22. A Hug.

4.1K 197 0
                                    

Alexa mencebikkan bibirnya ketika Andrew masih terus menerus menertawakan nya.

"An, berhentilah tertawa. Itu sudah lama sekali, seharusnya kau melupakan nya. Menyebalkan." Gerutu Alexa sambil memukul dada bidang Andrew.

"Aku tidak mungkin bisa melupakan hal sekecil apapun darimu, rabbit. Termasuk kejadian gigimu seperti kelinci itu. Oh aku salah lagi, seperti nenek sihir maksud ku." Ledek Andrew dengan suara tawanya yang menggelegar.

"Menyebalkan! Menyebalkan! Menyebalkan!" Kesal Alexa. Gadis itu melepaskan rengkuhan tangan Andrew di sekitar tubuhnya.

"Hei, kau mau kemana sayang?" Tanya Andrew beranjak dari tidurnya.

"Kembali ke Penthouse. Aku marah denganmu. Jangan bicara padaku." Rajuk Alexa.

Andrew terkekeh. Belum jauh gadis berusia 20 tahun itu melangkah, tiba-tiba ia merasakan kakinya tidak lagi menapak. Andrew menggendong nya ala bridal style.

"Apa yang kau lakukan? Turunkan aku sekarang juga, Mr. Mikaelson!"

Andrew tidak menggubris apapun perkataan Alexa. Pria itu justru kembali membaringkan Alexa ke tempat tidur seraya mengecup pelipis gadis itu dengan lembut.

Alexa membeku, bukan! Bukan karena dinginnya udara malam karena sedang turun salju tetapi karena sikap lembut yang Andrew berikan.

Mata mereka bertubrukan, Alexa melihat itu. Kelembutan dan cinta yang besar memancar dari netra hazel milik Andrew, Alexa jatuh untuk yang kesekian kalinya dalam bola mata yang seperti lelehan coklat tersebut.

Andrew tersenyum, "Aku mencintaimu, Miss Grey." Ucapnya seraya memeluk Alexa dengan erat.

Andrew menelusup kan wajah nya ke ceruk leher Alexa. Mencari kehangatan yang hanya akan ia dapat dari gadis musim semi nya.

Alexa memejamkan matanya, hatinya menghangat. Perasaan nya menggebu-gebu untuk pria yang saat ini merengkuh tubuhnya dengan erat, semua kekhawatiran nya menguap entah kemana.

Selama ada Andrew di sisi nya, ia percaya bahwa ia mampu melangkah. Ya, karena Andrew adalah cengkeraman nya. Orang yang selalu bersedia memegang erat tangannya dalam keadaan apapun.

"Aku lebih mencintaimu, An." Lirih Alexa.

Andrew menggeleng, ia mengangkat wajahnya dan menatap wajah Alexa, "Tidak! Perkataan mu salah, aku yang lebih mencintaimu, rabbit."

Alexa tertawa, "Apa yang salah dengan itu? Oh ayolah jangan permasalahkan cinta siapa yang lebih besar, itu tidak penting." Gadis tersebut mengecup pipi Andrew dengan sayang.

"Ya, tapi tetap saja aku yang lebih mencintaimu." Kekeuh Andrew.

Alexa menggeleng gemas karena tingkah Andrew, "Terserah padamu, Mr. Mik---, mpphhhh..."

Ucapan gadis itu terpotong karena Andrew menyambar bibir ranum nya. Melumat dengan penuh perasaan, Alexa bahkan kesulitan menyeimbangkan ciuman Andrew yang brutal tersebut.

Sekitar tiga menit mereka bertukar saliva, Andrew akhirnya melepaskan tautan bibirnya dari bibir Alexa. Membiarkan gadis itu mengisi pasokan oksigen di paru parunya.

"Sekarang tidurlah, kita akan bermalam disini." Ucap Andrew sambil menyelimuti tubuh Alexa.

"Tetapi disini dingin, An." Jawab Alexa. Pasalnya sedari tadi dia terus saja menggigil kedinginan.

"Aku akan memeluk mu sepanjang malam, tenang saja." Bisik Andrew di telinga Alexa.

Andrew mulai mendekap tubuh Alexa, perlahan udara dingin yang sejak tadi melingkupi tubuh Alexa meluntur.

Tergantikan dengan rasa hangat yang membuatnya nyaman.

----


John F. Kennedy International Airport, New York. 11.35 A.M

M

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean melangkahkan kaki sambil menyeret koper nya dari tempat check out, setelah mengudara selama 2 jam 34 menit ia merasakan kepalanya pening dan rasa mual menerjang perutnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sean melangkahkan kaki sambil menyeret koper nya dari tempat check out, setelah mengudara selama 2 jam 34 menit ia merasakan kepalanya pening dan rasa mual menerjang perutnya. Efek jet lag yang selalu ia rasakan.

Pria tampan berusia 20 tahun itu mendudukkan tubuhnya di salah satu ruang tunggu, sambil sesekali mengecek ponselnya.

Sean membalas pesan singkat Richard yang menanyakan sampai atau belum nya sang buah hati tercintanya tersebut.

"Tuan Sean," Sean menengadahkan pandangannya ketika namanya di panggil, seorang pria paruh baya berdiri di hadapannya. Seth, tangan kanan ayahnya.

"Hai, Seth. Bagaimana kabarmu?" Tanya Sean.

Seth tersenyum ramah, "Puji Tuhan saya selalu dalam lindungan Tuhan. Saya akan mengantarkan Tuan ke mansion terlebih dahulu."

"Kita tidak langsung ke kantor?"

Seth menggeleng, "Tidak. Tuan Sean akan beristirahat terlebih dahulu. Untuk menghilangkan jet lag yang tuan alami, besok Tuan bisa mulai mengurus segala pekerjaan kantor."

Sean mendesah lega, memang yang ia butuhkan saat ini adalah istirahat. "Baiklah, ayo. Aku sudah tidak tahan ingin tidur."

Seth terkekeh mendengar penuturan putra dari atasannya tersebut. Pria yang ceria dan murah senyum.

_____

To be continued...

My Grip [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang