5. Dapat Pekerjaan

49 8 6
                                    


Lembayung mengeluarkan sebuah kartu yang didapatkannya dari orang yang ia tolong tempo hari, Nia.

"Gue harus ketemu kak Nia. Gue perlu bantuan dia," gumam Lembayung dengan menggigit bibir bawahnya. Sebenarnya, ia tak enak meminta bantuan kepada Nia.

Lembayung mengentuk-ketukkan kakinya yang beralaskan sandal jepit butut itu ke tanah. Kembali, ia dilanda bosan sebab menunggu ketiga temannya yang senang sekali ngaret itu.

"Nah, kalian akhirnya datang juga! Pegel nih badan nungguin kalian!", omel Lembayung.

Aldo, Kenny, dan Koko hanya bisa menyengir. Lembayung jika sudah mengomel itu tidak boleh dibalas, gadis itu akan membuat mereka berakhir terbaring di rel kereta api.

"Karena kalian udah pada datang, gue bakalan kasih tau kita mau kemana." Lembayung menyerahkan kartu nama itu pada Koko, sementara Aldo dan Kenny mengamatinya dengan saksama.

"Alamat di kartu nama ini ada di kawasan elit," celetuk Koko.

"Wuih, serius lo?", tanya Kenny.

Kepala Koko mengangguk. "Iya, ini kantor pemilik kartu nama ini ada di pusat kota. Nggak jauh-jauh amat dari sini."

Aldo mengerutkan kening. "Tapi, lo dapat kartu nama ini darimana? Apa, ini kartu nyelip di dompet orang yang lo copet?"

Lembayung melotot, lalu menjewer telinga Aldo. "Sembarangan yah tuh mulut! Gue ' kan bukan copet lagi, gue udah pensiun. Lagipula, gue dapat kartu itu dari pemiliknya sendiri, lah. Kak Nia namanya."

"Kak Nia?", gumam ketiga pemuda itu menatap Lembayung bingung. Lembayung hanya mengangguk sebagai respon.

"Yaudah, kita ke sana aja sekarang!", anak Aldo yang sudah tidak sabar.

***

Keempat remaja itu hanya bos menganga tidak percaya saat menginjakkan kaki tepat di depan kantor yang tertera pada kartu nama yang diberikan Nia.

"Wagelaseh! Biasanya gue liat gedung segini tingginya cuma pas nonton layar tancep. Nggak langsung liat aslinya udah keliatan megahnya, eh sekarang gue malah berdiri di gedung versi nyatanya," gumam Kenny.

"Kaki gue gemetaran dong, sob!", kata Aldo. Tentu saja hal itu membuat ketiga temannya yang lain langsung menoyor kepalanya.

"Kita nyari kak Nia, yuk!", ajak Lembayung berjalan lebih dulu menuju teras depan kantor megah itu.

Baru beberapa langkah, Lembayung sudah dihadang oleh dua petugas keamanan. Bahkan, kedua petugas itu memasang raut garang.

"Kamu siapa? Dan mau bertemu dengan siapa?"

Lembayung nampak menengok ke dalam kantor. Banyak karyawan di dalam sana.

"Nama saya Lembayung, saya mau bertemu kak Nia," jelas Lembayung.

Kedua petugas keamanan itu nampak kebingungan. "Kak Nia?"

Lembayung menepuk jidat. Ia segera meralat ucapannya. "Maksud saya, saya mau bertemu dengan ibu Karnia Maheswagayatri."

"Ibu Karnia?", beo salah satu petugas. Lembayung menganggukkan kepala.

"Tidak bisa! Kamu tidak boleh bertemu ibu Karnia! Beliau adalah orang penting, bukan orang yang bisa ditemui sembarang orang."

Menghembuskan napas panjang, Lembayung melirik ketiga temannya. Matanya terpejam sejenak. Ia tahu betul, alasan yang diberi oleh petugas keamanan ini adalah alasan yang sangat klasik.

Pasti karena penampilan mereka yang bisa dibilang lusuh dan dianggap sebagai gembel yang tidak pantas berkunjung ataupun bertemu orang elit.

Pikiran manusia kadang kala sedangkal itu.

WonderloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang