[Tandai jika ada typo]
---------------------------
-----------
Happy reading
-----------Prilly menatap menara eiffel dengan hampa. Semilir angin menerbangkan anak rambutnya yang tidak terikat.
"Jadi kamu juga bekerja sebagai agen negara?" Prilly bertanya namun seperti gumaman tanpa menoleh kepada seseorg di sebelahnya.
Orang itu mengangguk singkat. "Ya" jawabnya serak. Prilly memejamkan matanya sejenak. Sura itu, suara yang dia rindukan.
"Kok aku gak pernah tau? Padahal agen kita selalu ketemu dan saling mengenal satu sama lain,"
"Gue baru masuk sebulan yang lalu." Prilly menoleh cepat dengan pandangan bertanya.
Tidak mudah bagi siapa pun untuk masuk kedalam agen negara. Tapi lelaki di sampingnya seolah memasuki pekerjaan itu seperti mulung saja.
"Apa alsan kamu masuk agen FBI? "
"Lo gak perlu tau!" Ali berunjar sinis.
Keduanya sama-sama terkejut saat mereka berdua berada di negara yang sama. Meski wajar-wajar saja namun tidak berada di negara yang sama, tapi mereka juga berada di tempat yang sama dan dalam tujuan yang sama pula.
Mencari mafia
Prilly mengangguk pelan atas jawaban Ali. Keduanya hening dengan mata yang sama-sama menatap menara eiffel dari rooftop.
"Prill..." Ali memanggil pelan tanpa menoleh sedikitpun.
Prilly menoleh untuk menatap Ali sepenuhnya. "Kenapa?" Prilly menjawab, dahinya sedikit mengernyit tidak biasanya Ali memanggil dengan nada pelan dan sedikit. Halus
Lelaki itu terdiam sejenak. Memikirkan untuk melanjutkan nya atau tidak, namun dia ingin mengungkapkan ini.
"Gue punya pilihan buat lo..." dahi Prilly semakin mengernyit dalam. Ali menoleh menatap balik mata henzel milik gadis itu.
"Lo mau tetep di posisi lo yang selalu ngejer cinta gue, tanpa tau kepastian nya. Atau.... Jadi pacar gue?!"
Prilly terdiam beberapa saat berusaha mencerna apa yang barusan Ali katakan. Gadis itu mengerjap kecil saat mengerti keadaan yang terjadi.
Tenggorokannya tercekat keras. Ada rasa sesak yang dia rasakan dalam dadanya. Itu sebuah pilihan atau...
Prilly berbalik menatap menara eiffel kembali enggan menatap Ali. "Alasan kamu mau aku jadi pacar kamu apa?" Ali bungkam, bingung harus menjawab apa. Dia sendiri tidak tau, pemikiran itu lewat begitu saja kemarin.
Awalnya Ali Ingin mengungkapkan kepada Prilly nanti saat pulang ke Indonesia, namun tanpa di sangka mereka di pertemuka di negara yang sama.
Seperti rencana Ridwan kemarin, Ali akan di kenalkan dengan seseorang yang ternyata adalah keluarga Prilly.
Dan di sini lah mereka saat ini.
Prilly menoleh melihat kebungkaman lelaki itu. Prilly tersenyum kecut. "Apa untuk sebuah permainan? aku emang cinta sama kamu Ali. Tapi jadi pacar kamu saat status kamu masih bareng Rena itu... Secara gak langsung kamu jadiin aku selingkuhan kamu!" Matanya meyorot luka yang dalam.
Ali sama sekali tidak bereaksi. Dia seakan terhantam oleh batu besar secara tiba-tiba.
Prilly menarik nafanya perlahan.
Lelah dan rasa sakit yang dirasakan oleh dirinya sebenarnya apa? Kenapa sedikitpun ia tidak pernah berpikir untuk membenci atau meninggalkan lelaki di hadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Not Alone
Teen Fiction_Terimakasih telah hadir walau dengan membawa luka, tapi setidaknya kamu tidak pergi dan tidak membuatku sendiri di saat Tuhan lebih menyayangi mereka_ Prilly Latuconsina Aliando Syarief I'am Not Alone