Bab 33

232 42 25
                                    

Anna Tasya Hendranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anna Tasya Hendranata

▪️▫️▪️

"

Gue rindu."

-----

Hari ini, hari pertama libur semester kelas sepuluh. Tapi, bukannya berangkat liburan ke tempat wisata, Anna malah terjebak di dalam rumah. Sendirian. Papanya Bram berangkat ke New York untuk urusan bisnis minggu lalu. Sedangkan sang ibu kandung menyusul tadi pagi sembari membawa adik tirinya.

"Kamu kan udah gede. Udah bisa jaga diri. Adikmu lagi rindu papanya, kamu harus ngertilah sebagai kakak. Nanti Mama bilang sama bude buat ngantarin makan pagi, siang, dan malam kamu. Selain itu kan kamu gak ke mana-mana. Di rumah aja, gak usah keluyuran. Kalau perlu, Mama bisa minta bude sama anaknya nginap di sini."

Tapi, Anna juga ingin ikut. Dia juga rindu papanya. Dia tak ingin sendirian. Dia tidak mau ditinggal.

Namun, pada akhirnya dia hanya terdiam. Permintaannya tak akan bisa terkabulkan, apalagi jika Cindy juga sudah mencoba.

"Loh, Ma? Kakak gak ikut?" Tanya Cindy dari dalam mobil saat Aria berjalan sedangkan Anna hanya berdiri di depan pintu.

"Enggak. Kakakmu jaga rumah di sini."

"Tapi, Ma---"

"Sayang, papamu pengen ketemu kamu, bukan Anna. Lagian cuma dua hari kok. Anna harus bisa dewasa."

Dia masih anak-anak. Dia seharusnya tidak butuh menjadi dewasa di usia segini. Lagipula, jika orang dewasa itu seperti mamanya, dia tidak yakin dia ingin menjadi dewasa lagi.

Sekarang, Anna hanya memenceti remote TV dengan begitu bosan. Tak ada tontonan yang menarik, tepatnya yang mampu mengalihkan perhatiannya. Dia juga tidak bisa menghubungi siapapun. Putri sudah berangkat pagi tadi bersama keluarganya karena liburan gratis, Reza membantu butik ibunya, Budi sepertinya sedang jalan dengan Siti, Abil pulang kampung, dan Pangeran harus berada di rumah karena keluarga jauhnya mampir. Tidak ada yang bisa Anna hubungi tanpa mengganggu mereka, ya kecuali Gibran. Anna tidak ingat sejak kapan cowok itu masuk lingkaran pertemanan mereka, tapi sepertinya Putri menyukainya sekali. Mereka jadi sering berkumpul dan mengobrol---bisa dibilang searah karena Gibran terlalu irit bicara. Meski begitu, Anna mana bisa menelponnya. Pertama, mereka masih canggung (Anna yang berpikiran seperti itu). Kedua, dia gebetan Putri (big no. Kode etik cewek).

Anna menghela napas sekali lagi. Sekarang masih jam tiga sore, dia tidak punya kegiatan apapun yang bisa dilakukan selain... yah, tidak ada kata selain.

Gadis itu mematikan TV, lalu beranjak ke dapur. Dia membuka kulkas tanpa alasan, lalu menutupnya setelah melihat tak ada sesuatu yang menarik di sana. Lantas, dia ke kamar dan memainkan instagram. Sepuluh menit kemudian, turun dan menyalakan TV lagi. Lima menit berselang, dia melangkah membuka kulkas lagi. Selanjutnya, dia pergi mandi. Keluar dan membuka kulkas lagi. Memakai baju, memasang riasan wajah untuk membuang waktu serta berfoto ria, dan turun untuk kembali membuka kulkas. Dia masuk kamar, melihat beranda instagram, tiktok, facebook, twitter. Dia bingung ke mana semua hal lucu dari social media, kenapa tidak ada satupun yang membuatnya tertawa? Jadi, Anna menghela napas, turun dari kamar, lalu membuka kulkas.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang