Tiga puluh tiga

2.6K 282 11
                                    

"Oke deal!" Langsung saja New menyepakati perjanjian yg dibuat dengan Tay beberapa saat lalu.

"Then, after you." jawab Tay tersenyum.

New menarik nafas panjang sesaat sebelum mulai bercerita mengenai alasan pertengkaran dirinya dengan Nanon. 

"Orangtua kita selalu bertengkar dari sejak aku masih SD, sampai akhirnya ayah menceraikan bunda dan pergi ninggalin kita, tanpa bilang satu kata pun ke kita. Not even a single goodbye word!"

"Dan hal itu bener-bener bikin hati kita hancur banget. Itu karena kita bertiga memang lebih deket sama ayah daripada bunda."

"Bertiga?" tanya Tay menyela pembicaraan New.

New menganggukan kepalanya, "aku punya kakak, kita tiga bersaudara dan cowok semua."

"Setahun kemudian bunda menikah lagi dan kita pindah ke Tangerang untuk ikut suaminya yg kerja di sana. Jadilah aku kenal sama Gun karena kita satu SMA bareng."

"Tapi kakak aku, dia milih untuk tetap tinggal di Solo di rumah nenek dari bunda. Kita ga pernah komunikasi sejak pindah dan sampai sekarang."

"Singkat cerita. Bunda emang dari dulu punya gangguan emosi berlebih. Beberapa tahun setelah pernikahan keduanya, bunda dan suaminya sering bertengkar. Bunda juga sering lepasin emosinya ke aku atau Nanon."

"Di tahun kedua aku kuliah, aku akhirnya memilih buat ninggalin rumah tanpa bilang siapapun dan kos di daerah Depok."

"Selain karena aku yg ga kerasan tinggal sama ayah dan saudara tiri, aku juga ga sengaja denger percakapan antara bunda dan suaminya yg keberatan kalo aku dan Nanon tinggal bareng mereka." Tay hanya berdiam diri dan menyimak baik-baik setiap ucapan yg New katakan. Melihat tidak ada respon dari Tay, New pun melanjutkan bicaranya.

"Kondisi ekonomi keluarga memang lagi sulit, ditambah harus membiayai tiga anak sekaligus. Suami bunda juga punya anak cowok seumuran Nanon."

"Intinya, adanya kita yg ikut tinggal bersama mereka itu membuat keadaan jadi tambah sulit."

"Karena aku ga mau bikin orang lain kesusahan, so I left home, I left Nanon. Kenapa nama belakang kita beda karena aku masih pakai nama keluarga ayah kandung aku sampai sekarang."

"Aku pikir dengan perginya aku bisa sedikit meringankan mereka, setidaknya biarin mereka ngerawat dan ngebesarin Nanon. Aku ga kasih tau soal ini ke Nanom karena aku ga mau bikin dia jadi kepikiran dan ikut pergi."

"Aku ninggalin Nanon tanpa bilang apapun ke dia sama seperti yg ayah lakuin ke kita waktu itu. Aku ga nyalahin Nanon kalo sekarang dia benci sama aku."

New menatap lurus ke depan, matanya terlihat menerawang. "Karena aku juga ngerasa benci banget sama ayah waktu itu. Dia ninggalin kita tanpa penjelasan, bahkan tanpa kasih ucapan selamat tinggal!" 

New terkekeh melihat air mata yg turun dari kedua mata Tay. "Mas nangis?" tanyanya dengan nada menggoda. 

Tay menyapu kedua matanya pura-pura tidak mengerti. "Siapa yg nangis? Engga tuh!" jawabnya bohong. Kemudian dirinya bertanya lagi, "bagaimana perasaan kamu saat itu dan saat ini?" 

"Sedih? Itu pasti. Kecewa? Banget. Marah? Jangan ditanya. Nangis? Menurut aku itu bukan sebuah penyelesaian. Nangis ga akan bisa merubah keadaan jadi lebih baik."

Tay pun lalu menarik New ke dalam pelukkan nya. "Tapi dengan nangis bisa bikin perasaan kamu jadi lega dan jadi jauh lebih baik."

"New, it's fine to cry when you feel like to. Saya dan Gun tau kamu udah berusaha keras untuk bertahan sampai sejauh ini, you did great."

UNIT INVESTIGASI GMMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang