Bab 39

228 39 21
                                        

Reschantiqs

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Reschantiqs

▪️▫️▪️

"Hanya satu yang bisa melihat lukanya."

-----

Abil memutuskan untuk ikut bermain drama. Dia pernah janjian dengan Anna, meski tampaknya gadis itu sudah lupa. Bukan masalah besar. Toh kejadian itu sudah cukup lama. Yang jadi masalahnya adalah kehadiran Cindy di seleksi. Awalnya dia juga sedikit terkejut, kemudian menjadi sangat tidak suka saat pandangan Anna terlihat jelas sekali marah. Namun, gadis itu cepat lupa lagi karena Bu Eka mengatakan Pangeran memintanya menjadi tokoh utama. Abil jadi penasaran. Apa Pangeran tahu Cindy ikut berpartisipasi dan karenanya meminta Anna juga agar mereka bisa bertemu? Karena, siapapun bisa melihat mata cowok itu hanya tertuju pada Cindy saja.

Bahkan saat latihan, Anna merasa sangat marah sampai meremas lembar naskahnya. Dia juga tidak mendengar panggilan Bu Eka sampai Abil harus menyenggolnya.

Setelahnya, Reza mengukur kostum para pemain. Cita-citanya memang menjadi seorang desainer ternama sama seperti ibunya. Meski tidak suka pada kenyataan kalau cowok itu yang mengukur tubuh Anna, tapi Abil jadi sedikit lega karena setidaknya dia akan menjadi sibuk tanpa harus melihat wajah menyebalkan Pangeran.

Beberapa hari sesudah itu semua berjalan seperti biasa. Sempat ada ujian Matematika dadakan dan Anna harus remedial, syukurnya dia menjalaninya dengan baik. Semuanya benar-benar berjalan seperti biasa---terlalu biasa.

Sampai tidak ada yang mengingat hari kematian ibunya. Termasuk Anna.

Abil pernah membaca kalau di sebuah grup pertemanan, akan ada yang menjadi pihak yang dikucilkan. Apa jangan-jangan itu dirinya?

"Kak?"

Abil berhenti berjalan. Dia sedang pulang dari warung setelah membeli beberapa bahan masakan pesanan kakaknya. "Oh, Cindy? Ngapain di sini?"

"Baru pulang kerja kelompok, Kak."

"Ooh. Udah makan?" tanyanya berbasa-basi, ya dibumbui secuil rasa khawatir karena gadis itu masih mengenakan seragam sekolah di sore hari.

"Sudah, kok, Kak," jawab Cindy, "kalau gitu, saya pergi dulu, ya, Kak? Permisi."

Abil sudah mengangguk, bahkan sudah mulai menggerakkan kaki. Namun, dia segera berbalik. "Anna di rumah gimana?"

Cindy berhenti, lalu menatap Abil. Dia terlihat sedikit bingung harus menjawab. Jadi, Abil mengajaknya, "mau ke rumah gue? Kakak gue bakal masak makan malam. Sekalian aja."

Cindy ingin menolak, tapi dia terlalu segan. Gadis itu akhirnya mengangguk dan masuk ke rumah yang ditempati Abil dan kakaknya.

"Ini kakak gue, Anisa. Kalau yang ini Cindy."

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang