Bab 7

400 52 1
                                    

Abileo Jacob Ricardo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Abileo Jacob Ricardo

▪️▫️▪️

"Dia bukan siapa-siapa."

-----

"Pulang, sana."

"Tapi, kan---"

"An, pulang. PR kita numpuk. Kerjain di rumah biar kamu gak begadang lagi karna kebut semalam. Mandi biar segar. Badan kamu super bau. Kalau mau, nonton azab atau sinetron atau apa kek. Pokoknya, pulang sekarang."

"Gue gak mau pulang kalau belum pastiin lo sampai rumah dengan selamat---"

"Aku bukan anak kecil, An. Aku bisa cari angkot sendiri."

"Tapi gue khawatir---"

"Aku kan udah bilang aku bukan anak kecil."

"Terus, gue gak bisa khawatir karena lo bukan anak kecil?"

"Apa, sih, yang bikin kamu khawatir? Aku masih punya kaki yang kuat untuk jalan sampai rumah. Gak usah berlebihan."

"Berlebihan?" Anna mengeluarkan cermin saku dari dalam tasnya, mengarahkannya tepat di depan wajah Abil, "gimana gue gak khawatir sampai berlebihan gini liat elo bonyok sana-sini?!"

Abil diam saja. Tak membantah dan hanya menatap ke samping. Menghindari tatapan Anna. Dia bernapas dengan berat, lalu berkata pelan, "kamu pulang aja."

Anna mengeraskan rahangnya. Merasa begitu kesal dan marah pada teman yang masih tergolong baru ini. "Gue tanya sama siapa lo berantem, lo diam aja. Gue tanya kenapa lo berantam, lo diam aja. Lo nganggap gue teman atau bukan, sih?!" Kemudian, Anna berbalik dan melangkah pergi.

Meninggalkan Abil yang menatap punggungnya dengan nanar. Pundaknya menurun dengan lemas. Pikirannya sekarang sedang tidak karuan. Dia hanya tidak mau membuat gadis itu kerepotan dan banyak pikiran padahal sudah hampir semua hal ingin membuat kepalanya penuh hingga meledak. Lagipula, kalau Anna yang mengantar Abil pulang, yang mengantar Anna pulang nanti siapa? Kakaknya belum di rumah jam segini, dan Anna pasti menolak keras kalau Abil ingin mengantarnya---karena kalau begitu, untuk apa Anna menemaninya pulang?

Anna sungguh tak tahu, betapa inginnya Abil menjawab semua pertanyaan Anna. Abil ingin bilang kalau dia bertengkar sampai babak belur begini dengan anak-anak SMA. Mereka berempat sedangkan Abil hanya seorang diri, juga masih kelas delapan. Abil juga ingin bilang kalau mereka adalah orang yang sama dengan yang menganggu Anna semalam di jalan. Yang bersiul-siul secara kurang ajar dan berkata tidak sopan tentang tubuhnya. Yang mengambil gambarnya dengan handphone murahan dan sengaja menyalakan lampu kilat untuk membuat Anna jengkel. Yang hampir mengejar Anna karena gadis itu melemparkan batu hingga kena tangan salah satu dari mereka. Yang segera Abil cegat agar Anna berkesempatan untuk kabur. Yang---tidak, Abil sungguh tidak berniat menguntitnya. Abil bersumpah dia hanya ingin memastikan Anna sampai dengan selamat di rumah. Sebelumnya, Abil melihat gadis itu meneteskan air mata saat menonton film di ponselnya dengan earphone terpasang. Putri meledeknya cengeng hanya karena drama murahan. Yang Putri tidak tahu, adegan di ponsel sama sekali tidak sedih. Abil sudah pernah menonton itu. Adegan saat Anna menangis adalah adegan penuh kekonyolan yang tidak masuk akal. Sayangnya, Abil sadar diri kalau dia bukan siapa-siapa bagi Anna.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang