Sekarang adalah hari Jumat. Selepas pulang sekolah nanti, seperti biasa Lembayung beserta ketiga temannya akan ke rumah Nia untuk bekerja.
"Nanti lo sama teman-teman lo ke rumah. Kata mbak Nia, hari ini kalian gajian." Mehregan berujar dengan wajah datar.
Ucapan Mehregan membuat Lembayung makin riang saja. Ia akan mendapatkan gaji pertamanya, hasil dari kerjanya sendiri. "Wah, terima kasih!"
Mehregan berdehem. "Hmm. Abis lo gajian, sono beli hp! Ogah gue jadi pengantar pesan mulu."
Lembayung mencibir. "Iye, iye." Tak lama gadis itu nampak tersenyum kecil. "Eh, besok pas selesai kerja gue pinjam kamera lo, yah?"
Kening Mehregan berkerut. "Buat apaan?"
Gadis itu berdecak. "Lo mau urusan ibu bos cepat kelar, kan? Pinjamin gue kamera lo besok." Mehregan hanya bergumam tanpa minat.
Merasa tak punya urusan lagi bersama pemuda itu, Lembayung bersiap kembali ke kelasnya. Baru saja berbalik badan, gadis itu memekik kecil karena Mehregan menariknya hingga gadis itu menubruk tubuh Mehregan. Bahkan Mehregan memegangi belakang kepalanya dengan kedua tangannya.
Lembayung merasa Mehregan mengaduh kecil. Ia mendongakkan kepala. "Lo kenapa, sih?", tanya Lembayung heran. Mehregan masih memegangi bagian belakang kepalanya.
"Tadi ada bola volly, hampir kena kepala lo. Jadi yaudah."
Lembayung meneguk ludah. "Lo...ngelindungin gue?", tanya Lembayung polos.
Mehregan mendengus, lalu menjauhkan diri dari gadis itu. "Nggak usah geer!"
Pemuda itu melangkah menjauh, meninggalkan Lembayung yang kini jadi pusat perhatian beberapa siswa.
Gadis itu memukul kepalanya pelan. "Aduh, pasti mereka liat!" Pandangannya tertuju pada punggung Mehregan. "Kok gue malah deg-degan?"
***
Sebelah alis Mehregan naik, saat Alisa dan Alex mendekat padanya. Dadanya sesak seketika. "Mau ngapain lagi kalian?"
Alisa dan Alex saling memandang. Alisa nampak menghela napas. "Kami mau bicara, kak."
Mehregan mendengus. "Udah, udah. Nggak ada yang perlu diomongin. Urusan kalian, biar tetap jadi urusan kalian. Biar gue tenang sama dunia gue sendiri."
Sejak kemarin Mehregan sudah memutuskan untuk melupakan segalanya. Baik Alisa dan Alex, tak akan ia biarkan mengusik kehidupannya di sekolah. Terserah kedua orang itu berbuat apa, Mehregan tak punya urusan apapun lagi.
Jengah melihat tingkah Mehregan, Alisa menggebrak meja pemuda itu, yang tentu saja membuat seisi kelas Mehregan menatap gadis itu. Termasuk Jovita, Leoni, dan Amara.
"Kak Regan kenapa egois banget, sih? Kakak seolah-olah korban disini. Tapi, kakak juga sama sekali nggak pernah mau ngerti dari sudut pandang aku sama kak Alex."
BRAK!
Berganti kini Mehregan yang menggebrak meja. "Gue kan udah bilang urusan kalian, biar kalian sendiri yang urusin! Gue nggak mau terseret-seret. Nggak usah sok peduli dan berusaha buat gue paham soal sudut pandang kalian , nggak guna."
Napas Mehregan menggebu, dadanya naik turun. Kedua orang dihadapannya itu mendadak menjadi begitu menyebalkan. Jika bisa, Mehregan ingin menghilang saja sekarang juga.
***
Kenny dan Lembayung hanya bisa bertopang dagu. Akhir-akhir ini Aldo dan Koko sangat sibuk dengan tugas yang guru berikan.
"Padahalkan hari ini kita mau gajian, eh tuh curut berdua malah ngurusin tugas. Nggak tepat begitu, njir!", keluh Kenny.
"Ho'oh." Lembayung mengangguk mengiyakan. Tapi setelahnya gadis itu tersenyum lebar. "Nanti kalau gaji lo keluar, lo mau beli apa?"
Kenny nampak ikut tersenyum lebar. "Kalau gue sih, mau beli hp baru! Kalau lo, mau beli apa?"
"Gue mau beliin ayah sama ibu baju baru. Gue juga mau beliin peralatan masak yang baru buat ibu," kata Lembayung. "Sisa uangnya gue beliin hp yang murah. Yang penting bisa dipakai buat ngirim tugas ke guru. Apalagi kelas gue sekarang sistemnya ngirim tugas via online."
Kenny mengangkat kelompoknya tinggi-tinggi. Hingga pandangan pemuda itu beralih kearah dimana Mehregan berjalan tergesa.
"Bayung, itu mas bos Regan kenapa? Kayak emosi begitu?"
"Hah?"
Lembayung mengikuti arah pandang Kenny, gadis itu sedikit terkejut. "Ken, ikutin Regan, yok!"
Dengan cepat Lembayung meraih tangan Kenny dan menarik pemuda itu mengikutinya. Kenny mengikuti Lembayung dengan terseok-seok.
"Yah selow aja lo nariknya!", omel Kenny dengan wajah sebal.
"Nggak bisa selow, dong! Kalau tuh anak pengen bunuh diri, gimana?", balas Lembayung tidak bisa santai.
"Halah, alay banget lo, ah!"
Keduanya terhenti, saat melihat Mehregan duduk sembari mengusap wajah frustasi di taman belakang sekolah.
"Itu mas bos kenapa, yah? Apa ini ada kaitannya sama kejadian kemarin?", tanya Kenny berusaha menerka.
"Bisa jadi, sih." Lembayung sekarang memicingkan mata, saat sesosok perempuan duduk di sebelah Mehregan. "Tyas?", gumam Lembayung.
***
"Sumpah gue seneng banget sekarang! Kita udah mau gajian!", kata Aldo tak henti menyengir. Koko pun menunjukkan reaksi serupa. "Hooh. Nggak sabar mau beli barang yang gue udah list."
Keempatnya menunggu di ruang tamu rumah Nia.Jujur, selain hari mendapatkan gaji pertamanya ini, Lembayung senang karena bisa kembali melihat Nia. Beberapa waktu ini, majikannya itu super sibuk, jadilah ia tak bisa terus melihatnya.
Entahlah, ada kebahagiaan tersendiri bagi Lembayung kala melihat Nia. Ia merasa, Nia adalah refleksi dirinya.
"Hai, udah lama nunggu gue?"
Pertanyaan itu berhasil membuat keempatnya menoleh. Sudah ada Nia disana. Merekapun segera mendekat ke arah Nia.
"Nggak kok Bu Bos! Kami juga baru aja nyampe," kata Koko mewakili.
Nia menyengir. "Nah, sekarang gue bakalan bagiin gaji kalian selama kalian kerja disini."
Wanita itu meraih tasnya, dan mengeluarkan empat amplop berisikan gaji yang akan diberikan pada keempat remaja itu.
"Ini buat Koko," kata Nia menyerahkan amplop itu kepada Koko, yang diterima pemuda tinggi kurus itu dengan penuh sukacita. "Ini buat Aldo, ini buat Kenny...dan Ini buat paku payung!"
Lembayung menerima amplop berisikan yang itu dengan pandangan berbinar. "Ibu bos, ini boleh Bayung buka, nggak?", tanyanya minta izin.
"Boleh," kata Nia singkat.
Lembayung dan ketiga temannya langsung membuka amplop itu.
"Wah....." Mata Lembayung membulat sempurna karena melihat beberapa lembar uang merah, pecahan ratusan ribu itu ada digenggamannya. Perlahan Lembayung mengeluarkannya. "Ya Allah...banyak banget....," pekik gadis itu tertahan. Nia yang menyaksikannya tak kuasa menahan senyum geli.
"Gimana?", tanya Nia agak ragu.
Lembayung menatap Nia dengan pandangan berbinar . "Ini banyak banget, ibu bos. Hasilnya bisa beli banyak barang ini."
"Wah, otewe beli hp baru, nih!", celetuk Kenny bergembira.
"Kalau gue mah bukan cuma beli hp, Ken. Gue mau beli sepeda juga, biar ongkos ke sekolah bisa lebih hemat," ujar Koko. Sedangkan Aldo sendiri masih menerawang, mau membeli apa dengan uang gaji pertamanya.
Nia bahagia melihat senyum keempat remaja itu, terlebih lagi saat ia melihat Lembayung. Gadis itu selalu membuat perasaan Nia menghangat. Seolah, berhasil mengembalikan kebahagiaan Nia yang telah lama hilang.
***
Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Mehregan dan Lembayung
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora

KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderlove
Teen FictionLembayung Kirana, pensiunan copet yang ingin membahagiakan ayah dan ibunya, mempunyai 3 sahabat, yaitu Koko, Aldo, dan Kenny yang juga sudah memutuskan untuk menjadi pensiunan copet. Suatu hari, Lembayung bertemu dengan Karnia Maheswagayatri, seoran...