40. Petaka Lembayung

29 6 2
                                    

Seperti ucapan Nia kemarin, Lembayung dan ketiga temannya kembali datang untuk bekerja. Mengingat Nia akan berangkat keluar kota hari ini, jadilah Mehregan yang akan mengawasi pekerjaan mereka.

Lembayung sedang membersihkan dapur sekarang. Sesekali ia melirik ke arah luar dapur. Ketiga temannya sedang berjaga diluar. Koko yang seharusnya mengantarkan Nia juga akhirnya berjaga. Sebab, Nia dijemput mobil kantor. Jadi untuk saat ini Koko tak perlu mengantarkannya.

"Paku payung!"

Lembayung mendelik kesal saat mendapati Mehregan sudah berdiri disebelahnya.

"Jantung gue hampir copot tau, gak?!", kata gadis itu galak.

"Yah kalau copot dipasang lagi," balas Mehregan santai.

Lembayung melotot galak. "Emang lo pikir jantung gue puzzle, mainan bongkar pasang, gitu?"

Mehregan menggelengkan kepala. Gadis itu berbadan mungil, tapi urusan mengomeli dan galakin orang, Lembayung memang ahlinya.

"Sebenarnya gue kesini mau bahas soal kemarin. Soal mbak Nia dan album kecil itu."

Gerakan tangan Lembayung terhenti mengelap meja. Ia berbalik menatap Mehregan. Gadis itu meneguk ludah. "Lo yakin nyuruh gue masuk ke kamar ibu bos? Ini ngelanggar privasi dia!"

Mehregan mengangguk lemah. "Gue tau. Tapi gue butuh pertolongan lo. Setidaknya, kalau lo nggak bisa ngelakuin ini atas dasar kewajiban lo kerja disini, lakuin ini demi mbak Nia. Gue nggak tahan liat dia nyembunyiin apapun dari gue. Jadi, tolongin gue," mohon Mehregan. Lembayung bisa melihat, betapa besar kasih sayang Mehregan pada Nia. Hal itu berhasil menyentuh hati Lembayung.

Menghembuskan napas panjang, Lembayung mengangguk ragu. Setelahnya, Mehregan menghembuskan napas lega.

***

"Lo yakin, nih?", tanya Lembayung kembali ragu.

"Yakin. Lagipula ini waktu yang tepat, selagi mbak Nia nggak ada di rumah. Jadi, lo bisa nyari apapun di kamar mbak Nia."

Lembayung menatap Mehregan dan pintu kamar Nia secara bergantian. Lembayung takut.  Walau Mehregan yang meminta, tetap saja Lembayung tak sampai hati memeriksa kamar Nia.

Atas dasar pekerjaan ini, Lembayung mengorbankan rasa takut dan sudah melangkah masuk ke dalam kamar. Mehregan nampak menunggu di luar.

Tubuh Lembayung gemetaran. Dibandingkan dengan mencopet para korbannya di jalanan dulu, memasuki kamar Nia, Lembayung benar-benar merasa bersalah. Bagaimana tidak, Nia yang berhasil membuatnya keluar dari perilaku buruknya. Tak hanya itu, Nia bahkan mendaftarkannya sekolah, dan membantunya meraih beasiswa tanpa perlu memikirkan beban biaya.

Mehregan nampak mengedarkan pandangan. Mata pemuda itu menajam, memastikan aksi Lembayung tak dilihat siapapun.

Semoga gadis itu bisa mendapatkan sesuatu yang bisa menunjukkan suatu hal yang ada kaitannya dengan masa lalu Nia.

***

Koko, Aldo, dan Kenny yang berjaga diluar rumah sedikit terkejut mendapati Nia sudah kembali sembari menyeret kopernya.

"Lah, ibu bos, kirain lusa baru pulang," celetuk Koko kali membantu Nia membawa beberapa barang.

"Rapat kerjanya juga batal. Disana lama-lama juga bikin gue nggak nyaman. Mending gue pulang."

Ketiga pemuda itu hanya ber-oh ria.

Wanita itu bersama Koko, Kenny, dan Aldo melangkah masuk ke dalam rumah.

"Tumben rumah sepi. Gue nggak denger bacotan Regan. Padahal tuh bocah gue suruh ngawasin kerjaan disini."

"Mungkin lagi di kamar mandi bu, bos." Kali ini Kenny yang angkat bicara . Nia hanya mengangguk pelan.

Nia melangkah lebih dulu. Ia ingin ke kamarnya. Badannya serasa mau remuk. Ia sungguh lelah.

Tapi, kemudian langkah Nia terhenti. Matanya nampak menyelidik. "Kok pintu kamar gue kebuka?"

