[Tandai jika ada typo]
---------------------------
-----------
Happy reading
-----------
"Belum ada perkembangan?"Lelaki dengan hoodie putih itu hanya menatap kosong ke arah ranjang rumah sakit yang terdapat seseorang yang baru ia sadari sangat berarti.
Pria paruh baya yang baru saja tiba itu mendekat berdiri di sebelah kanan ranjang, bersebrangan dengan lelaki muda yang terlihat sangat tidak terurus. "Melihat kisah kalian seperti ini mengigatkan ku pada masa-masa sulit dahulu." ungkapnya.
Tatapan menatap gadis yang masih tertidur nyaman di sana. "Semua hal yang sulit sekalipun akan terasa ringan jika kita terus berusaha."
Lelaki dengan hoodie putih itu bergeming, matanya terlihat sayu kekurangan jam tidur. Pria paruh baya itu yang tak lain Syarief, menghela nafasnya pelan. Tangannya bergerak mengelus lembut kepala Prilly yang terperban.
"Dokter bilang keadaanya cukup membaik,"
Ali baru menoleh menatap sang papah saat mendegar kabar tersebut. Bibirnya menyingung kecil. "Dia akan segera sembuh," ucapnya.
Lalu tatapannya kembali sayu. "Prilly terus terluka bersama Ali," tenggorokan nya tercekat.
"Aku akan menunggu Prilly lebih baik lagi, tapi tidak sampai siuman." pandangan nya menatap Syarief yang juga tengah menatapnya.
"Ali... Mau lanjut sekolah kelas tiga di Spanyol,"
Syarief diam mendengar penuturan putra satu-satunya. Dirinya tidak ingin ikut campur dalam masalah mereka, namun dia akan berusaha memberikan pengertian.
"Meninggalkannya di sini sendiri?"
Tatapan Ali kembali menatap wajah Prilly yang terlihat pucat. Bibirnya kelu hanya sekedar menjawab pertanyaan sang papah.
"Papah tau kamu lelaki yang bertanggung jawab, dan tidak akan melepas janji begitu saja."
"Maksud..."
Ali langsung menoleh cepat membuat Syarief tersenyum simpul. "Tidak peduli bukan berarti tidak mengetahui apa pun,"
Ali menatap lurus sang papah. Sudah satu bulan lamanya Prilly belum siuman dan dirinya setia menemani gadis itu. Masalah orang-orang itu telah Ali selesaikan dengan cepat.
***
Al menatap punggung gadisnya yang tengah menatap pemandangan dari balkon kamar. Tanganya menepuk pelan bahu gadis itu.
"Yang, kenapa ngelamun terus? Katanya mau ke rumah sakit."
Gritte menoleh dan tersenyum yang terkesan di paksakan. "Aku cuma liat senja aja. Iya aku mau siap-siap dulu"
Gritte hendak bangkit dari duduknya namun di tahan oleh Al. "Kita selsaiin masalah ini sekarang,"
Gritte membuang muka, "masalah apa? Bukanya kita gak punya masalah?" ucapnya tanpa menatap.
"Liat aku?!"
Terpaksa Gritte menoleh dan menatap manik mata Al. Dadanya terasa sesak. "Iqbal udah pergi, dan itu takdirnya! Kamu udah satu bulan lebih terus sedih kaya gini!"
"Aku ngerti kamu kehilangan dia banget... Kenapa kamu gak coba tanya perasaan aku kaya gimana? Kamu tau kan gak cuma kamu doang yang kenal dia deket?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Not Alone
Teen Fiction_Terimakasih telah hadir walau dengan membawa luka, tapi setidaknya kamu tidak pergi dan tidak membuatku sendiri di saat Tuhan lebih menyayangi mereka_ Prilly Latuconsina Aliando Syarief I'am Not Alone