Bab 12

367 48 11
                                    

Joshua AbiyanCindy Lella Hendranata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Joshua Abiyan
Cindy Lella Hendranata

▪️▫️▪️

"Elo tetap egois."


-----

Aria menyentuh dada dan bernapas dengan penuh kelegaan ketika melihat mobil hitam milik mantan suaminya memarkir di depan pagar. Dia segera berlari membuka pagar dan mendekati Anna yang baru saja turun dari mobil.

"Mama khawatir banget sama kamu, Anna." Tangannya memegang kedua lengan sang anak, benar-benar merasa lega mendapati Anna pulang dalam keadaan baik-baik saja.

Ester berjalan ke arah mereka sambil memegang telepon di telinga, "iya, mereka sudah pulang. Kalian balik aja dulu."

Anna membelalak mendengar hal itu. Terlebih saat Aria bilang bahwa Papa Bram dan Ayah Harry sedang pergi ke kantor polisi untuk mencarinya. Dilihat dari sisi mana pun, bukannya ini terlalu berlebihan?

...Ah, benar juga. Keempat orang tuanya memang membiarkan pergi ke mana saja asal dia memberi tahu. Dan kali ini, Anna tidak memberi tahu.

Dia menunjuk ke arah Joshua yang sudah turun dari mobil juga, "Anna diculik sama Joshua, Ma."

"Hah? Apaan? Kan elu yang---"

"Joshua, Mama kan sudah bilang untuk menjaga kakakmu," Aria menatap Joshua, perkataannya terdengar biasa, tapi dia benar-benar marah.

Ester menepuk pundak Aria, "Mbak masuk duluan saja sama Anna, biar aku yang negur Joshua."

Aria mengangguk. Dia juga sadar diri bahwa ibu kandung Joshua lebih berhak untuk melakukan itu. Anna tidak paham pada apa yang sedang terjadi. Dia hanya menganggap bahwa semuanya berjalan seperti biasa. Dia merangkul Aria dan ikut berjalan di sebelahnya. Menoleh sebentar pada Joshua dan menjulurkan lidah mengejek. Joshua juga membalasnya dengan memicingkan mata dan menunjukkan wajah mengancam---Anna tahu itu bagian dari candaan. Jadi, dia terkekeh sebentar sebelum bercerita tentang uang Joshua yang habis dia peras.

Anna sungguh tidak tahu bahwa setelah mereka masuk rumah, Joshua sudah siap menerima semua konsekuensi.

Tidak peduli mereka berada di depan rumah, Ester memarahi Joshua habis-habisan. Dan untuk pertama kalinya, Joshua menerima tamparan dari ibunya.

"Bunda tidak perlu mengingatkan pada kamu apa yang sudah Anna alami, kan?"

Joshua terdiam. Menunduk dalam dengan kedua tangan di depan tubuh. Rasa panas menjalar di pipinya dengan begitu menyakitkan. Tapi, tamparan itu bukan menjadi satu-satunya sumber sakit hati di dadanya. Dia teringat akan surat yang Anna kirim di malam ketika gadis itu mencoba melakukan tindak bunuh diri. Ada bagian mengerikan yang Anna tulis di sana, pudar dan kusut di beberapa titik karena bekas air mata.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang