Cindy Lella Hendranata
▪️▫️▪️
"Dia tidak berhak."
-----
"Nah, ini, diminum."
Anna datang dari dapur, membawa nampan minuman sesuai pesanan kawan-kawannya. Putri sudah bilang dia yang akan menyeduh, tapi Anna malah bersikukuh dengan alasan bahwa tuan rumah harus menyambut dengan baik tamu-tamunya (bukan gaya Anna sekali).
Anna meraih gelasnya satu persatu untuk ditaruh di aras meja. "Sirup untuk Putri. Satu lagi untuk Pangeran. Teh manis untuk gue. Susu rasa strawberry---khusus distok sejak minggu lalu untuk Gibran. Kopi untuk---eh?" Anna menatap gelas berisi cairan hitam yang ada di tangannya dengan kening berkerut kebingungan. Dia mengangkat pandangan menatap teman-temannya, "kopi untuk siapa?"
Anna ingat dengan betul apa yang diminta mereka. Putri dan Pangeran minta sirup (sejak dulu, mereka memang suka sirup), Gibran pecinta susu strawberry (Anna masih ingat cerita Putri tentang bagaimana mereka bertemu) dan Anna yang lebih memilih teh manis dibanding pilihan yang lain. Jumlah mereka hanya ada empat. Lalu kenapa dia membuat kopi?
"Ah, itu untuk gue," Gibran menjawab, mengambil alih gelas yang Anna pegang, meletakkannya di depannya, di sebelah susu strawberry kesukaannya dan membuatnya terlihat begitu kontras.
Perlahan, Anna mulai mengangguk. Sempat berpikir ada yang salah dengan kepalanya. Tapi ternyata Gibran meminta kopi. "Gibran suka kopi?"
Gibran mengangguk, "iya."
Anna tak melihat, tapi Putri dan Pangeran sama-sama bernapas lega, meski sebenarnya tak ada juga yang paham mengapa Anna menyeduh kopi. Seisi ruangan tamu itu tentunya mengetahui dengan pasti kalau satu-satunya pecinta kopi di antara mereka hanya satu; Abil, yang tidak Anna ingat. Mungkin... Alam bawah sadarnya yang bekerja; satu-satunya cara mengingat Abil walau Anna kehilangan ingatannya.
Anna duduk di atas karpet, di sebelah kaki Pangeran. Hanya dia yang duduk bersila di sana, yang lainnya berada di sofa. Anna menopang pipi kirinya dengan tangan, bersiku di atas meja kaca, sedang tangan yang satu lagi mengambil kukis coklat yang tersedia di sana---Mama selalu menyediakan camilan di rumah sejak Anna diperbolehkan pulang. Anna menggigit sebagian, lalu mulai bicara tentang film yang akan segera tayang di Indonesia. Dia tidak menyinggung-nyinggung tentang Pangeran yang sudah berjanji untuk menemani. Merasa tak perlu; lebih tepatnya malu jika wajahnya merona.
Tiga lainnya diam mendengar, beberapa kali menjawab atau menyahut. Seakan-akan hanya Anna yang harus disorot. Tak ada pendapat lain yang lebih penting dari Anna. Tak ada yang berhak bicara kalau tidak diperbolehkan oleh Anna. Semuanya harus tentang Anna. Tentang apa yang disukainya, dipikirkannya, dikatakannya. Tak ada yang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
In Every Heartache
Dla nastolatkówSekuel dari Cinderella's Sister ... "Setelah semua yang terjadi, aku hanya kembali pada luka." ----- Anna kembali pada usia 14, memutuskan membangun ulang kehidupannya yang hilang. Seharusnya itu mudah. Apalagi ditambah dengan bantuan teman dan kelu...