Sekuel dari Cinderella's Sister
...
"Setelah semua yang terjadi, aku hanya kembali pada luka."
-----
Anna kembali pada usia 14, memutuskan membangun ulang kehidupannya yang hilang. Seharusnya itu mudah. Apalagi ditambah dengan bantuan teman dan kelu...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Anna Tasya Hendranata
▪️▫️▪️
"Sepertinya Anna tidak mengenalinya sebaik itu."
-----
"Kamu dari mana aja?"
Joshua menoleh pada Harry, ayahnya, yang duduk di sofa ruang tamu dan terlihat memang menunggunya. Harry melirik pada jam dinding yang menunjukkan pukul dua pagi, lalu mendesah panjang dan menegakkan duduknya dari sandaran. Pria itu menatap anaknya lagi, tidak kembali bertanya, hanya menunjukkan pandangan menuntut jawaban.
"Minimarket, Yah," jawab Joshua, berjalan mendekat dengan langkah gontai untuk meletakkan kunci mobil yang ia bawa ke atas meja. Dia menatap Harry dengan mata lesu dan pundak yang turun.
"Sampai jam segini? Jangan bohong, Joshua. Bundamu sampai kesulitan tidur menunggu kamu pulang. Kamu tau seberapa khawatirnya dia? Ayah mohon sama kamu untuk jangan buat masalah. Kamu tau, kan, bagaimana keadaan kakakmu sekarang? Ayah dan Bunda dan kita semua harus memberi perhatian lebih padanya---"
"Tau, Yah," potong Joshua, masih dengan postur tubuh lemas dan suaranya yang hampir tidak keluar, "Maaf, Yah, Joshua memang salah."
Harry mengusap wajahnya dengan sedikit kasar, sebelum kembali menatap Joshua lebih teliti dan mempelajari sikap anaknya itu, "Ayah mau kamu jujur. Kamu ke mana?"
Joshua menunduk, menghindari tatapan sang ayah dan hanya memberi gelengan kecil sebagai jawaban. Joshua menyadari kalau lebih baik ayahnya tidak tahu dia pergi ke mana, karena itu artinya dia harus menyakiti hati ayahnya lagi. Joshua terlalu paham bagaimana perasaan bersalah yang menggerogoti mereka semua. Sebab dia juga merasa bahwa dia adalah salah satu yang membuat kakaknya menderita.
"Josh," panggilnya semakin menuntut, sangat ingin tahu apa yang membuat anaknya kehilangan semangat seperti ini.
Joshua menggeleng lagi, kali ini lebih kuat. Dan entah kenapa, pundaknya justru bergetar dan air matanya mulai menetes. Harry yang panik melihat keadaan putranya itu bangkit berdiri, menyentuh bahu Joshua dan mencoba membuatnya mendongak, "Josh, ada apa?"
Tapi, Joshua masih menggeleng. Dia merasa tak sanggup untuk mengeluarkan satu patah kata pun. Di kepalanya saat ini hanya berterbangan memori tentang Anna dan bagaimana kakaknya itu selalu ada di sampingnya. Tidak seperti seorang bedebah bernama Joshua. Sebab Joshua hanya menurut dan tetap diam saat Anna menyuruhnya tidak ikut campur. Juga, dia yang terlalu terlambat mengetahui kebenaran dan membiarkan Anna menderita sendirian.
"Josh, ada apa?"
Joshua semakin mengunci mulutnya, tidak ingin berbicara karena yakin suara tangisnya akan terdengar dan membuat orang lain bangun. Jadi, Joshua kembali menggeleng lebih keras, dan berakhir meneteskan air mata lebih deras pula.