Langkah Nia lalu menjadi lebih cepat. Koko, Kenny, dan Aldo dibelakangnya mengikuti Nia.

Napas Nia tercekat, saat berada di depan pintu, gadis itu sedang mencari sesuatu di dalam lemarinya.

"Lembayung....?"

Tangan Lembayung terhenti di udara, kala suara Nia masuk ke indra pendengarannya. Dengan sisa keberanian yang masih ada, gadis itu berbalik dan menatap Nia. Yang membuat Lembayung makin kaget, ketiga temannya sudah menatapnya dengan tatapan bingung.

"I...ibu bos?", cicit Lembayung dengan suara bergetar.

Nia menggeleng tidak percaya dengan apa yang ia lihat. "Ngapain lo di kamar gue?" Kali ini Nia bertanya dengan nada dingin, dan itu berhasil menyentak Lembayung.

"Bu...bos...," kata Lembayung terbata.

"Jawab kenapa lo ada di kamar gue!" Nia sudah maju dan mencengkram pundak Lembayung, hingga mata gadis itu berkaca-kaca.

"Ibu bos...saya..."

Nia nampak sangat marah. Ia menyeret gadis itu keluar dari kamarnya. "Sekali lagi gue tanya sama lo, kenapa lo bisa ada di kamar gue?!"

Pertahanan Lembayung rasanya sudah hampir runtuh rasanya. Tapi, saat ia melihat Mehregan yang baru saja kembali, dan melihat wajah terkejut pemuda itu, akhirnya Lembayung memilih untuk menutupi tujuannya.

"Sa, saya...tadi...nyari...uang ibu bos," kata Lembayung dengan napas tertahan.

Mata Mehregan membulat. Gadis itu berbohong?

Dengan sisa keberanian, Lembayung melirik kepada ketiga temannya.

Raut kecewa itu, menambah perih di hari Lembayung.

"Semudah itu lo ngehianatin kepercayaan gue, Bayung?", tanya Nia dengan ekspresi marah. "Kalau lo butuh sesuatu, lo bilang! Tapi kenapa lo ngelakuin hal ini? Padahal dulu lo janji nggak bakalan maling lagi!"

"Maafin saya, ibu bos..." Tenaga Lembayung seolah hilang begitu saja, ia tak ada daya menatap siapapun. Termasuk Mehregan yang nampak tak tega melihat gadis itu dibentak Nia .

Nia mengalihkan wajah, enggan menatap Lembayung. "Gue nggak tau harus bilang apa lagi sama lo. Yang jelas, gue sudah memutuskan, mulai hari ini, jangan pernah datang lagi kesini! Lo gue pecat!"

Lembayung serasa dipukul mundur saat itu juga. Matanya berkaca-kaca. Ia memandang punggung Nia dengan tatapan nanar.

Tapi, ya sudahlah. Tak apa. Ia bersedia menerima segala resiko atas perbuatannya. "Bu Nia...." Lembayung merasa sesak didadanya. "Terima kasih dan maaf karena sudah memberikan hak yang nggak pernah saya dapatkan. Saya dikasih kerjaan, dan saya dibantu masuk sekolah sama Ibu. Dan maaf, saya mengecewakan itu, saya mengkhianati kepercayaan Ibu." Gadis itu tergugu, lalu berdiri dibelakang Nia. "Tapi, saya mohon, Bu, jangan pecat teman-teman saya, mereka tidak bersalah. Saya mencuri karena inisiatif saya sendiri, mereka tidak terlibat sama sekali."

Nia mengerjapkan mata. Napasnya memburu. "Lo boleh pergi dari sini."

Hati Lembayung hancur. Entah mengapa saat Nia memintanya pergi ia seakan tidak rela. Wanita itu yang menolongnya, dan Lembayung ingin berbuat baik padanya. Tapi, apa yang dia ingin lakukan terhenti sampai disini.

"Baik, Bu. Saya pamit..."

Lembayung berbalik badan, dan melangkah keluar. Mehregan yang sejak tadi diam saja langsung mendekati Nia. "Mbak, lo kenapa? Dia nggak salah!"

Kalimat bernada pembelaan dari Mehregan tak dihiraukan Nia. Wanita itu memilih masuk ke kamar dan meninggalkan mereka disana.

Mehregan berlari keluar dan mengejar Lembayung.

Sedangkan Koko, Kenny, dan Aldo, melirik satu sama lain, sebab nasib mereka masih belum diputuskan.

***

Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Mehregan dan Lembayung

Jangan lupa vote dan komentarnya

Salam hangat,
Dhelsaarora

WonderloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang