Bab 15

318 52 4
                                    

Abileo Jacob Ricardo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abileo Jacob Ricardo

▪️▫️▪️

"Dia hanya terus menunggu seperti orang bodoh."

-----

"Jadi astronot."

Abil yang sebelumnya menatap ujung sepatunya yang kotor kini mengangkat kepala, lalu menoleh pada Anna. Mereka berdua sedang duduk di depan kelas, menunggu waktu masuk untuk les tambahan. Hanya mereka berdua karena yang lain mendadak punya banyak urusan: Reza, Budi, dan Pangeran sepertinya sedang di ruang klub sepakbola, sedangkan Putri pulang ke rumah terlebih dahulu untuk menjemput buku yang tertinggal. Abil yang kebetulan keluar kelas hendak ke toilet membatalkan niatnya dan memilih duduk di samping Anna. Mereka berbincang ringan sampai pada pertanyaan mengenai cita-cita.

"Seriusan?"

Anna memakan es krimnya sembari mengangguk. Menatap Abil tepat ketika angin bertiup pelan, "kenapa?"
Abil meninggikan bahunya, "jadi astronot kan susah."

Anna butuh waktu tiga detik untuk memberi respons; mendengkus dan mengalihkan pandangan pada lapangan di hadapannya, "bilang aja gue begonya gak ketulungan sampai gak bisa jadi astronot."

Mata Abil membola dan dia segera menggeleng sambil menggoyangkan kedua tangannya, "m-maksud gue bukan gitu! Serius!"

Anna mengembuskan napas melalui mulutnya, lalu kembali memakan es krimnya, "hm."

Oke, dia mengambek.

"Maksud gue, sampai sekarang kan belum ada orang Indonesia yang pergi ke luar angkasa. Lagian, gue bilang susah itu karena kalau jadi astronot kan bakal lama di sana, gak bisa main internetan, gak bisa jalan-jalan. Yakin?"

"Hoooh," Anna menyahut masih dengan nada tersinggung, "maksud lo gue itu gak mungkin jadi orang Indonesia yang bisa bikin sejarah dan gue bukan orang sabar yang bisa tahan gak main sosmed. Oke."

Abil sungguh takjub dengan bagaimana kalimat penuh kekhawatirannya dapat dibelokkan menjadi sebuah ledekan. Hebat, Bil, sekarang lo malah bikin Anna kesal. Abil sungguh berharap bibirnya dikunci saja. Abil menarik napas dua kali sebelum mengalihkan kekesalan Anna. "Terus, kenapa mau jadi astronot?"

Es krim Anna kini sudah habis. Dia mengibaskan tangannya untuk membersihkan remahan cone yang tadi dipegang. Lalu, mendongak ke langit yang sedikit gelap. Kedua tangannya bersandar ke kursi dengan tubuh yang agak condong ke depan sembari sedikit tersenyum. Abil terus menatapnya. Setengah mengharapkan jawaban agar perasaan Anna membaik---

"Gue pengen dekat bintang. Gue pengen banget lihat betapa terangnya dan cantiknya bintang-bintang itu."

---setengahnya lagi mensyukuri ciptaan Tuhan yang super duper cantik itu.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang