28. Misi Hari Pertama

35 7 0
                                        

Lembayung dengan menajamkan pandangan menunggu momentum yang tepat untuk bisa mencari tahu si pemilik mobil hitam yang terus saja mengintai rumah Nia beberapa waktu lalu.

Mehregan sendiri sudah menunggu dengan gemas, untuk segera melihat wajah yang membuatnya ketar-ketir beberapa hari belakangan ini.

Jengah, Lembayung pun akhirnya buka suara. "Lo bisa tenang sedikit? Yang ada lo mondar-mandir cemas begitu lo nggak bakalan tenang, lo bakalan tambah cemas. Lagian, rencana kita bisa gagal kalo lo begini terus."

Mehregan berhenti mondar-mandir. Sekarang pemuda itu duduk disebelah Lembayung. "Gue beneran nggak bisa tenang, kalau soal mbak Nia, gue bisa kalap."

Lembayung memilih diam, ia paham dengan perasaan Mehregan. Meski tak punya saudara, Lembayung punya tiga sahabat yang sudah dianggap saudaranya sendiri. Ada apa-apa pada salah satu sahabatnya, Lembayung pun pasti akan sangat cemas.

Dengan kamera yang dipinjamkan Mehregan, Lembayung bersiap merekam tiap tindak tanduk yang akan dilakukan pemilik mobil itu nantinya.

Walau sebenarnya Lembayung tak cukup yakin, apakah pemilik mobil itu akan datang hari ini, mengingat setelah dihari itu,  ketika ia bersama teman-temannya mengejar mobil orang misterius itu. Hingga saat ini, tanda-tanda mobil itu akan datang kembali juga masih menyiratkan keraguan bagi Lembayung sendiri.

Tatapan Lembayung beralih kepada ketiga temannya yang sudah berjaga di pagar depan. Koko, Aldo, dan Kenny, sudah siap siaga disana.

Kenny yang merancang semua skenario hari ini, akan memberi kode kepada mereka, kapan mereka harus bertindak.

Jadilah Lembayung sibuk dengan kamera yang ia pegang. "Ini Kenny kapan ngasih intruksi? Lama amat,"-gumam Lembayung mengotak-atik kamera milik Mehregan dihadapannya.

Lembayung mengarahkan lensa kamera itu kearah pagar. Ia akan uji coba kamera yang ia akan pakai nanti.

"Ngapain lo?", tanya Mehregan dengan raut bingung.

"Uji coba kamera lo," jawab Lembayung tanpa menatap Mehregan.

Mehregan mendengus. "Heh, itu kamera mahal, tanpa perlu lo uji coba itu kamera tetap bagus."

Lembayung berdecih pelan. Dalam situasi sekarang pun Mehregan masih menyempatkan diri untuk menyombongkan diri.

Dengan sabar Lembayung terus mengarahkan lensa kamera itu ke arah pagar. Fokus Lembayung benar-benar tertuju disana.
"Astaga...," gumam Lembayung saat sesuatu yang ia dan temannya tunggu sejak tadi berhasil ia rekam.

Mobil hitam misterius itu akhirnya melintas!

Kenny akhirnya memberi kode, kode untuk tetap tenang, pura-pura tidak tahu jika mobil itu berhenti tepat di depan rumah. Lembayung pun terus merekam ke arah mobil hitam itu.

Tapi, tanpa mereka sangka, Aldo sudah berjalan mendekat ke arah pemilik mobil itu. Ia langsung mengetuk kasar pintu kamar itu.

"Astaga!", teriak Koko dan Kenny frustasi. Kedua pemuda itu berlari menyusul Aldo yang sudah menggedor kasar pintu mobil yang mereka curigai itu.

"Astaga, Do...," gumam Lembayung sembari bangkit dari tempat persembunyiannya. Masih dengan membawa kamera dan merekam setiap kejadian yang ada di hadapannya, Lembayung berlari pelan menyusul teman-temannya.

Mehregan yang melihat semua itu sempat tercengang beberapa saat. Hingga pemuda itu akhirnya ikut menyusul Lembayung dan yang lainnya mendekati lokasi mobil hitam itu.

Lembayung berlari dengan membawa kamera, dan melihat Aldo sudah menggedor kasar pintu mobil itu.

"WOY, KELUAR LO PENGECUT! BERANINYA CUMA NGINTILIN RUMAH MAJIKAN ORANG, KALO ADA MASALAH SINI LAWAN GUA, KITA SATU LAWAN SATU!"

Situasi ini makin lama makin horor saja, Aldo saja sudah bertindak diluar kendali.

Koko dan Kenny pada akhirnya mulai terpancing emosi. Mulanya ingin mengendalikan Aldo, kedua pemuda itu pun akhirnya ikut menggedor pintu mobil itu dengan cara yang lebih kasar lagi.

"Ah! Kok mereka malah pada-pada emosi, sih?!" Lembayung bersungut sebal.

Mehregan pun ikut berlari dibelakang Lembayung.

"Woy, berhenti lo pada, ah elah!" Lembayung berusaha menarik teman-temannya satu persatu. Tapi sayangnya, Lembayung tak bisa melakukannya.

Hingga pada akhirnya mobil hitam itu melesat cepat, membuat ketiga temannya hampir saja terlindas.

Dengan gerakan cepat, Lembayung mematikan kamera yang sejak tadi sudah merekam itu. Ia menatap ketiga temannya dengan raut kesal.

"Kalian gimana, sih? Kalian janji nggak emosi, ujung-ujungnya emosi juga!", sungut Lembayung. "Apa perlu gue getok kepala kalian pake kamera ini?", kata gadis itu sembari mengacung-acungkan kamera itu dihadapan teman-temannya.

"Woy, kamera gue itu, enak aja mau digetokin! Sini!" Mehregan segera merebut kamera itu dari genggaman Lembayung.

Lembayung tak begitu mempermasalahkannya. Sekarang ia menatap ketiga temannya dengan tatapan membunuh. "Pokoknya di misi selanjutnya nggak ada lagi emosi-emosi! Kalian harus bisa tahan. Bisa?", tanya Lembayung dengan penuh penekanan.

Ucapan gadis itu hanya diangguki dengan wajah menyesal dari ketiga sahabatnya. Menghembuskan napas panjang, Lembayung berbalik badan dan meninggalkan keempat pemuda itu.

"BAYUNG! MAAFIN GUE!", teriak Aldo, Kenny, dan Koko bersamaan, lalu mengikuti Lembayung.

Mehregan dibuat tercengang karenanya. "Kok bisa kompak begitu, yah?"

***

Malam ini Mehregan tidak bisa tidur dengan pulas. Bukan tanpa alasan ia seperti itu.

Soal kejadian tadi siang, ia masih tak habis pikir. Tindakan pemilik mobil itu cukup berani menurutnya.

Menggelengkan kepalanya dengan gerakan gusar, Mehregan bangkit dan mengambil kamera miliknya. "Gue penasaran si paku payung ngerekam aja tadi," gumam pemuda itu lalu mulai melihat rekaman video tadi siang.

Tentu saja Mehregan optimis dibalik video tidak berfaedah yang Lembayung rekam, setidaknya ia bisa menemukan satu informasi agar ia tahu, siapa orang misterius itu.

Sembari menonton, kepala Mehregan tak hentinya menggeleng tak percaya. Kelakuan ketiga sahabat Lembayung sangatlah menakutkan. "Elah, bar-bar banget, dah!"

Komentar Mehregan terus saja ada di tiap aksi yang teman Lembayung perbuat. Hingga diakhir video, Mehregan dibuat kesal karena ia tak menemukan satu pun bukti.

"Argh! Kalau begini gimana ceritanya gue bisa tau siapa tuh orang?", kesal Mehregan menaruh asal kamera itu diatas meja.

Mehregan mengusap dagu, berpikir keras. "Kalau ini memang ada hubungannya sama mbak Nia, gue perlu interogasi mbak Nia, dong! Siapa tau tuh orang musuhnya, dan pengen mbak Nia celaka."

"Iya, gue pokoknya harus tau informasi dari mbak Nia. Gue nggak bisa tenang kalau gini caranya."

Mehregan bisa tersenyum lega sekarang. Setidaknya ia dan Lembayung, beserta teman-temannya gadis itu masih bisa menyusun rencana lain, tentunya yang bisa langsung membuat orang itu mengakui perbuatannya.

Puas dengan pikirannya, Mehregan berjalan keluar kamar. Ia ingin menonton saja malam ini. Sudah Mehregan pastikan, jika Nia akan bekerja di kamarnya, dengan teman cemilan yang super berantakan dan juga minuman aneka rasa yang sedotannya ada dimana-mana.

Baru saja memikirkan tentang Nia, langkah kaki Mehregan terhenti tepat di depan pintu kamar Nia. Niatnya pemuda itu ingin langsung masuk saja.

Tetapi, suara tangisan dari dalam membuat Mehregan urung membuka pintu. Apa Nia tengah menangis disana? Tapi kenapa?


****

Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita Lembayung dan Mehregan

Jangan lupa vote dan komentarnya

Salam hangat,
Dhelsaarora

WonderloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang