Bab 35

270 35 20
                                    

Cindy Lella Hendranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cindy Lella Hendranata

▪️▫️▪️

"Apapun yang terjadi, elo tetap bakal jadi teman gue."

-----

Meski Anna bilang dia akan mengadukan kejahilan Gibran di rumah Pangeran saat itu, nyatanya mulutnya tetap terkunci dan langsung melupakan kejadian tersebut. Bagaimana tidak? Pikirannya jauh lebih dipusingkan dengan Mamanya yang marah-marah saat baru saja pulang hanya karena dia belum mencuci piring, padahal dia baru selesai makan saat itu. Setelahnya, gadis itu lebih sering mendekam di kamar dan menonton drama daripada bertemu dengan Cindy. Sampai akhirnya, waktu liburan berakhir dan mereka memasuki semester kedua.

Pada awal semester, Anna berdecak kagum sekali pada Gibran. Bayangkan saja, cowok itu ikut-ikutan saingan dengan beberapa cowok kelas lain untuk jadi King sekolah hanya karena Putri juga ikut mencoba menjadi Queen. King dan Queen bisa dibilang ikon sekolah---mereka juga entah bagaimana caranya bisa punya kuasa pada murid-murid lain. Yah, bukan kuasa untuk menindas seperti di film-film, tapi lebih ke menjadi 'pertama' dalam segala hal. Kantin padat? Silakan maju lebih dulu. Toilet antri? Tidak perlu mengalami lagi yang seperti itu. Mereka juga akan menjadi bintang di acara-acara sekolah. Jadi, jelas menjadi King dan Queen sangat menguntungkan.

Anna juga ikut, hanya bersaing dengan Putri karena Siti mengundurkan diri beberapa hari setelah Budi cemburu. Persaingannya sampai kelas dua akhir semester pertama, di mana pesta perayaan untuk kelas tiga diadakan. Kata Gibran sih, dia ingin menembak Putri saat pengumuman King dan Queen, tapi entah kenapa dia ragu kalau Putri akan menang. Dengan bantuan Anna dan yang lainnya, dia menembak Putri saat pulang sekolah. Maya ikut membantu, dia satu-satunya anak yang memakai seragam putih biru.

Gibran gugup setengah mati, Putri merona sampai ingin pingsan, dan Anna malah menjadi pihak yang paling excited di sana. Dia tersenyum lebar ketika Gibran mengajak Putri menjalin hubungan spesial itu, dan melompat kegirangan ketika Putri mengatakan iya. Sedangkan Abil berdiri di sebelah Anna, menatapnya dengan pandangan menyedihkan.

Harusnya, Abil punya keberanian yang sama.

Sayang, nyalinya kembali ciut saat Pangeran menyenggol bahu Abil sedikit dan berbisik, "lo gak ada niatan gitu buat nyari pacar?"

Ada, tapi bareng Anna.

"Gak ada. Kenapa?"

Pangeran mengangkat bahunya singkat, "nanya aja," jawabnya lalu terdiam sebentar, fokus melihat Putri yang tidak punya daya meredam rona wajahnya. Aneh. Bagi Pangeran, itu aneh sekali. Dia tidak merasakan perasaan tidak nyaman yang serupa dengan ketika dia menyadari kalau Abil menyukai Anna. Ketika Gibran bilang dia akan menembak Putri, Pangeran tidak merasa buruk, justru dia sedikit senang sebenarnya. Dia sama sekali tidak takut kehilangan Putri yang notabenenya juga teman dekatnya.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang