Bab 24

361 53 24
                                    

Anna Tasya Hendranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anna Tasya Hendranata

▪️▫️▪️

"Anna tidak mungkin membohonginya."

-----

Anna memaksakan senyum lebih banyak hari ini sampai-sampai dia kelelahan dan pura-pura pergi ke toilet hanya untuk berhenti berlagak senang. Gadis itu segera duduk di atas wc dan menghela napas panjang sembari mengistirahatkan bibirnya yang sedari pagi sudah melengkung. Sejujurnya, dia tidak berani mengatakan halusinasinya yang selalu saja membuatnya menangis pada siapapun karena dia tak sanggup membuat orang lain khawatir. Lagipula, dia tidak mau dianggap sudah gila.

Dia tidak melakukan sesuatu yang berarti selain berpikir berlebihan; bertanya-tanya bagaimana bisa seseorang yang tidak dia kenali dapat muncul begitu saja entah darimana. Lagipula, terlalu aneh baginya saat ketakutan melihat bintang. Memangnya ada apa dengan bintang?

Glabellanya mengerut disertai usapan tangan sedikit kasar pada wajah. Anna benar-benar terkurung dalam kebingungan. Semua halusinasinya membuatnya gemetar dan kesakitan. Apa ini efek dari hilang ingatan?

"Kak Anna?"

Anna segera mengangkat pandangan, menatap pada pintu bilik yang masih tertutup dengan suara Cindy yang berada di balik sana. Anna refleks mengeluarkan ponselnya, sembari menjawab, "iya?" Lantas melihat waktu yang menandakan dia sudah lebih dari dua puluh menit di dalam.

Anna mengembuskan napas singkat, lalu melengkungkan bibirnya sebelum menekan tombol bilas pada wc dan membuka pintu. "Sori, kebablasan chatan," katanya pada Cindy.

Mereka kembali bersama, duduk di salah satu meja di cafe yang berhadapan langsung dengan pantai.

"Lo abis boker?" Tanya Joshua tanpa pikir panjang hingga Harry menepuk belakang kepalanya pelan.

"Kalau iya napa? Masalah gitu buat lo?"

"Enggak, sih, cuma mau ngingetin kalau abis cebok, cuci tangan."

"Hush, Josh! Bicaranya yang sopan dikit," peringat Ester sembari menatap anaknya itu sekilas sebelum kembali fokus pada makanan yang tersaji di hadapannya. Joshua hanya memberengut tanpa balasan berarti.

Anna hanya terkekeh pelan, kemudian menoleh pada Aria, "Ma, nanti Anna belanja oleh-oleh buat Putri, ya?"

"Iya, nanti bareng Mama aja belanjanya."

"Oki doki~~"

"Cuma buat Kak Putri?"

"Hah?" Anna sontak memutar kepala ke arah Joshua lagi yang hanya diam dengan tatapan polos. Tak butuh waktu lama, dia memahami maksud pertanyaan adiknya itu. "Buat yang lain juga."

"Kirain lo lupa sama Bang Pangeran."

Anna menggeleng pelan, "buat yang lain juga kok." Tanpa sadar, Anna melirik sedikit pada Cindy yang kini hanya berusaha memotong roti di piringnya. Dan Anna sungguh tidak tahu kenapa jantungnya berdetak aneh disertai perasaan tak nyaman, juga mengapa dia tiba-tiba berkata, "gue lupa telepon Pangeran hari ini ngasih kabar. Semalam udah vidkolan, sih, sampai hampir pagi malah."

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang