Bab 6

469 57 10
                                    

Anna Tasya Hendranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anna Tasya Hendranata

▪️▫️▪️

"Untuk kamu, semua waktu yang aku punya pun akan kuberi."

-----

Anna menutup pintu rumah setelah melambai-lambai dengan heboh pada teman-temannya. Mereka menghilang, menjauh dari rumahnya menuju persimpangan. Lalu Anna masuk lagi, menghampiri Cindy yang sedang menyusun gelas-gelas kotor ke atas nampan. Cindy berdiri dari lututnya, hendak pergi ke dapur sebelum suara Anna menyuruhnya berhenti.

"Iya, Kak?"

"Besok ada waktu, gak?"

Cindy berkerut. Tapi dia tetap mengangguk sebagai jawaban. "Kenapa, Kak?"

Anna tersenyum malu-malu. Kepalanya sedikit menunduk dan tangannya bergerak sendiri menggantungkan helaian rambut ke belakang telinga. Meski masih belum tahu apa yang hendak kakaknya katakan, Cindy sudah bisa menebak-nebak. Dan tentu saja, tebakannya seratus persen benar.

"Itu... Bantuin beli baju buat Pangeran, ya?"

Diam-diam, Cindy menggigit sedikit bagian dalam bibirnya. Sedikit, agar tidak kelihatan kalau dia sedang menahan sesuatu. Sesuatu yang tidak sepantasnya ia rasakan. Pangeran milik Anna. Itu cerita yang seharusnya. Cindy hanya pendatang yang seenaknya mengganggu kehidupan tenang Anna dan menghancurkan segalanya. Dia tidak berhak merasakan sakit hati atau cemburu. Dia sepatutnya tidak pernah mengusik Anna dan Pangeran.

"Kak," katanya pelan, "aku tau kok kalau apapun pilihan kakak nantinya, itu adalah yang terbaik. Kakak gak perlu pendapat atau bantuan aku. Karena baju apapun itu, kalau dari Kak Anna, pasti Kak Pangeran terima dengan senang hati. Jangan khawatir, Kak."

Terdengar cukup meyakinkan. Tapi kata-kata itu bukan untuk mendukung Anna. Dia hanya ingin lari dan tak mau terlibat lebih jauh pada hubungan mereka. Cindy tak yakin dia bisa menahan tangis kalau lebih lama membahas tentang Pangeran bersama Anna.

Bibir Anna maju seperti anak kecil. Terlihat tak suka dan tak terima. Namun, kalimat Cindy begitu masuk akal dan menyenangkan hatinya. Jadi, dia mengangguk dan mengajak Cindy ke dapur bersama. Anna bilang, dia harus membantu menyuci semua itu.
Hanya saja, Cindy menolak. "Kakak istirahat aja di kamar. Cindy sekalian mau bersihin kotak bekal sama botol minum."

Anna mengangguk saja. Lagipula, berlama-lama berdebat tidak ada gunanya. Anna naik ke lantai dua, memasuki kamarnya dan langsung tergeletak di atas tempat tidur dengan posisi senyaman mungkin. Anna meregangkan tangannya sembari tersenyum lebar. Tak sabar menunggu hari Senin dan janji Pangeran padanya. "Untuk kamu, semua waktu yang aku punya pun akan kuberi."

A-astagaaa, bisa gak, sih, Pangeran bikin baper kasih peringatan dulu. Anna jadi gila, kan!

Anna berguling-guling dan menendang sprei. Dia menarik bantal dan memeluknya erat, "ah, Pangeran pinter banget ngomong, sih!" Lalu terkekeh sendiri mengingat perkataan penuh romantisme yang Pangeran lontarkan untuknya. Anna mulai bermain-main dengan khayalan di dalam kepalanya. Apa yang akan terjadi di bioskop Senin depan? Apa mereka akan berpegangan tangan karena tak sengaja bersentuhan saat mengambil popcorn? A-atau jangan-jangan Pangeran akan membiarkannya memeluknya saat ada adegan sedih?

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang