Bab 49

336 35 8
                                    

Anna Tasya Hendranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anna Tasya Hendranata

▪️▫️▪️

"Mulai sekarang, aku bakal selalu di sampingnya."

-----

Anna berakhir di kamar Abil, duduk di kasur memerhatikan cowok itu terburu-buru mengambilkan headphone untuk dipasang ke telinga Anna. Sebelum dia memutarkan salah satu lagu dari ponselnya, Anna masih sempat mendengar sepenggal kalimat yang dilontarkan Anisa dengan keras di dapur.

"Dia yang udah hampir bunuh Leo!"

Deg

Tentu saja. Anisa berhak marah. Namun, tetap saja Anna tidak tahu rasa sakitnya akan separah ini.

Dia melihat Abil yang terlihat khawatir, sedikit takut kalau Anna mendengar yang barusan---bagi mereka, Anna memang masih gadis yang kehilangan ingatannya. Demi Abil, Anna memasangkan senyumannya, "kakak kamu kayaknya gak suka sama saya."

Abil menggeleng. Dia mengatakan sesuatu, tapi suaranya dikalahkan Ariana Grande yang menyanyikan lagu dari headphone.

"Kamu suka Ariana Grande?"

Abil terlihat mengangguk. Dia menyentuh tangan Anna lembut dan mengelusnya perlahan di sana. Ekspresinya tampak kurang menyenangkan, mungkin karena mendengar kalimat-kalimat dari kakaknya. Sesekali dia akan mengerutkan kening dan terlihat seakan sehabis dicubit, hingga menoleh ke arah pintu, lantas kembali menatap Anna dengan perasaan bersalah.

Di dapur, Anisa tidak habis pikir dengan apa yang sudah dilakukan bapak dan adiknya itu. Dia berkacak pinggang memandang sang ayah dengan raut muka marah yang tidak dikendalikan.

"Bapak gak ingat apa yang harus kita lalui karena perempuan itu?! Leo koma, Pak, dia koma dan keadaannya gak kunjung membaik selama berbulan-bulan! Bapak lupa gimana kita harus ngerawat Leo sampai bapak jatuh sakit?! Gak ingat gimana khawatirnya kakek sampai pingsan?! Bisa-bisanya Bapak bawa perempuan itu ke rumah ini!"

Si Bapak menghela napas panjang, dia berusaha mendekati anak gadisnya, tapi Anisa justru mundur menjauh. "Nis, yang penting, kan, Leo udah baik-baik aja sekarang."

"Iya, sekarang! Aku juga bisa liat, Pak! Tapi, bukan berarti aku bakal lupa gitu aja sama penyebab Leo koma! Demi menyelamatkan perempuan sialan itu! Kalau dia gak nekat ngelompat, nyawa Leo gak bakal terancam!"

"Anisa, kamu tenang dulu, Nak," pria dewasa itu juga tahu apa yang dirasakan anaknya adalah sesuatu yang tidak terelakkan. Anisa berhak mengeluarkan emosinya seperti ini. Hanya saja, sebagai seorang ayah, dia harus mampu membuat anaknya mengerti. "Bapak juga bakal ikut melompat kalau itu kamu atau Leo, atau Anna, atau bahkan siapapun yang gak Bapak kenal."

Anisa mendengkus kasar seraya mengatupkan rahangnya. Kedua tangannya bersedekap di depan dada sembari menatap tajam ayahnya, tidak luluh sedikit pun. "Bahkan kalau Bapak bilang begitu pun, tetap gak bakal ngerubah fakta kalau Leo hampir mati karena dia!"

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang