[Tandai jika ada typo]
---------------------------
-----------
Happy reading
-----------
Takdir yang mempertemukan kita pada situasi saat ini. Namun aku bahagia walau pada akhirnya akan menyakitkan~Prilly
Prilly berjalan pelan menuruni anak tangga dengan seragam kembagaannya yang dia gunakan. Jam menunjukan pukul 17:12 waktu jam Paris.
"Kamu sudah siapa?" tanya Rizal.
kepalanya menoleh kearah ruang Keluarga yang sudah terdapat ayah dan abangnya dengan seragam masing-masing.
Prilly mengangguk pelan. "Selalu siap," kaduanya beranjak menghampiri Prilly.
"Kita berangkat!" unjar Rizal lalu melangkah ke luar mansion diikuti kedua anaknya.
"Kalau bunda liat pasti dia masang muka ngaganya!" Prilly terkekeh, membayangkan wajah sang bunda saat tau mereka menggunakan seragam kerja.
"Husss, dasar anak durhaka!" hardik Andrean dengan toyorannya.
Gadis itu tertawa, mengingat bundanya saat pertama kali mereka menggunakan seragam agen, sebenarnya bukan sekali dua kali tapi sering bundanya melihat mereka dengan seragam ini, namun ekspresi yang diberikan selalu sama. Kagum.
Untung kemarin bunda pulang ke Indonesia karena ada urusan katanya, bukanya tak senang ditatap seperti itu oleh bunda. Justru mereka bangga. Masalahnya ekspresi bunda yang selalu ingin membuatnya tertawa terbahak-bahak.
Mereka memasuki mobil untuk berangkat menuju kantor sebelum melakukan tugas. Hari ini mereka di tugaskan untuk berurusan dengan mafia Paris. Tujuan utama mereka datang kenegara ini.
Setelah sampai di kantor, mereka turun dari mobil dan segera bergegas masuk kedalam.
"Apa kita terlambat?" tanya Rizal membuka pintu ruang rapat, membuat semua orang yang berada di dalam menoleh kerah pintu masuk.
"Tidak, baru saja kami akan memulainya, lagi pula kami tidak akan memulainya sebelum anda datang." Jawab seorang pria paruh baya yang duduk paling unjung di meja seperti tempat rapat pada umumnya.
"Syukurlah" Rizal dan kedua anaknya memasuki ruang rapat, ketiganya duduk di sisi kiri dengan Prilly ditengah-tengah mereka.
"Baiklah, semuanya sudah berada di ruang rapat. Jadi bisa kita mulai rapat?" tanya pria paruh baya tadi yang di yakini pegarah rapat kali ini.
Semua mengangguk setuju
Advent Baldwin atau kerap di sapa Vent. Ia sudah menjabat sebagai agen CIA selama enam tahun. Ia merupakan tangan kanan Rizal.
Semua orang memperhatikan perkataan Advent didepan dengan baik. "Untuk masalah kali ini, kita akan bergabung kembali dengan agen FBI. Untuk lebih memudahkan pekerjaan, karena dia bukan mafia biasa!" semua mengangguk mengerti.
Dan berlanjut dengan rencana-rencana yang mereka susun untuk menangkap ketua mafia yang tengah merajalela di Paris.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Not Alone
Teen Fiction_Terimakasih telah hadir walau dengan membawa luka, tapi setidaknya kamu tidak pergi dan tidak membuatku sendiri di saat Tuhan lebih menyayangi mereka_ Prilly Latuconsina Aliando Syarief I'am Not Alone