung saling melirik.

"Itu...bokap nyokap Alisa yang berantem?", cicit Kenny dengan wajah was-was.

Kepala Lembayung bergerak dengan wajah tidak tahu. "Nggak tau."

"EH, SIAPA KALIAN??"

Teriakan itu berhasil mengembalikan Lembayung dan Kenny dari kesadaran, seorang satpam sudah berdiri tak jauh dari belakang mereka.

"MAMPUS, LARI, KEN, LARI!"

Kenny berlari lebih dulu, disusul Lembayung yang sudah melemparkan apa saja ke arah satpam itu agar bisa mengukur waktu. Orang yang berada di dalam rumah ikut keluar, mengecek keributan apa yang sedang terjadi.

Setelah memastikan Kenny sudah berhasil keluar, Lembayung kembali melemparkan benda dan langsung keluar.

Kenny dan Lembayung berhasil melarikan diri.

Tanpa keduanya sadari, Afno, sang pemilik rumah terkejut mendapati mereka yang berbuat kekacauan di depan rumahnya.

"Lembayung?!", katanya dengan raut berpikir keras.


***

"Anjay, gue deg-degan pas kita kepergok tau, gak!", kata Kenny dengan napas terengah lalu tertawa kemudian.

Lembayung pun sama. "Iya, udah lama gue nggak macu adrenalin kayak tadi."

Keduanya kini memilih duduk di salah satu warteg. Mereka akan mengisi tenaga setelah sibuk mencari bukti.
"Eh, tapi gue penasaran, apa bapaknya Alisa sempat ngeliat kita? Soalnya gue liat ada orang yang sempat keluar tadi," jelas Kenny.

"Semoga aja...nggak."

Kenny kali mengamini. "Ini bukti mau kita apain?"

"Nanti lo bakalan liat sendiri. Semua jawabannya ada di kamera Mehregan. Sempat ada rekaman disana, dan kita bakalan cocokin apa mobil hitam di rekaman itu sama dengan mobil yang ada di hp itu."

Kenny mengangguk paham. "Gue penasaran, apa motif sampai ada yang ngintai rumah ibu bos? Persaingan bisnis, kah?"

Kedua bahu Lembayung bergerak acuh. "Entahlah, mungkin aja lebih dari itu."


***


Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Mehregan dan Lembayung

Jangan lupa vote dan komentarnya

Salam hangat,
Dhelsaarora



WonderloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang