Bab 28

276 54 21
                                    

Pencari kebahagiaan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pencari kebahagiaan

▪️▫️▪️

"Anna harus bahagia."

-----

Abil yakin dia tidak salah lihat.

Gadis itu Anna.

Annanya.

Saat pintu lift tertutup, dia masih sempat bertatapan sebentar dengannya. Namun... Anna tidak mengenalinya sama sekali.

Dia tahu Anna kehilangan sebagian ingatannya. Mereka bilang Anna harus bisa menjalani hidup bahagia tanpa luka. Abil setuju. Dia tidak boleh mengganggu Anna lagi. Toh, mereka bilang dia tampak jauh lebih baik.

Hanya itu yang terpenting.

Tapi, jantungnya tetap berdegup kencang sekali untuk gadis itu. Hatinya terasa sakit melihatnya setelah sekian lama. Dia rindu sekali. Kalau saja Abil tidak punya kesadaran diri, dia pasti sudah meraih gadis itu dan memeluknya seerat mungkin. Hanya saja dia tidak bisa. Dia tidak berhak.

Anna sudah bahagia.

Tanpa ingatan buruk dan rasa sakit yang dideritanya selama ini.

Tanpa dirinya.

Ting!

Pintu lift terbuka, diikuti tarikan napas panjangnya sebagai tanda bahwa dia sudah kembali ke dunia nyata. Dia menyentuh roda kursinya lagi dan berjalan keluar. Sebaiknya dia banyak beristirahat hari ini agar tidak kepikiran alasan mengapa Anna tiba-tiba hadir di sini.

"Le?"

Abil menatap Anisa yang sedang berjalan di lobi menuju arahnya. Kalaknya itu memakai pakaian kasual, dengan rambut diikat asal. "Kamu kok sendiri? Bapak mana?"

"Masih di bawah. Tadi Paman nelpon."

"Terus ninggalin kamu gitu?"

"Ya, enggak, Kak. Aku bosen. Jadi mau balik ke kamar aja sendiri."

Anisa mengangguk. Dia memutar dan meraih pegangan kursi roda adiknya dan mendorongnya pelan, "Kakak harus pergi nanti, balik ke Indo buat urusan kerja. Mbak Yuti gak bisa sendirian soalnya. Sekalian ngeliatin kakek. Dia, kan, sering ngeluh karena tinggal di kota. Kamu taulah, kakek gak suka perkotaan. Tapi, mana mungkin paman pindah ke desa, atau biarin kakek sendirian."

Abil mengangguk-angguk paham. Dia tidak banyak berkomentar. Sebab dia tahu, semua orang menjadi kerepotan karena dirinya. Bapaknya yang tinggal bersama kakeknya di desa harus berpisah, dan paman serta keluarganya yang mengurus kakek di kota. Anisa juga jadi sering kerepotan karena bolak-balik Indonesia-Singapura untuk urusan pekerjaan. Dia merasa bersalah. Sangat. Tapi tidak dengan menyesal.

In Every HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang