Mehregan dan Lembayung duduk berdua di teras rumah Nia. Koko, Aldo, dan Kenny berbicara santai dengan Nia di taman. Entah apa yang mereka bicarakan, sampai Nia tertawa kala ketiga pemuda itu memulai obrolan.
"Makasih yah lo masih mau ke rumah ini, dan gue lega lo mau maafin mbak Nia." Mehregan berujar dengan senyum tipis, dan sialnya degup jantung Lembayung kembali menggila.
Tidak, tidak, tidak!
Gadis itu menggelengkan kepala. Ia tidak boleh salah fokus saat ini. Ia ingin membicarakan sesuatu dengan Mehregan.
Soal Nia dan kebenaran pemilik mobil hitam itu, Lembayung akan memberitahukan pada Mehregan.
"Gue mau ngomongin soal mbak Nia, dan album biru itu," kata Mehregan tiba-tiba. Perhatian Lembayung langsung beralih sepenuhnya pada Mehregan.
Gadis itu diam, dan ia bisa melihat Mehregan sampai menghela napas berkali-kali.
"Nggak usah ceritain apapun yang nggak bisa lo ceritain. Cukup kalian aja yang tau," kata Lembayung menatap Mehregan tepat.
Mehregan kini berganti menatap Lembayung. Pandangannya benar-benar dalam. "Gue berani ngomong semua hal tentang mbak Nia, karena gue udah percaya banget sama lo." Mehregan menjeda ucapannya. "Awalnya, gue pikir lo cewek nyebelin yang nggak punya sisi baik sama sekali. Tapi ternyata, gue nggak nyangka lo orang yang sangat baik."
Lembayung tergelak. "Ini...lo muji gue? Seorang Mehregan Baskara muji gue? Gue yang pensiunan copet?"
Wajah Mehregan yang semula serius menjadi begitu datar. "Nih cewek dipuji baik-baik malah pengen ngajak gelud. Lo mah nggak bisa diseriusin."
Jantung Lembayung lagi-lagi berdebar kencang. Ia merasa dan berpikir, ia punya keinginan agar Mehregan menjalin hubungan serius dengannya.
Lembayung malah bergidik ngeri saat pemikiran itu tanpa permisi memasuki otaknya.
Ia tak boleh terlalu mengharapkan sesuatu secara berlebihan, apalagi hal yang tidak mungkin. Apa lagi, sepertinya ia sudah sadar.....akan perasaannya pada pemuda disebelahnya itu.
Gadis itu berdehem. "Lo mau cerita apa soal Ibu bos?" Lembayung membelokkan pembicaraan. Urusan ia, perasaan dan pemikirannya ia akan tuntaskan di lain waktu saja.
Wajah Mehregan nampak sendu. "Ternyata, mbak Nia punya masa lalu yang nggak baik, Bayung. Gue nggak nyangka selama ini dia beneran menderita."
Raut bingung sekaligus ingin tahu Lembayung muncul begitu saja. "Masa lalu yang nggak baik?"
Mehregan menggumam. "Iya. Ternyata mbak Nia dulu korban pemerkosaan, pas umurnya baru 19 tahun. Dia juga...hamil waktu itu. Dan anaknya sampai sekarang kami nggak tau dia dimana. Soalnya waktu itu mbak Nia ngebuang anaknya sendiri, karena takut sama mama-papa. Padahal, mbak Nia sama sekali nggak salah."
Lembayung tertegun. Ia begitu kaget mendengar cerita Mehregan itu. Nia yang ia kenal sebagai sosok wanita yang ceria, berkepribadian kuat, dan pekerja keras punya kehidupan yang menyakitkan di masa mudanya.
"Sekarang gue sama mbak Nia mau cari tau, soal anaknya. Kami lagi cari seseorang, seseorang yang pernah mbak Nia temui dan nitipin anaknya disana. Mungkin, kedengarannya nggak mungkin banget dalam waktu singkat kami bisa ketemu sama anaknya mbak Nia. Bukti minim, dan mbak Nia bahkan cuma sekali itu ketemu sama orang itu."
Tak bisa Lembayung bayangkan bagaimana perasaan Nia, dan juga anak kandung Nia yang pastinya sangat terkejut jika ia berpisah dari ibunya.
Lembayung sadar, jika di dunia ini, yang nasibnya tak lebih baik, begitu banyak. Nia yang cantik, kaya, cerdas, baik hati rupanya menjalani kehidupan yang tak begitu sempurna. Masa lalunya yang mencederai kebahagiaan dan kesempurnaan itu.
"Apa yang lagi lo pikirin sekarang?", tanya Mehregan sembari menatap wajah Lembayung dari samping.
"Gue?", kata gadis itu tanpa membalas menatap Mehregan. Tatapannya lurus ke depan, menatap pagar rumah Nia yang menjulang cukup tinggi disana. "Gue nggak mikirin apa-apa, sih. Gue lagi berharap aja, semoga ibu bos ketemu sama kebahagiaannya."
Senyum Mehregan terbentuk dengan segera. Gadis ini, ada saja ucapannya yang membuat Mehregan kagum.
Tanpa sadar Lembayung langsung mengerjapkan mata. Ia baru ingat, soal Nia, ada gak yang perlu ia sampaikan kepada Mehregan.
"Regan, gue baru ingat, ada hal yang mau gue kasih tau sama lo."
"Apa? Soal mbak Nia?"
Kepala Lembayung mengangguk. "Iya, soal Ibu bos." Gadis itu nampak serius sekarang. "Gue sama Kenny sempat ikutin...mobil yang kami curigai, sebagai mobil yang ngintai ibu bos waktu itu." Pandangan Lembayung terangkat, memberi sorot takut-takut pada Mehregan.
"Terus?"
"Kami ikutin mobil itu. Gue sama Kenny menyusup masuk dan ngecek mobil itu, dan bener, goresan di mobil yang mengintai ibu bos, sama persis dengan mobil yang kami ikuti."
Kedua mata Mehregan sedikit melebar. "Kasih tau gue, siapa pemilik mobil itu?!"
Inilah bagian tersulit bagi Lembayung. Bagaimana bisa ia mengatakan pemilik mobil itu pada Mehregan?
"Jawab aja yang jujur, lo nggak perlu ragu," kata Mehregan berusaha memberi keyakinan pada gadis itu.
Menghembuskan napas panjang, Lembayung menyebutkan nama pemilik mobil itu. "Pemilik mobil itu pak Afno, bokap Alisa."
***
Ini adalah hari pertama Lembayung kembali bersekolah. Saat di sekolah, ia dihujani banyak pertanyaan dari Meitha, Tyas, bahkan Alisa. Guru yang kebetulan mengajar di kelasnya juga melakukan hal yang sama, mempertanyakan soal ketidakhadiran Lembayung beberapa hari yang lalu. Jadilah, Lembayung akan disibukkan dengan berbagai tugas tambahan agar nilainya tak buruk.
"Eh, eh, itu kak Regan!", kata Meitha menunjuk ke arah pintu, menampilkan sosok Mehregan yang kini datang seorang diri ke kelasnya.
Alisa mengerutkan kening, sementara Lembayung sudah panik. Apa kedatangan pemuda itu ke kelasnya untuk menemui Alisa, karena pembahasan mereka di rumah Nia kemarin?
"Alisa, gue pengen ngomong sama lo."
Astaga, Lembayung makin panik saja. Mehregan dengan wajah serius kini mendatangi Alisa ke bangkunya.
"Mau bicarain apa, kak? Soal aku sama Kak Alex?", tanya gadis itu.
Mehregan berdecih. "Bahkan yang gue mau omongin ini jauh lebih penting daripada soal kalian berdua."
Wajah Alisa berubah pias. "Mau omongin soal apa?"
"Nggak disini, tapi di tempat lain. Ikut gue!"
Lembayung makin panik. Otaknya berpikir keras agar ia bisa menghalangi niat Mehregan agar berbicara pada Alisa. "Eh, Regan!"
Suara Lembayung berhasil menghentikan langkah Mehregan dan Alisa saat itu juga.
"Kenapa?", tanya Mehregan.
"Itu, tadi ibu bos suruh gue buat kasih tau soal hal penting ke lo."
Mehregan sedikit melongo, dan Lembayung langsung menghampirinya dan menarik Mehregan menjauh dari kelas. Seisi kelas langsung gempar karenanya, termasuk Meitha dan Tyas.
"Itu, kok Bayung nyeret-nyeret kak Regan keluar, yah?", tanya Tyas dengan wajah ingin tahu.
"Udah, nggak usah kepo. Lo tau 'kan Kak Regan itu, majikannya Lembayung. Jadi, Lembayung pasti nanyain hal penting seputar kerjaan dia, tapi nggak di sini." Meitha kini malah tersenyum geli. "Daripada urusin kak Regan, mending lo urusin kak Fery," kata Meitha membuat wajah Tyas memerah dan salah tingkah. "Diem lo, ah."
*****
Hai, terima kasih sudah mampir dan baca cerita Mehregan dan Lembayung
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora
KAMU SEDANG MEMBACA
Wonderlove
Fiksi RemajaLembayung Kirana, pensiunan copet yang ingin membahagiakan ayah dan ibunya, mempunyai 3 sahabat, yaitu Koko, Aldo, dan Kenny yang juga sudah memutuskan untuk menjadi pensiunan copet. Suatu hari, Lembayung bertemu dengan Karnia Maheswagayatri, seoran...