"Lembayung!"
Gadis itu berhenti melangkah. Ia berbalik badan dan mendapati Mehregan berdiri dengan tatapan tidak terbaca. "Lo tenang aja, gue tadi sempat nemu album yang lo maksud, kok." Lembayung menghembuskan napas panjang. "Album itu warna biru. Gue belum sempat liat isinya. Tapi gue udah naruh di bawah ranjang Ibu Nia. Lo bisa ambil nanti, dan liat sendiri apa isi album itu."
"Waduh, Mehregan kemana lagi sih, ah?
Lembayung jadi panik sendiri karena Mehregan tiba-tiba hilang, tak lagi berjaga di depan pintu.
Gadis itu berdecak, tangannya bergerak cepat mencari album yang Mehregan maksudkan. Hingga mata gadis itu terpaku pada sebuah album berwarna biru. Mata gadis itu berbinar. "Nah, ini dia! Pasti ini album yang Mehregan maksud."
Lembayung segera meraih album biru itu, bersamaan tubuhnya yang gemetar saat suara langkah sepatu itu terdengar olehnya. Gadis itu meneguk ludah dan melempar album itu hingga masuk ke kolong tempat tidur. Ia kembali ke posisi semula. Bingung mau berbuat apa, hingga Nia memergokinya, tamat sudah riwayatnya.
Gadis ini, benar-benar luar biasa. Ia membantu Mehregan hari ini, tetapi ia rela kehilangan pekerjaannya.
Mehregan benar-benar merasa bersalah. "Gue akan mengembalikan pekerjaan lo, memberi semua hak lo buat kerja lagi disini," katanya dengan nada pelan. Tangannya bergerak lalu mengusap kepala Lembayung lembut. "Pegang janji gue, Lembayung!"
Lembayung menurunkan tangan Mehregan dari puncak kepalanya. Beralih menggenggamnya. "Dibandingkan buat mengembalikan hak gue, kebahagiaan ibu Nia jauh lebih penting. Kalaupun lo mau menyelamatkan gue, selamatkan ibu Nia lebih dulu. Soal ibu Nia, gue bakalan tetap membantu lo."
Mehregan lagi-lagi dibuat tersentak oleh ucapan gadis dihadapannya itu. Perlahan genggaman tangan Lembayung terlepas dari Mehregan. Gadis itu berbalik badan, dan melangkah pergi.
***
Dengan air mata tertahan, Lembayung segera masuk ke dalam kamarnya. Pertahanan Lembayung runtuh sudah. Air mata gadis itu tumpah membasahi pipinya.
Berkali-kali Lembayung menepuk dadanya agar rasa sesak itu menghilang.
Wajah Nia yang begitu marah padanya, wajah ketiga temannya yang kecewa padanya, dan Mehregan yang nampak bersalah benar-benar membuat Lembayung sedih. Ini semua bukan keinginannya.
"Lembayung, kamu kenapa, nak?"Lembayung sedikit kaget saat Rosa melangkah masuk ke dalam kamarnya. Dengan cepat Lembayung mengusap wajahnya. "Eh, ibu," katanya berusaha nampak baik-baik saja.
Rosa nampak menghela napas. "Kamu kenapa? Cerita sama ibu."
Lembayung memilih diam cukup lama. Hingga tanpa bisa dicegah, air mata gadis itu akhirnya menetes. Ia menutup wajah dengan kedua tangannya.
"Maafin Lembayung, Bu...." Lembayung berkata dengan suara tercekat.Kening Rosa berkerut. Ia menggeser tubuhnya agar lebih dekat dengan Lembayung. "Kenapa, nak? Kamu ada maaalah?"
"Bayung dipecat dari kerjaan Lembayung, Bu..." Sungguh, Lembayung tak kuasa menatap Rosa. Mengatakan hal itu begitu berat baginya. Baru saja kemarin ia memberikan gaji pertamanya pada Rosa dengan penuh sukacita. Membeli barang yang diinginkan dengan yang itu, dan hari ini semuanya hilang.
Rosa berusaha tetap tenang, agar putrinya itu tak merasa bersalah. "Memangnya kesalahan apa yang Lembayung lakukan, sampai dipecat?"
Lembayung menggigit bibir bawahnya kuat-kuat, apakah ia harus jujur pada sang Ibu jika ia melakukan kesalahan fatal sampai ia diusir?
"Mungkin Lembayung nggak becus kerjanya, Bu, dan Lembayung dipecat karena lalai bekerja."
Rosa tersenyum tipis. "Jangan terlalu sering bohong sama ibu, nak. Ibu yang merawat kami sejak bayi, ibu tau bagaimana sikap kamu kalau sedang menyembunyikan apapun. Jadi, cerita sama Ibu."
Tanpa Rosa duga, Lembayung lalu berlutut dihadapannya, meraih tangannya dan menangis dengan tubuh gemetar. "Maafin Bayung, Bu....Bayung ngecewain ibu...."
"Nak, bilang sama ibu, kamu kenapa?"
"Lembayung buat kesalahan fatal, Bu..." Masih menggenggam tangan Rosa, Lembayung mulai menceritakan segalanya, yang terjadi saat di rumah Nia.
Rosa terkejut dengan pengakuan anaknya itu. "Kamu...kenapa melakukan semua itu, nak? Ibu pikir kamu tidak akan mencuri lagi, tapi..."
Lembayung terisak. Jujur ini bukan kemauannya. Tapi ini harus ditutupi. Selama masalah Nia belum menemukan titik terang, Lembayung tak akan mengatakan apapun.
"Sekarang, kamu dengarkan ibu!", kata Rosa dengan suara tegas, dan hatinya yang sedih akan perkataan Lembayung. "Kamu harus janji sama ibu, kamu tidak akan mencuri atau berbuat jahat lagi. Ibu juga pernah berjanji sama kamu, kalau ibu tidak akan melakukan pekerjaan ibu yang haram itu. Sekarang kamu yang berjanji sama ibu."
"Iya, Bu. Lembayung janji," ujar Lembayung. Tak lama, gadis itu menyandarkan kepalanya di pangkuan Rosa.
***
Mehregan menyandarkan punggungnya di pagar pembatas balkon kamarnya. Kejadian kemarin masih mengiang dipikiran Mehregan.
Bagaimana gadis itu dibentak, dan diusir, serta berakhir dipecat bukan karena kesalahan yang gadis itu perbuat. Ini semua salahnya, dan Mehregan akan menebus semua itu.
Tadi malam Mehregan berusaha untuk berbicara kepada Nia, tapi sayangnya, kakak perempuannya itu masih begitu kecewa atas kejadian kemarin.
"Gue nggak nyangka lo sebaik itu...," gumam Mehregan tanpa sadar. Pandangannya terfokus pada Langit senja. "Lo nutupin kesalahan gue, dan buat diri lo jadi semakin buruk dihadapan yang lain."
Senyum miris Mehregan terukir. "Gue merasa bersalah nganggap lo sebagai orang yang jahat. Memperlakukan lo dengan buruk, dan mempermalukan lo didepan semua orang."
Kedua mata Mehregan tiba-tiba saja berkaca-kaca. "Maafin gue, Lembayung...maafin gue..." Kedua mata Mehregan terpejam dengan kepala ikut bersandar di dinding.
"Mehregan..."
Perlahan kedua mata Mehregan terbuka , dan ia lalu bangkit dan duduk di tepi tempat tidurnya.
"Kenapa, Ma?", tanya Mehregan saat melihat sosok Naya memasuki kamarnya.
"Mama sudah tau tentang kejadian yang terjadi di rumah Nia kemarin. Soal asistennya yang kedapatan meriksa lemari Nia kemarin. Mama juga baru tahu jika dia orang yang sama, yang hampir ngambil dompet mama waktu itu," tutur Naya.
Sejujurnya Mehregan tak begitu kaget dengan perkataan sang mama. Karena sudah pasti lambat laun Naya akan mengetahuinya. Apalagi, semenjak punya rumah sendiri Naya sering menelpon Nia, gumam mengetahui kondisi kakak perempuannya itu.
"Asisten mbak Nia itu nggak salah, Ma. Regan yang salah," kata Mehregan dengan pandangan lurus ke depan.
"Maksudnya?", tanya Naya dengan kening berkerut samar.
Mehregan memilih diam. Ini bukan saatnya ia menceritakan hal itu pada Naya. "Oh iya, mama kenapa cari Regan?", tanya Mehregan membelokkan topik pembicaraan.
"Mama cuma mau mengingatkan, nanti malam kita akan makan malam sama sahabat papa."
Mehregan hanya ber-oh ria. Setelahnya ia mengangguk-angguk pelan atas ucapan sang mama.
"Mama cuma mau kasih tau itu, mama mau ke bawah dulu," pamitnya pada Mehregan.
Selepas kepergian Naya, Mehregan merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
****
Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Mehregan dan Lembayung
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderlove
Novela JuvenilLembayung Kirana, pensiunan copet yang ingin membahagiakan ayah dan ibunya, mempunyai 3 sahabat, yaitu Koko, Aldo, dan Kenny yang juga sudah memutuskan untuk menjadi pensiunan copet. Suatu hari, Lembayung bertemu dengan Karnia Maheswagayatri, seoran...